A.Latar Belakang
Aqidah ilmu kalam sebagaimana diketahui, membahas
ajaran-ajaran dasar dari suatu agama. Setiap orang yang ingin menyelami
seluk-beluk agamanya secara mendalam, perlu mempelajari akidah yang terdapat
dalam agamanya. Mempelajari akidah/teologi akan memberi seseorang
keyakinan-keyakinan yang berdasarkan pada landasan yang kuat , yang tidak mudah
diombang-ambingkan oleh peredaran zaman.
Teologi dalam Islam disebut juga ilmu At-Tauhid. Kata
Tauhid mengandung arti satu/esa dan keEsaan dalam pandangan Islam merupakan
sifat yang terpenting diantara sifat-sifat Tuhan. Teologi Islam disebut juga
ilmu kalam.
B.Rumusan
Masalah
1. apa pengertian dari ilmu kalam ?
2. apa pengertian dari tauhid ?
3. bagaimana sejarah muncul imu kalam ?
4. apa saja ruang lingkup ilmu kalam ?
C.Tujuan
1.untuk mengetahui pengertian dari ilmu kalam ?
2. untuk mengetahui apa pengertian dari tauhid ?
3 untuk mengetahui sejarah muncul imu kalam ?
4. untuk mengetahui ruang lingkup ilmu kalam ?
BAB 2
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Ilmu Kalam
Ilmu
Kalam adalah suatu ilmu yang membahas tentang akidah dengan dalil-dalil aqliyah
(rasional ilmiah) dan sebagai tameng terhadap segala tantangan dari para
penentang.
Abu
Hanifah
menyebut nama ilmu ini dengan fiqh al-akbar.Menurut persepsinya, hukum islam
yang dikenal dengan istilah fiqh terbagi atas dua bagian. Pertama,fiqh
al-akbar, membahas keyakinan atau pokok-pokok agama atau ilmu tauhid.
Kedua, fiqh al-ashghar, membahas hal-hal yang berkaitan dengan masalah
muamalah, bukan pokok-pokok agama, tetapi hanya cabang saja.
Teologi islam merupakan istilah lain dari ilmu kalam,
yang diambil dari bahasa inggris, theology. William L. Reese
mendefinisikannya dengan discourse or reason concerning God ( diskursus
atau pemikiran tentang Tuhan). Dengan
mengutip kata-kata William Ockham,Reese lebih jauh mengatakan, “Theology to
be a discipline resting on revealed truth and independent of both philosophy
and science.”( Teologi merupakan disiplin ilmu
yang berbicara tentang kebenaran wahyu serta independensi filsafat dan ilmu
pengetahuan). Sementara itu, Gove menyatakan bahwa teologi adalah penjelasan
tentang keimanan,perbuatan,dan pengalaman agama secara rasional.
Al-Farabi mendefinisikan Ilmu Kalam sebagai disiplin ilmu
yang membahas Dzat dan Sifat Allah beserta eksistensi semua yang mungkin, mulai
yang berkenaan dengan masalah setelah kematian yang berlandaskan doktrin Islam.
Penekanan akhirnya adalah menghasilkan ilmu ketuhanan secara filosofis.
Adapun Ibnu Khaldun mendefinisikan Ilmu Kalam adalah
disiplin ilmu yang mengandung berbagai argumentasi tentang akidah imani yang
diperkuat dalil-dalil rasional.
Sedangkan Musthafa Abdul Raziq berpendapat bahwa ilmu ini
( ilmu kalam) bersandar kepada argumentasi-argumentsi rasional yang berkaitan
dengan aqidah imaniah, atau sebuah kajian tentang aqidah Islamiyah yang
bersandar kepada nalar.
Menurut Ahmad Hanafi, di dalam nash-nash kuno tidak
terdapat perkataan al-Kalam yang menunjukkan suatu ilmu yang berdiri
sendiri sebagaimana yang diartikan sekarang. Arti semula dari istilah al-Kalam
adalah kata-kata yang tersusun yang menunjukkan suatu maksud Kemudian dipakai
untuk menunjukkan salah satu sifat Tuhan, yaitu sifat berbicara. Sebagai
contoh, kata-kata kalamullah banyak terdapat dalam al-Qur’an,
diantaranya pada Surah al-Baqarah ayat 75, 253, dan Surah an-Nisa’ ayat 164.
Penggunaan al-Kalam sebagai suatu ilmu yang
berdiri sendiri sebagaimana kita kenal saat ini pertama kali digunakan pada
masa kekhalifahan Bani Abbasiyah, tepatnya pada masa khalifah
Al-Ma’mun.Sebelumnya, pembahasan tentang kepercayaan-kepercayaan dalam islam
disebut al-fiqh fi ad-din, sebagai imbangan terhadap al-fiqh fi
al-ilm yang diartikan ilmu hukum ( ilmu qanun ). Biasannya mereka
menyebutkan al-fiqhi fiddiniafdhalu minal fiqhi fil ‘ilmi, ilmu aqidah
lebih baik dari ilmu hukum.
Menurut As-Syihristani bahwa setelah ulama-ulama
Mu’tazilah mempelajari kitab-kitab filsafat yang duterjemahkan pada masa
al-Ma’mun, mereka mempertemukan sistem filsafat dengan sistem Ilmu Kalam dan
dijadikan ilmu yang berdiri sendiri yang dinamakan Ilmu Kalam. Sejak saat itu,
diginakanlah penyebutan Ilmu Kalam sebagai ilmu yang berdiri sendiri.
Adapun yang melatarbelakangi mengapa ilmuini dinamakan
Ilmu Kalam adalah :
1.
Permasalahan terpenting yang menjadi tema perbincangan pada masa permulaan
Islam adalah masalah firman Allah ( Kalam Allah ), yaitu al-Qur’an.
Apakah Kalamullah tersebut qadim atau hadits ( baru )? Walaupun
permasalahan ini hanya merupakan salah satu bagian dari pembahasan ilmu
ketuhanan dalam Islam, namun karena ia menjadi bagian terpenting maka ilmu ini
dinamai Ilmu Kalam.
2.
Dalam membahas masalah-masalah ketuhanan, para mutakallim ( ahli Ilmu
Kalam ) menggunakan dalil-dalil aqliyah dan dampaknya tercermin pada
keahlian meraka dalam berargumentasi dengan mengolah kata-kata. Dengan
demikian, mutakallim diartikan juga dengan ahli debat yang pintar memakai
kata-kata.
3.
Secara harfiah, kata kalam berarti “pembicaraan”. Tetapi secara istilah, kalam
tidaklah dimaksudkan “pembicaraan” dalam pengertian sehari-hari, melainkan
dalam pengertian pembicaraan yang bernalar dengan menggunakan logika. Maka ciri
utama Ilmu Kalam ialah rasionalitas atau logika . Selain itu, kata kalam
sendiri memang dimaksudkan sebagai terjemahan dari kata dan istilah Yunani
“logos” yang juga secara harfiah berarti “pembicaraan”. Dari kata itulah
berasal berasal kata-kata logika dan logis. Kata Yunani “logos” juga disalin
kedalam bahasa Arab, “manthiq”. Sehingga ilmu logika, khususnya logika formal
atau silogisme ciptaan Aristoteles dinamakan Ilmu Manthiq ( ‘Ilm al-Manthiq ).
Jadi kata Arab “manthiqi” berarti “logis”. Dari penjelasan singkat itu dapat
diketahui bahwa Ilmu Kalam amat erat kaitannya dengan Ilmu Manthiq atau Logika.
Cara
pembuktian kepercayaan-kepercayaan agama menyerupai logika dalam filsafat.
Apabila
memperhatikan definisi ilmu kalam diatas, yakni ilmu yang membahas
berbagai masalah ketuhanan dengan menggunakan argumentasi logika atau filsafat,
secara teoritis aliran salaftidak dapat dimasukkan ke dalam aliran ilmu
kalam, karena aliran ini –dalam masalah-masalah ketuhanan- tidak
menggunakan argumentasi filsafat atau logika. Aliran ini cukup dimasukkan ke
dalam aliran ilmu tauhid atau ilmu ushuluddin atau fiqh al-akbar.
Sunber-sumber
ilmu kalam dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu dalil naqli ( al-Qur’an
dan Hadits ) dan dalil aqli ( akal pemikiran manusia ). Al-Qur’an dan Hadits merupakan sumber utama yang menerangkan tentang wujud
Allah, sifat-sifat-Nya, perbuatan-perbuatan-Nya dan permasalahan aqidah
Islamiyah uang lainnya. Para mutakallim tidak pernah lepas dari-dari
nash-nash al-Qur’an dan Hadits ketika berbicara masalah ketuhanan.
Masing-masing kelompok dalam ilmu kalam mencoba memahami dan menafsirkan
al-Qur’an dan Hadits lalu kemudian menjadikannya sebagai penguat argumentasi
mereka.
Di samping itu, dalil-dalil naqli ini tentunya diperkuat
dengan dalil aqli atau alur pikir yang logis. Dalil aqli ini ada yang berasal
dari ilmu keislaman murni dan ada yang diadopsi dari pemikiran-pemikiran di
luar Islam.Jadi kurang tepat kalau dikatakan bahwa ilmu kalam itu merupakan
ilmu keislaman murni, dan tidak benar juga kalau dikatakan bahwa ilmu kalam itu
timbul dari pemikiran di luar Islam seperti filsafat Yunani. Yang benar adalah
kalau dikatakan bahwa ilmu kalam itu bersumber dari al-Qur’an dan Hadits yang
perumusan-perumusannya di dorong oleh unsur-unsur dari dalam dan dari luar.
Berikut ini adalah sumber-sumber ilmu kalam:
1.
Al-Qur’an
Sebagai
sumber ilmu kalam, Al-Qur’an banyak menyinggung hal yang berkaitan
dengan masalah ketuhanan,di antarannya adalah :
a.
Q.S. Al-Ikhlas : 1-4. Ayat ini menunjukkan bahwa Allah Maha Esa.
b.
Q.S. Asy-Syara : 7. Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan tidak menyerupai apapun di
dunia ini. Ia Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.
c.
Q.S. Al-Furqan : 59. Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan Yang Maha Penyayang
bertahta di atas “Arsy”. Ia pencipta langit,bumi, dan semua yang ada
diantara keduannya.
d.
Q.S.Al-Fath : 10. Ayat ini menunjukkan Tuhan mempunyai “tangan” yang selalu
berada diatas tangan orang-orang yang melakukan sesuatu selama mereka berpegang
teguh dengan janji Allah.
e.
Q.S. Thaha : 39. Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan mempunyai “mata” yang selalu
digunakan untuk memgawasi seluruh gerak, termasuk gerakan hati makhluk-Nya.
f.
Q.S Ar-Rahman : 27. Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan mempunyai “wajah” yang
tidak akan rusak selama-lamannya.
g.
Q.S An-Nisa’ : 125. Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan menurunkan aturan berupa
agama. Seseorang akan dikatakan telah melaksanakan aturan agama apabila
melaksanakannya dengan ikhlas karena Allah.
h.
Q.S Luqman : 22. Ayat ini menunjukkan bahwa orang yang telah menyerahkan
dirinnya kepada Allah disebut sebagai orang muhsin.
i.
Q.S. Ali Imran : 83. Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan adalah tempat kembali
segala sesuatu, baik secara terpaksa maupun secara sadar.
j.
Q.S Ali Imran : 84-85. Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhanlah yang menurunkan
penunjuk jalan kepada para nabi.
k.
Q.S, Al-Anbiya : 92. Ayat ini menunjukkan bahwa manusia dalam berbagai suku,
ras, atau etnis, dan agama apapun adalah umat Tuhan yang satu. Oleh sebab itu,
semua umat, dalam kondisi dan situasi apapun, harus mengarahkan pengabdiannya
hanya kepada-Nya.
l.
Q.S. Al-Hajj : 78: Ayat ini menunjukkan bahwa seseorang yang ingin melakukan
suatu kegiatan yang sungguh-sungguh akan dikatakan sebagai “jihad” kalau
dilakukannya hanya karena Allah semata.
Ayat-ayat diatas berkaitan dengan dzat, sifat, asma,
perbuatan,tuntunan, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan eksistensi Tuhan.
Hanya saja, penjelasan rinciannya tidak ditemukan. Oleh sebab itu, para ahli
berbeda pendapat dalam menginterpretasikan rinciannya. Pembicaraan tentang
hal-hal yang berkaitan dengan ketuhanan disistematisasikan yang pada gilirannya
menjadi sebuah ilmu yang dikenal dengan istilah ilmu kalam.
2.
Hadits
Masalah-masalah dalam ilmu kalam juga disinggung dalam
banyak hadits, Diantarannya yaitu hadits yang menjelaskan tentang iman, islam,
dan ihsan yang artinya :
Artinnya : “Diriwayatkan dari Abi Hurairah ra.
Berkata, pada suatu hari ketika Rasulullah SAW berada bersama kaum muslimin,
datanglah jibril ( dalam bentuk seorang laki-laki ) kemudian bertanya kepada
beliau, “ Apakah yang dimaksud dengan iman?” Rasulullahmenjawab, “yaitu kamu
percaya kepada Allah, para malaikat, semua kitab yang diturnkan, hari pertemuan
dengan-Nya, para rasul dan hari kebangkitan. “ Lelaki itu bertanya lagi, “
Apakah pula yang diaksudkan dengan Islam ?“ Rasulullah menjawab, “ Islam adalah
mengabdikan diri kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan perkara lain,
mendirikan sholat yang telah difardhukan, mengeluarkan zakat yang telah
diwajibkan dan berpuasa pada bulan Ramadhan.” Kemudian lelaki itu bertannya
lagi, “ Apakah ihsan itu?” Rasulullah SAW menjawab, “ Hendaklah engkau
beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Sekiranya engkau tidak
melihat-Nya, Ketahuilah bahwa Dia senantiasa memperhatikanmu.” Lelaki tersebut
bertanya lagi, “ Kapankah hari kiamat akan terjadi?” Rasulullah menjawab, “ Aku
tidak lebih tahu darimu, tetapi aku akan ceritakan kepadamu mengenai
tanda-tandanya. Apabila seorang hamba melahirkan majikannya, itu adalah
sebagian dari tandanya. Aoabila seorang miskin menjadi pemimpinmasyarakat, itu
juga sebagian dari tanda-tandanya. Apabila masyarakat yang asalnya pengembala
kambing mampu bersaing dalam mendirikan bangunan-bangunan mereka, itu juga
tanda akan terjadi kiamat. Hanya lima perkara itu saja sebagian dari
tanda-tanda yang aku ketahui. Selain dari itu hanya Allah yang Maha
Mengetahuinya. “ Kemudian Rasulullah SAW membaca Surah Luqman ayat 34, “
Sesungguhnya hanya Allah lah yang mengetahui tentang hari kimat; dan Dia-lah
yang menurukan hujan, dan mengetahui apa yang ada di dalam rahim. Tiada
seorangpun yang dapat mengetahui ( dengan pasti ) apa yang akan diusahakannya
besok dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui dimanakah ia akan menemui
ajalnya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” Kemudian
lelaki tersebut beranjak dari tempatnya, kemudian Rasulullah bersabda ( kepada
sahabatnya ), “Panggil kembali lelaki itu.” (( Lalu para sahabat pun mengejar
lelaki tersebut untuk memanggilnya kembali ), namun mereka tidak melihatnya.
Rasulullah SAW pun bersabda, “ Lelaki tadi adalah jibril as., kedatangannya
adalah untuk mengajar manusia tentang agama mereka.”
Adapula beberapa Hadits yang kemudian dipahami sebagian
ulam sebagai prediksi Nabi mengenai kemunculan berbagai golongan dalam ilmu
kalam, diantaranya :
“Hadits
yang diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. Ia mengatakan bahwa Rasulullah
bersabda, “ Orang-orang Yahudi akan terpecah belah menjadi tujuh puluh dua
golongan.”
“Hadits yang diriwayatkan dari
Abdullah bin Umar. Ia mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, “ Akan menimpa
umatku yang pernah menimpa Bani Israil, Bani Israil telah terpecah belah
menjadi 72 golongan dan umatku akan terpecah belah menjadi 73 golongan.
Semuanya akan masuk neraka, kecuali satu golongan saja, “ Siapa mereka itu,
wahai Rasulullah?” tanya para sahabat. Rasulullah menjawab ‘mereka adalah yang
mengikuti jejakku dan sahabat-sahabatku’.
Syaikh Abdul Qadir mengomentari bahwa Hadits yang berkaitan
dengan masalah faksi umat ini, yang merupakan salah satu kajiiian ilmu
kalam, mempunyai sanad sangat banyak. Diantara sanad yang
sampai kepada Nabi adalah yang berasal dari berbagai sahabat, seperti Anas bin
Malik, Abu Hurairah, Abu Ad-Darba, Jabir, Abu Said Al-Khudri, Abu Abi Kaab,
Abdullah bin Amr bin Al-Ash, Abu Ummah, Watsilah bin Al-Aqsa.
Adapula pada riwayat yang hanya sampai kepada sahabat.
Diantaranya adalah Hadits yang mengatakan bahwa umat islam akan terpecah belah
kedalam beberapa golongan. Diantara golongan-golongan itu, hanya satu saja yang
benar, sedangkan yang lainnya sesat.
Keberadaan Hadits yang berkaitan dengan perpecahan umat
seperti tersebut diatas, pada dasarnya merupakan prediksi Nabi dengan melihat
yang tersimpan dalam hati para sahabatnya. Oleh sebab itu, sering dikatakan
bahwa hadits-hadits seperti itu lebih dimaksudkan sebagai peringatan bagi para
sahabat dan umat Nabi tentang bahayanya perpecahan dan pentingnya persatuan.
3.
Pemikiran Manusia
Sebagai salah satu sumber ilmu kalam, pemikiran manusia
berasal dari pemikiran umat islam sendiri dan pemikiran yang berasal dari luar
umat islam. Di dalam al-Qur’an, banyak sekali terdapat ayat-ayat yang
memerintahkan manusia untuk berfikir dan menggunakan akalnya. Dalam hal ini
biasanya Al-Qur’an menggunakan redaksi tafakkur, tadabbur, tadzakkur,
tafaqqah, nazhar, fahima, aqala, ulul al-albab, ulul al-ilm, ulu al-abshar, dan
ulu an-nuha. Diantara ayat-ayat tersebut yaitu :
Artinya : “ Maka hendaklah manusia memperhatikan dari
apakah dia diciptakan. Dia diciptakan dari air yang memancar. Yang keluar dari
antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan.” ( Q.S. At-Thariq
Ayat 5-7 )
Artinya : “ Maka apakah ( Allah ) yang menciptakan itu
sama dengan yang tidak dapat menciptakan? Maka apakah kamu tidak mengambil
pelajaran?” ( Q.S. An-Nahl Ayat 17 )
Artinya
: “ Maka apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada diatas mereka,
bagaimana kami meninggikannya dan menghiasinya dan langit itu tidak mempunyai
retak-retak sedikitpun?” ( Q.S. Qaf Ayat 6 )
Artinnya
: “ Allah-lah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat
berlayar padanya dengan seizing- Nya dan supaya kamu dapat mencari karunia-Nya
dan agar kamu bersyukur. Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit
dan apa yang di bumi semuanya, ( sebagai rahmat ) dari pada-Nya, Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda ( kekuasaan Allah )
bagi kaum yang berfikir.” ( Q.S. Al-Jatsiyah Ayat 12-13 )
Ayat-ayat
yang lain dapat ditemukan pada Surah Muhammad : 24, An-Nahl : 68-69, Al-Isra’ :
44, Al-An’am : 97-98, At-Taubah : 122, Shad : 29, Az-Zummar : 9, Adz-Dzariyat :
47-49, Al-Ghatsiyah : 7-20, dan lain-lain.
Oleh
karena itu, jika umat islam sangat termotivasi untuk memaksimalkan penggunaan
rasionya, hal itu bukan karena ada pengaruh dari pihak luar saja, melainkan
karena adanya perintah langsung dari ajaran agama mereka. Hal inilah yang
akhirnya menyebabkan sangat jelasnya penggunaan rasio dan logika dalam
pembahasan ilmu kalam.
Ahmad
Amin menyebutkan, setelah umat Islam selesai menaklukan negeri-negeri baru dan
keadaan mulai stabil dan mereka hidup dengan rizki yang melimpah ruah, mulailah
mereka memikirkan tentang ajaran-ajaran agama mereka. Mereka sungguh-sungguh
membahasnya dan mempertemukan nash-nash agama yang kelihatannya bertentangan.
Keadaan seperti ini hampir merupakan gejala umum pada setiap agama. Pada
mulanya agama itu hanyalah kepercayaan yang sederhana dan kuat, tidak perlu
diperselisihkan dan tidak memerlukan penyelidikan. Pemeluk-pemeluknya
melaksanakan bulat-bulat apa yang dikerjakan agama dan mengimaninya. Lalu
setelah itu datanglah fase pembahasan dan pemikiran dalam membicarakan
soal-soal agama secara ilmiah dan filosofis. Penelaahan mendalam seperti ini tentu karena adanya
ajaran-ajaran Islam yang memerintahkan manusia untuk belajar dan menggunakan
pikirannya.
Adapun
sumber kalam berupa pemikiran dari luar Islam, Ahmad Amin menyebutkan
setidaknya ada tiga faktor penting. Pertama, kebanyakan orang-orang yang
memeluk Islam setelah kemenangannya, pada awalnya mereka memeluk berbaga agama
yaitu Yahudi, Nasrani, Manu, Zoroaster, Brahmana, Sabiah, Atheisme, dan
lain-lain.Mereka dilahirkan dan dibesarkan dalam ajaran-ajaran agama ini.
Bahkan diantara mereka ada yang benar-benar memahami ajaran agama aslinya.
Setelah fikiran mereka tenang dan mereka benar-benar teguh memeluk agama Islam,
mulailah mereka memikirkan ajaran-ajaran agama mereka sebelumnya dan mengangkat
persoalan-persoalanya lalu memberinya corak baju keislaman.
Di
dalam sejarah, disebutkan bahwa Ahmad bin Haith dahulunya memeluk agama Hindu
lalu mempersoalkan masalah reinkarnasi ( tanasukh al-arwah ), yaitu
manusia mati lalu hidup kembali menjadi makhlik yang lain. Ada juga Abdullah
bin Saba’ dan Persia yang dahulunya memeluk agama Yahudi, menganggap bahwa raja
Persia itu mempunyai sifat-sifat ketuhanan. Kemudian timbul faham menuhankan
khalifah Ali r.a.
Kedua, golongan
Mu’tazilah memusatkan perhatianya untuk dakwah Islam dengan membantah
argumentasi-argumentasi orang-orang yang memusuhi Islam. Untuk itu, mereka
tidak akan bias menolak lawa-lawannya kecuali sesudah mereka mempelajari
pendapat-pendapat serta alas an-alasan lawan mereka. Maka terjadilah
perdebatan-perdebatan yang rasional antar agama saat itu. Tidak menutup kemungkinan
masing-masing golongan mengambil pendapat yang dianggapnya benar walau dari
pendapat orang yang berbeda dengannya. Sebagian agama terutama Yahudi dan
Nasrani telah menggunakan senjata filsafat Yunani. Philon ( 25 SM-5 M ) orang
Yahudi yang pertama memfilsafatkan ajaran-ajaran Yahudi dan mempertemukannya
dengan filsafat Yunani. Clemus von Alexandrian ( 185-254 M ) diantara orang
yang pertama-tama mempertemukan agama Kristen Nestorius. Hal ini akhirnya
memaksa golongan Mu’tazilah untuk menggunakan senjata yang dipakai
lawan-lawannya, yaitu filsafat. Dengan masuknya filsafat Yunani kedalam
golongan Mu’tazilah dan golongan-golongan yang lain, semakin banyak perbedaan
pendapat dalam umat Islam. Hal ini merupakan salah satu faktor munculnya ilmu
kalam.
Ketiga,
sebagaimana
pada faktor kedua dimana para mutakallimun sangat membutuhkan filsafat
Yununi untuk mengalahkan lawan-lawannya, maka mereka terpaksa mempelajari dan
mengambil manfaat dari ilmu logika, terutama dari sisi ketuhanannya. Misalnya
An-Nadham, seorang tokoh Mu’tazilah, ia mempelajari filsafat Aristoteles dan
menolak beberapa pendapatnya, demikian juga Abu al-Hudzail al-‘Allaf.
4.
Insting
Secara
Instingtif, manusia selalu ingin bertuhan. Oleh sebab itu, kepercayaan adanya
Tuhan telah berkembang sejak adanya manusia pertama. Abbas Mahmoud Al-Akkad
mengatakan bahwa keberadaan mitos merupakan asal-usul agama dikalangan orang-orang
primitif.[12]
Tylor justru mengatakan bahwa animism-anggapan adanya kehidupan pada
benda-benda mati- merupakan asal-usul kepercayaan adanya Tuhan. Adapun Spencer
mengatakan lain lagi. Ia mengatakan bahwa pemujaan terhadap nenek moyang
merupakan bentuk ibadah yang paling tua. Keduanya menganggap bahwa animisme
dan pemujaan terhadap nenek moyang sebagai asal-usul kepercayaan dn ibadah
tertua terhadap Tuhan Yang Maha Esa, lebih dilatarbelakangi oleh adanya
pengalaman setiap manusia yang suka mengalami mimpi.
Di dalam mimpi, seorang dapat bertemaan terhadap, bercakap-cakap,
bercengkerama, dan sebagainya dengan orang lain, bahkan dengan orang yang telah
mati sekalipun. Ketika seorang yang mimpi itu bangun, dirinya tetap berada di
tempat semula. Kondisi ini telah membentuk intuisi bagi setiap orang yang telah
bermimpi untuk meyakini bahwa apa yang telah dilakukannya dalam mimpi adalah
perbuatan roh lain, yang pada masanya roh itu akan segera kembali. Dari
pemujaan terhadap roh berkembang ke pemujaan terhadap matahari, lalu lebih
berkembang lagi pada pemujaan terhadap benda-benda langit atau alam lainnya.
Abbas Mahmoud Al-Akkad, pada bagian lain, mengatakan bahwa sejak pemikiran
pemujaan terhadap benda-benda alam berkembang, di wilayah-wilayah tertentu
pemujaan terhadap benda-benda alam berkembang secara beragam. Di Mesir,
masyarakatnya memuja Totetisme. Mereka menganggap suci terhadap
burung elang, burung nasr, ibn awa ( semacam anjing hutan ), buaya, dan
lain-lainnya. Anggapan itu lalu berkembang menjadi pemujaan terhadap matahari.
Dari sini berkembang lagi menjadi percaya adanya keabadian dan balasan bagi
amal perbuatan yang baik.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa kepercayaan adanya Tuhan, secara instingtif,
telah berkembang sejak keberadaan manusia pertama. Oleh sebab itu, sangat wajar
kalau William L. Reese mengatakan bahwa ilmu yang berhubungan dengan ketuhanan,
yang dikenal dengan istilah theologia, telah berkembang sejak lama. Ia
bahkan mengatakan bahwa teologi muncul dari sebuah mitos ( thelogia was
originally viewed as concerned with myth ). Selanjutnya, teologi itu
berkembang menjadi “ theology natural “ ( teologi alam ) dan “revealed
theology “ ( teologi wahyu ).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa secara historis, ilmu kalam bersumber
pada Al-Qur’an, hadits, pemikiran manusia, dan insting. Ilmu kalam adalah
sebuah ilmu yang mempunyai objek tersendiri, tersistematisasikan, dan mempunyai
metodologi tersendiri. Dikatakan oleh Musthafa Abd Ar-Raziq bahwa ilmu ini bermula
di tangan pemikir Mu’tazilah, Abu Hasyim, dan kawannya Imam Al-Hasan bin
Muhammad bin Hanafiyah. Adapun orang yang pertama membentangkan pemikiran kalam
secara lebih baik dengan logikannya adalah Imam Al-As’ari, tokoh ahlu sunnah
wal al-jama’ah, melalui tulisan-tulisannya yang terkenal, yaitu Al-Maqalat, dan
Al-Ibanah An-Ushul Ad-Diyanah.
C.SEJARAH
KEMUNCULAN PERSOALAN-PERSOALAN KALAM
sejarah
dalam pendeklarasian ilmu kalam tidak luput dari sejarah perpecahan prinsip
teologi umat islam yang masih ketika itu dipicu persoalan politik dan
kedangkalan ukhuwah dalam prilaku perebutan singgasana kekuasaan,bermula dari
Peristiwa wafatnya Nabi Muhammad SAW pada tanggal 8 juni 632 M melahirkan suatu
perjuangan keagamaan dan politik dalam masyarkat islam sehingga mengakibatkan
timbulnya perpecahan di kalangan umat islam. Perpecahan ini mulai memanas sejak
Khalifah Utsman bin Affan mengambil kebijakan mengangkat anggota
keluarganya untuk menduduki posisi dalam struktur politik dan jabatan penting,
sehingga sebagian besar masyarakat islam tidak senang dengan kebijakan
tersebut. Puncaknya adalah saat Khalifah Utsman bin Affan terbunuh saat sedang
membaca Al-Qur’an dirumahnya.
Setelah
khalifah ustman terbunuh maka kembali diumumkan pergantian kekhalifahan
selanjutnya yang berpacu pada penolakan muawiyyah atas terpilihnya Ali bin abi
Thalib. Ketegangan antara keduanya mengobarkan sebuah peperangan
yang disebut perang siffin dan merupakan perang saudara pertama dalam
islam yang dengan pertempuran utama terjadi dari tanggal 26-28 Juli.
Pertempuran ini terjadi di antara dua kubu yaitu, Muawiyah bin Abu Sufyan dan Ali bin Abi Talib di tebing Sungai Furat yang kini terletak di Syria (Syam),akan tetapi dengan kesigapan nilai ukhuwah maka peperangan ini
dapat diakhiri dengan keputusan tahkim (abitetrase), dan dalam tahkim terdapat
persoalan-persoalan yang merugikan pihak Ali bin abi Thalib karna menerima tipu
muslihat Amr bin Al-Ash utusan dari pihak Muawiyyah dalam tahkim yang
mengakibatkan misintrepetasi dari sebagian tentara Ali, karna telah memutuskan
persoalan dengan tahkim sebagai akhir dari sebuah pilihan. Hal inilah yang
mengakibatkan perpecahan dari kubu Ali bin abi thalib sehingga banyak diantara
yang semula berpihak pada Ali kemudian terpecah dan keluar dari barisan militer
ali bin abi Thalib ,Putusan hanya datang dari Allah dan harus kembali pada
hukum dan ketetapan Allah yang ada dalam Al-qur’an . La hukma illa Allah
(tidak ada perantara selain Allah) Hal ini tidak hanya mempunyai
implikasi politik yang tajam, tetapi juga meningkat kepada persoalan-persoalan
teologi, yang melahirkan beberapa aliran teologi yaitu :
a. Khawarij: persoalan iman
dan kufr (mu’min dan kafir)
Sebagai kelompok yang lahir dari peristiwa politik,
pendirian teologis khawarij –terutama yang berkaitan dengan masalah iman dan
kufur lebih bertendensi politis ketimbang ilmiah-teoritis. Kebenaran pernyataan
ini tak dapat disangka karena, seperti yang telah diungkapkan sejalrah, Khawarij
mula-mula memunculkan eprsoalan teologis seputar masalah “apakah Ali dan
pendukungnya adalah kafir atau tetap mukmin?””apakah muawiyah dan pendukungnya
telah kafir atau tetap mukmin?” jawaban atas pertanyaan ini kemudian menjadi
pijakan atas dasar teologi mereka. Menurut mereka, Ali dan Muawiyah beserta
para pendukungnyatelah melakukan tahkim kepada manusia, berarti mereka telah
berbuat dosa besar. Dansemua pelaku dosa besar (mutabb al-kabirah), menurut
semua subsekte Khawarij, kecuali Najdah, adalah kafir dan akan disiksa di
neraka selamanya. Subsekte Khawarij yang sangat ekstrim, Azariqah, menggunakan
istilah yang lebih “mengerikan” dari pada kafir yaitu musyrik. Mereka memandang
musyrik bagi siapa saja yang tidak mau bergabung ke dalam barisan mereka,
sedangkan pelaku dosa besar dalam pandangan mereka telah beralih status
keimanannya menjadi kafir millah (agama), dan itu berarti ia telah keluar dari
Islam. Si kafir semacam ini akan kekal di neraka bersama orang kafir lainnya.
Iman dalam pandangan Khawarij, tidak semata-mata percaya
kepada Allah. Mengerjakan segala perintah kewajiban agama juga merupakan bagian
dari keimanan. Segala perintah kewajiban agama juga merupakan bagian dari
keimanan, segala perbuatan yang berbau religius, termasuk di dalam masalah
kekuasaan adalah bagian dari keimanan, al-amal juz’un al-iman). Dengan
demikian, siapapun yang menyatakan dirinya beriman kepada Allah dan bahwa
Muhammad adalah Rasul-Nya, tetapi tidak melaksanakan kewajiban agama dan malah
melakukan perbuatan dosa, ia dipandang kafir oleh khawarij.
b. Murji’ah: masalah iman
dan menentang pendapat Khawarij
Aliran murji’ah adalah aliran yang memberikan reaksi
terhadap pendapat aliran khawarij yang mengkafirkan orang yang melakukan dosa
besar adalah aliran murji’ah. Menurut kaum murjiah dosa besar tidak
mengakibatkan kekafiran. Apabila seorang mukmin melakukan dosa besar tetap
mukmin. Adapun hakikatnya, kita serahkan kepada Allah kelak di akhirat.
Dua doktrin pokok ajaran Murji’ah, yaitu:
a. Iman adalah percaya
kepada Allah dan Rasul-Nya saja. Adapun amal atau perbuatan tidak merupakan
suatu keharusan bagi adanya iman. Berdasarkan hal ini, seseorang tetap dianggap
mukmin walaupun meninggalkan perbuatan yang difardukan dan melakukan dosa
besar.
b. Dasar keselamatan adalah
iman semata. Selama masih ada iman di hati, setiap maksiat tidak dapat
mendatangkan madarat ataupun gangguan atas seseorang. Untuk mendapatkan
pengampunan, manusia cukup hanya dengan menjauhkan diri dari syirik dan mati
dalam keadaan akidah tauhid.
Ajaran pokok murji’ah pada dasarnya bersumber dari
gagasan atau doktrin irja atau arja’a yang diaplikasikan dalam banyak
persoalan, baik persoalan politik maupun teologis. Di bidang politik, doktrin
irja diimplementasikan dengan sikap diam. Itulah sebabnya, kelompok Murji’ah
dikenal pula sebagai the queieties (kelompok bungkam). Sikap ini akhirnya
berimplikasi begitu jauh sehingga membuat murjiah selalu diam dalam persoalan
politik.
c. Paham Qadariyah
dan Jabariyah: Memaksa
Dalam kitab Tarikh al-Firaq al-Islamiyah, Ali musthafa
al-Ghurabi menjelaskan bahwa menurut paham teologi Aliran Qadariyah, manusia
berkuasa atas perbuatan-perbuatannya; manusia sendirilah yang melakukan
perbuatan-perbuatan baik atas kehendak dan kemauannya sendiri, dan manusia
sendiriilah yang melakukan perbuatan-perbuatan jahat atas kehendak dan
kemauannya sendiri. Menurut paham mereka, manusia mempunyai kebebasan dalam
tingkah lakunya. Ia dapat berbuat baik kalau ia menghendakinya, dan ia pula
dapat berbuat jahat kalau ia menghendakinya. Aliran ini menolak paham yang
mengatakan bahwa manusia dalam perbuatan-perbuatannya hanya bertindak menurut
kadar yang telah ditentukan sejak zaman azali. Selanjutnya pengarang kitab
Tarikh al-Firaq al-Islamiyah itu juga menyebutkan, bahwa menurut paham
Jabariyah, manusia tidak mempunyai kekuasaan untuk berbuat apa-apa. Manusia
tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri dan tidak mempunyai
pilihan dalam perbuatan-perbuatannya. Manusia dalam perbuatan-perbuatannya dipaksa,
dengan tidak ada kekuasaan, kemauan dan pilihan baginya. Perbuatan-perbuatan
diciptakan Tuhan di dalam diri mereka, tak ubahnya seperti air yang mengalir,
manusia tak ubahnya seperti bulu yang ditiup oleh angin, dia akan
melayang-layang ke arah mana angin bertiup. Menurut paham ini, segala perbuatan
manusia tidak merupakan sesuatu yang timbul dari kehendak dan kemauan sendiri,
tapi perbuatan yang dipaksakan kepada dirinya. Kalau seseorang membunuh orang
lain, maka perbuatannya itu bukanlah terjadi atas kehendaknya sendiri, tetapi
terjadi karena Qadha dan Qadar Tuhanlah yang menghendaki demikian. Dengan kata
lain, dia membunuh bukanlah atas kehendaknya sendiri, tetapi Tuhanlah yang
memaksanya membunuh. Manusia dalam paham ini hanya merupakan wayang yang digerakan
oleh dalang. Manusia berbuat dan bergerak karena digerakan oleh Tuhan. Tanpa
gerak dari Tuham manusia tidak dapat berbuat apa-apa. Disamping kedua paham
itu, terdapat pula paham tengah antara paham Qadariyah yang dibawa oleh Ma’bad
dan Ghailan dengan paham Jabariyah yang dibawa oleh Jaham, yaitu paham kasb,
yang dibawa oleh al-Husain Ibn Muhammad al-Najjar dan Dirar Ibn ‘Amr. Menurut
al-Syahrastani dalam kitab al-Milal wa al-Nihal, dalam paham Kasb, Tuhanlah
yang menciptakan perbuatan-perbuatan manusia, baik perbuatan baik maupun
perbuatan yang jahat. Tetapi manusia mempunyai bagian dalam perwujudan
perbuatan-perbuatan itu. Tenaga yang diciptakan dalam dirinya mempunyai daya
untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Jadi menurut paham ini, Tuhan dan manusia
bekerja sama dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan manusia. Manusia tidak
semata-mata dipaksa dalam melakukan perbuatannya.
d. Mu’tazilah : al-Ushul al-Khamsah
Setiap pelaku dosa besar, menurut mu’tazilah berada
diposisi tengah diantara posisi mukmin dan posisi kafir, jika pelakunya
meninggal dunia dan belum sempat bertobat, ia akan dimasukkan kedalam neraka
selama-lamanya. Walaupun demikian, siksaan yang diterimanya lebih ringan dari
pada siksaan orang kafir. Dalam perkembangannya, beberapa tokoh mu’tazilah,
seperti Wasil bin Atha dan Amir Amr bin Ubaid memperjelas sebutan itu dengan
istilah fasik yang bukan mukmin attau kafir.
1) Al Tauhid ( Ke-Esa-an )
Tuhan dalam paham Mu’tazilah
betul-betul Esa dan tidak ada sesuatu yang serupa denganNya. Ia menolak paham anthromorpisme
(paham yang menggambarkan Tuhannya serupa dengan makhlukNya) dan juga menolak
paham beatic vision (Tuhan dapat dilihat dengan mata kepala) untuk
menjaga kemurnian Kemaha esaan Tuhan, Mu’tazilah menolak sifat-sifat Tuhan yang
mempunyai wujud sendiri di luar Zat Tuhan. Hal ini tidak berarti Tuhan tak
diberi sifat, tetapi sifat-sifat itu tak terpisah dari ZatNya. Mu’tazilah
membagi sifat Tuhan kepada dua golongan :
a. Sifat-sifat yang merupakan
esensi Tuhan, disebut sifat dzatiyah, seperti al Wujud - al Qadim – al Hayy
dan lain sebagainya
b. Sifat-sifat yang merupakan
perbuatan Tuhan, disebut juga dengan sifat fi’liyah yang mengandung arti
hubungan antara Tuhan dengan makhlukNya, seperti al Iradah – Kalam – al Adl,
dan lain-lain.
Kedua sifat tersebut tak
terpisah atau berada di luar Zat Tuhan, Tuhan Berkehendak, Maha Kuasa dan
sifat-sifat lainnya semuanya bersama dengan Zat. Jadi antara Zat dan sifat
tidak terpisah.
Pandangan tersebut mengandung
unsur teori yang dikemukakan oleh Aristoteles bahwa : penggerak pertama adalah
akal, sekaligus subyek yang berpikir.
2) Al ‘Adl (Keadilan )
Paham keadilan dimaksudkan
untuk mensucikan Tuhan dari perbuatanNya. Hanya Tuhan lah yang berbuat adil,
karena Tuhan tidak akan berbuat zalim, bahkan semua perbuatan Tuhan adalah
baik. Untuk mengekspresikan kebaikan Tuhan, Mu’tazilah mengatakan bahwa wajib
bagi Tuhan mendatangkan yang baik dan terbaik bagi manusia. Dari sini lah
muncul paham al Shalah wa al Aslah yakni paham Lutf atau rahmat
Tuhan. Tuhan wajib mencurahkan lutf bagi manusia, misalnya mengirim Nabi dan
Rasul untuk membawa petunjuk bagi manusia.
Keadilan Tuhan menuntut
kebebasan bagi manusia karena tidak ada artinya syari’ah dan pengutusan para
Nabi dan Rasul kepada yang tidak mempunyai kebebasan. Karena itu dalam
pandangan Mu’tazilah, manusia bebas menentukan perbuatannya.
3) Al Wa’d wa al Wa’id (Janji dan Ancaman)
Ajaran ini merupakan
kelanjutan dari keadilan Tuhan, Tuhan tidak disebut adil jika ia tidak memberi
pahala kepada orang yang berbuat baik dan menghukum orang yang berbuat buruk,
karena itulah yang dijanjikan oleh Tuhan. QS. Al Zalzalah ayat 7-8.
Terjemahnya :“Barang siapa
yang berbuat kebajikan seberat biji zarrah, niscaya dia akan lihat balasannya,
dan barang siapa yang berbuat keburukan seberat biji zarrah, niscaya dia akan
melihat balasannya pula.”
4) Manzilah Baina Manzilatain (Posisi di antara dua tempat )
Posisi menengah atau fasik
dalam ajaran Mu’tazilah di tempati oleh orang-orang Islam yang berbuat dosa
besar. Pembuat dosa besar bukan kafir karena masih percaya kepada Tuhan dan
Nabi Muhammad saw, tetapi tidak juga dapat dikatakan mukmin karena imannya
tidak lagi sempurna, maka inilah sebenarnya keadilan (menempatkan sesuatu pada
tempatnya), akan tetapi di akhirat hanya ada syurga dan neraka, maka tempat
bagi orang-orang yang berbuat dosa adalah di neraka, hanya saja tidak sama
dengan orang-orang kafir sebab Tuhan tidak adil jika siksaannya sama dengan
orang kafir. Jadi lebih ringan dari orang kafir.
5)
Amar Ma’ruf , Nahi Munkar. ( Memerintahkan Kebaikan dan Melarang Keburukan ).
e. Asy’ariyah:
Mazhab Syafi’i
Pendiri mazhab Asya`irah adalah Abu Al-Hasan Ali bin
Ismail Asy`ari. Ia lahir pada tahun 260 H di Bashrah dan wafat tahun 324 H di
Baghdad. Sampai usia empat puluh tahun, ia adalah salah satu murid Abu Ali
Jubai yang mendukung mazhab Mu`tazilah. Abu Hasan Asy`ari keluar dari mazhab
Mu`tazilah pada tahun 300 H. Setelah mengadakan beberapa perbaikan dalam ajaran
Ahlul hadits, Abu Hasan Asy`ari mendirikan mazhab baru, yang berlawanan dengan
Ahlul hadits dan juga Mu`tazilah. Dalam bidang fikih, Abu Hasan Asy`ari
mengikuti mazhab Syafi`i. Di masa sekarang, sebagian besar pengikutnya juga
berkiblat kepada Imam Syafi`i dalam masalah hukum.
Tehadap pelaku dosa besar, agaknya asy’ari, sebagai wakil
ahl al-sunnah tidak mengkafirkan orang-orang yang sujud ke baitullah (ahl
al-qiblah), walaupun melakukan dosa besar seperti berzina dan mencuri.
Menurutnya, mereka masih tetap sebagai orang yang beriman dengan keimanan yang
mereka miliki, selalipun berbuat dosa besar, akan tetapi, jika dosa besar itu
tetap dilakukannya dengan anggapan bahwa hal ini dibolehkan (halal) dan tidak
meyakini keharamannya, ia dipandang telah kafir. Adapun balasan diakhirat kelak
bagi pelaku dosa besar apabila ia meninggal dan tidak sempat bertobat, maka
menurut al-asyari, hal itu bergantung pada kebijakan tuhan yang maha
berkehendak. Tuhan dapat saja mengampuni dosanya atau pelaku dosa besar itu
mendapat syafaat nabi SAW. Sehingga terbebas dari siksa neraka atau
kebalikannya, yaitu Tuhan memberinya siksaan neraka sesuai dengan ukuran dosa
yang dilakukannya. Meskipun begitu, ia tidak akan kekal di neraka seperti
orang-orang kafir lainnya. Setelah penyiksaan terhadap dirinya selesai ia akan
dimasukkan ke dalam surga. Dari paparan singkat ini, jelaslah bahwa asy’ariyah
sesungguhnya mengambil posisi yang sama dengan murjiah khususnya tidak
mengkafirkan para pelaku dosa besar.
f. Maturidiyah:
Mazhab Ahmad bin Hambal
Maturidiyah didirikan oleh Abu Manshur Muhammad bin
Muhammad Maturidi, di daerah Maturid Samarqand, untuk melawan mazhab
Mu`tazilah. Abu Manshur Maturidi (wafat 333 H) menganut mazhab Abu Hanifah
dalam masalah fikih. Oleh sebab itu, kebanyakan pengikutnya juga bermazhab
Hanafi.
Setelah menelaah sekian riwayat tentang munculnya ilmu
kalam dan persoalan-persoalan disekitar ilmu kalam yang menjadi simbolisasi
dari ilmu manthiq dan logika , seakan menata barisan idiologi tentang hal-hal
yang mendoktrin untuk terus berfikir akan sesuatu yang telah ada dan mencakup
semua sejarah tentang perebutan kekuasaan, perbedaan cara pandang dan sistem
perpolitikan. Kaca perbandingan yang menyeluruh dari sekian bentuk knowladge
yang bermunculan seiring perkembangan zaman. Wallahu a’lam.
D.Ruang lingkup aqidah ilmu kalam
Masalah yang dibahas dalam aqidah ilmu kalam adalah
mempercayai adanya Allah, Malaikat, Kitab-kitab Allah, Nabi dan Rasul Allah,
hari kiyamat, Qadha’ dan Qadar, Akhirat, akal dan wahyu, surga , neraka, dosa
besar, dan masalah iman dan kafir. yang diperkuat dengan-dengan dalil-dalil
rasional agar terhindar dari aqidah-aqidah yang menyimpang.
D. Sejarah kelahiran aqidah ilmu kalam
Menurut Harun Nasution, kemunculan persoalan kalam dipicu
persoalan politik yang menyangkut peristiwa terbunuhnya Usman bin affan yang
berbuntut pada penolakan Muawiyah atas kekhalifahan Ali bin Abi Thalib.
Ketegangan antara . Mu’awiyah dan Ali bin Abi Thalib mengkristal menjadi perang
siffin yang berakhir dengan keputusan Tahkim (arbitrase). sikap ali yang
menerima tipu muslihat Amr bin Ash(utusan Mu’awiyah dalam tahkim), sungguhpun
dalam keadaan terpaksa , tidak disetujui oleh sebagian tentaranya. mereka
berpendapat bahwa persoalan yang terjadi saat itu tidak dapat diputuskan
melalui tahkim. Putusan datang dari Allah dengan kembali kepada hukum-hukum
Al-Qur’an La Hukma Ila Lillah(tidak ada hukum selain dari hukum Allah). atau La
Hukma Illa Allah( tidak ada perantara selain Allah) menjadi semboyan mereka .
mereka memandang Ali bin Abi Thalib telah berbuat salah sehingga meninggalkan
barisannya, mereka terkenal dengan nama khawarij. dan kelompok yang tetap
mendukung Ali bin Abi Thalib dikenal dengan nama syiah.
Harun lebih lanjut mengatakan bahwa persoalan kalam yang
pertama kali muncul adalah persoalan siapa yang kafir dan siapa yang bukan
kafir. Dalam arti siapa yang telah keluar dari Islam dan siapa yang masih tetap
dalam Islam. Khawarij sebagaimana yang telah disebutkan, memandang bahwa
orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim yakni Ali, Mu’awiyah, Amr bin
Ash, Abu Musa Al-Asy’ari adalah kafir berdasarkan firman Allah surat Al-Maidah
ayat 44.
Persoalan ini telah menimbulkan tiga alioran teologi
dalam Islam yaitu:
1. Aliran Khawarij, menegaskan bahwa orang yang berdosa
besar adalah kafir, dalam arti telah keluar dari Islam atau tegasnya murtad dan
wajib dibunuh.
2. Aliran Murji’ah, menegaskan bahwa orang yang berdosa
besar masih tetap mukmin dan bukan kafir. Adapun soal dosa yang dilakukannya,
hal itu terserah kepada Allah untuk mengampuni atau menghukumnya.
3. Aliran Mu’tazilah , yang tidak menerima pendapat kedua
diatas. Bagi mereka orang yang berdosa besar bukan kafir , tetapi bukan mukmin.
Mereka mengambil posisi antara mukmin dan kafir, yang dalam bahjasa arabnya
terkenal dengan istilah al-manzilah manzilatain(posisi diantara dua posisi).
dalam Islam timbul pula dua aliran teologi yang terkenal dengan Qadariyah dan
Jabariyah. menurut Qadariyah, manusia mempunyai kemerdekaan dalam kehendak dan
perbuatannya. adapun Jabariyah berpendapat sebaliknya, manusia tidak mempunyai
kemerdekaan dalam kehendak dan perbuatannya. Aliran Mu’tazilah yang bercorak
rasional mendapat tantangan keras dari golongan tradisional Islam yaitu aliran
Asy’ariyah dan Aliran Maturidiyah.
E. Sumber-Sumber Ilmu Kalam
Pembahasan ilmu kalam selalu berdasarkan/bersumber pada
dua dalil yaitu dalil naqli(al-qur’an dan hadits) dan dalil aqli (dalil
fikiran) . Sebagai sumber Ilmu Kalam, Al-qur;an banyak menyinggung hal yang
berkaitan dengan masalah ketuhanan, diantaranya adalah
1. Q. S. Al-Ikhlas(112):3-4. ayat ini menunjukkan bahwa
tuhan tidak beranak dan tidak diperanakkan, serta tidak satupun di dunia ini
yang tampak sekutu (sejajar) dengan-Nya.
2. Q. S. Asy-Syura(42):7. ayat ini menunjukkan bahwa
Tuhan tidak menyerupai apapun di dunia ini. Ia Maha Mendengar dan Maha
Mengetahui.
3. Al-Furqan(25):59. ayat ini menunjukkan bahwa tuhan
Yang Maha Penyayang bertahta diatas Arsy. Ia pencipta langit, bumi, dan semua
yang ada diantara keduanya.
4. Q. S. Al-Fath. (48):10. ayat ini menunjukkan Tuhan
mempunyai tangan yang selalu berada diatas tangan-tangan orang yang melakukan
sesuatu selama mereka berpegang teguh dengan janji Allah.
5. Q. S. Thaha(20):39. ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan
mempunyai mata yang selalu digunakan untuk mengawasi seluruh gerak , termasuk
gerakan hati makhluknya.
6. Q. S. Ar-Rahman(55):27. ayat ini menunjukkan bahwa
Tuhan mempunyai wajah yang tidak akan rusak selama-lamanya.
7. Q. S. An-Nisa’(4)125. ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan
menurunkan aturan berupa agama . seseorang dikatakan telah melaksanakan aturan
agama apabila melaksanakannya dengan ikhlas karena Allah.
F. Faktor-faktor Timbulnya Ilmu Kalam
1. Faktor dari dalam(intern) :
a. Sebagian orang musyrik ada yang mentuhankan
bintang-bintang sebagai sekutu Allah. hal ini ditolak dengan firman Allah surat
Al-An’am ayat 76-78.
b. Ada yang mentuhan kan Nabi Isa as. Hal ini ditolak
dengan firman Allah surat Al-Maidah ayat 116.
c. Orang-orang yang menyembah berhala. Hal ini ditolak
dengan firman Allah surat al-an’am ayat 74.
d. Golongan yang tidak percaya akan kerasulan nabi(nabi
Muhammad saw. ) dan tidak percaya akan kehidupan akhirat. hal ini ditolak
dengan firman Allah surat al-Ambiya’ ayat 104.
e. Golongan orang-orang yang mengatakan semua yang
terjadi di dunia ini adalah perbuatan Tuhan semuanya dan Soal politik
(Khilafah) pemimpin negara. yang dimulai ketika Rasulullah meninggal dunia
serta peristiwa terbunuhnya usman dimana antara golongan yang satu dengan yang
lain saling mengkafirkan dan menganggap golongannya yang paling benar.
2. Sebab dari luar (ekstern) yaitu:
a. Danyak diantara pemeluk-pemeluk Islam yang mula-mula
beragam yahudi, masehi dan lain-lain, setelah fikiran mereka tenang dan sudah
memegang teguh Islam , mereka mulai mengingat-ingat agama mereka yang dulu dan
dimasukkannya dalam ajaran-ajaran Islam.
b. Golongan Islam yang dulu, terutama golongan mu’tazilah
memusatkan perhatiannya untuk penyiaran agama Islam dan membantah alasan-alasan
mereka yang memusuhi Islam. mereka tidak akan bisa menghadapi lawan-lawanya
kalau mereka sendiri tidak mengetahui pendapat-pendapat lawan-lawannya beserta
dalil-dalilnya. sehingga kaum muslimin memakai filsafat untuk menghadapi
musuh-musuhnya.
c. Para mutakallimin ingin mrngimbangi lawan-lawanya yang
menggunakan filsafat , dengan mempelajari logika dan filsafat dari segi
ketuhanan.
G. Hubungan aqidah ilmu kalam dengan ilmu keIslaman
lainnya (filsafat dan tasawwuf)
1. Titik persamaan
Ilmu kalam, filsafat dan tasawwuf mempunyai obyek
kemiripan. Obyek ilmu kalam ketuhanan dan yang berkaitan dengan-Nya. Obyek
kajian filsafat adalah masalah ketuhanan disamping masalah alam, manusia, dan
segala sesuatu yang ada. Sementara itu obyek kajian tasawwuf adalah Tuhan,
yakni upaya-upaya pendekatan terhadap-Nya. Jadi dilihat dari aspek objeknya,
ketiga ilmu itu membahas masalah yang berkaitan dengan ketuhanan. Argumentasi
filsafat sebagaimana ilmu kalam dibangun diatas dasar logika. Oleh karena itu ,
hasil kajiannya bersifat spekulatif(dugaan yang tak dapat dibuktikan secara
empiris, riset, dan eksperimen). Baik ilmu kalam, filsafat, maupun tasawwuf
berurusan dengan hal yang sama, yaitu kebenaran yang rasional.
2.
Titik Perbedaan
Perbedaan diantara ketiga ilmu itu tersebut terletak pada
aspek metodologinya. Ilmu kalam , sebagai ilmu yang menggunakan logika di
samping argumentasi-argumentasi naqliyah berfungsi untuk mempertahankan
keyakinan ajaran agama, yang sangat tampak nilai-nilai ketuhananya . Sebagian
ilmuwan bahkan mengatakan bahwa ilmu ini berisi keyakinan-keyakinan kebenaran,
praktek dan pelaksanaan ajaran agama, serta pengalaman keagamaan yang
dijelaskan dengan pendekatan rasional. Sementara filsafat adalah sebuah ilmu
yang digunakan untuk memperoleh kebenaran rasional. Metode yang digunakannya
pun adalah metode rasional. filsafat menghampiri kebenaran dengan cara
menuangkan (mengembarakan atau mengelana) akal budi secara radikal (mengakar)
dan integral (menyeluruh) serta universal tidak merasa terikat oleh ikatan
apapun kecuali oleh ikatan tangannya sendiri yang bernama logika. Adapun ilmu
tasawwuf adalah ilmu yang lebih menekankan rasa dari pada rasio. Sebagai sebuah
ilmu yang prosesnya diperoleh dari rasa, ilmu tasawwuf bersifat subyektif,
yakni sangat berkaitan dengan pengalaman seseorang. Dilihat dari aspek
aksiologi(manfaatnya), teologi diantaranya berperan sebagai ilmu yang mengajak
orang yang baru untuk mengenal rasio sebagai upaya mengenal Tuhan secara
rasional. Adapun filsafat, lebih berperan sebagai ilmu yang lebih berperan
sebagai ilmu yang mengajak kepada orang yang yang mempunyai rasio secara prima
untuk mengenal Tuhan secara lebih bebas melalui pengamatan dan kajian langsung.
Adapun tasawwuf lebih peran sebagai ilmu yang memberi kepuasan kepada orang
yang telah melepaskan rasionya secara bebas karena tidak memperoleh yang ingin
dicarinya. Sebagian orang memandang bahwa ketiga ilmu itu memiliki jenjang
tertentu . jenjang pertama adalah ilmu kalam, kemudian filsafat dan yang
terakhir adalah ilmu tasawwuf. Kesimpulan
1. Pengertian Aqidah Ilmu kalam adalah artinya ilmu yang
mempelajari ikatan/keyakinan seseorang tentang masalah ketuhanan dengan
menggunakan dalil-dalil fikiran dan disertai alasan-alasan yang rasional.
Nama-nama ilmu kalam yaitu ilmu ushuluddin, ilmu tauhid, fiqh al-akbar dan
teologi Islam. dan Ruang lingkupnya adalah tentang mengesakan tuhan yang
diperkuat dengan-dengan dalil-dalil rasional agar terhindar dari aqiah-aqidah
yang menyimpang.
2. Sejarah munculnya ilmu kalam adalah ketika Rasulullah
meninggal dunia dan peristiwa terbunuhnya usman diman antara golongan yang satu
dengan yang lain saling mengkafirkan dan menganggap golongannya yang paling
benar. dan sumber-sunber ilmu kalam adalah dalil naqli(al-qur’an dan hadits)
dan dalil aqli (dalil fikiran)
3. Faktor timbulnya ilmu kalam ada dua yaitu faktor
intern dan ekstern.
4. Hubungan ilmu kalam dengan ilmu keIslaman
lainnya(filsafat dan tasawwuf mempunyai persamaan dan perbedaan.
E.Pengertian
Imu Tauhid
Ditinjau dari sudut bahasa (etimologi ) ,kata tauhid adalah merupakan bentuk
kata mashdar dari asal kata kerja lampau yaitu : wahhada yuwahhidu wahdah yang
memiliki arti mengesakan atau menunggalkan . kemudian ditegaskan oleh ibnu
khaldun dalam kitabnya muqaddimah bahwa kata tauhid mengandung makna keesaan
tuhan. maka dari
pengertian ithimologi tersebut dapat diketahui bahwa tauhid mengandung makna
meyakinkan (mengi’tikadkan ) bahwa allah adalah satu tidak ad syrikat bagi-nya
Ditinjau dari sudut istilah ( terminologi ) , telah dipahami bersama bahwa
setiap cabang ilmu pengetahuan itu telah mempunyai obyek dan tujuan tertentu
.karena itu setiap cabang ilmu pengetahuan juga masing –masing mempunyai
batasan – batasan tertentu pula . demi batasan-batasan tersebut pengaruhnya
adalah sangat besar bagi para ilmuan dan cendikiawan didalam membahas, mengkaji
, dan menelaah obek garapan dari suatu cabang ilmu pengatahuan .
Demikian juga halnya pada kajian ilmu tauhid yang telah
di ta’rifkan oleh para ahli sebagai berikut :
a. syekh muhamad
abduh mengatakan bahwa :
ilmu tauhid adalah ilmu yang
membahas tentang wujud allah dan sifat sifat yang wajib ada pada-nya ,dan sifat
yang boleh ada padanya dan sifat yang tidak harus ada pada-nya ( mustahi ) , ia
juga membahas tentang para rasul untuk menegaskan tugas risalahnya , sifat
sifat yang wajib ada padanya yang boleh ada padanya ( jaiz ) dan yang tidak ada
padanya ( mustahil )
b. syekh husain affandi
al-jisral-tharablusymenta ’rifkan sebagai berikut :
ilmu tauhid ialah ilmu yang
membahas atau membicarakan bagaimana menetapkan aqidah ( agama islam ) dengan
menggunakan dalil-dalil yang meyakinkan
dari kedua ilmu ta’rif ilmu tauhid tersebut itu dapat lah
diambil suatu pengertian bahwa pada ta’rif pertama ( syekh muhamad abduh )
lebih menitik beratkan pada objek formal ilmu tauhid yakni pembahasan tentang
wuhud allah dengan segala sifat dan perbuatannya serta membahas tentang para
rasulnya , sifat-sifat dengan segala perbuatannya .sedangkan pada ta’rif kedua
( sekh husain al-jisr) menekankan pada metode pembahasannya yakni dengan
menggunakan dalil-dalil yang meyakinkan , dan yang dimaksud disini adalah dalil
naqli maupun dalil aqli.dengan demikian ilmu tauhid adalah salah satu cabang
ilmu study keislaman yang lebih memfokuskan pada pembahasan wujud allah dengan
segala sifat nya serta tentang para rasul nya , sifat – sifat dan segala
perbuatannya dengan berbagai pendekatan .
C.Objek Pembahasan Ilmu Tauhid
Obyek pembahasan atau yang menjadi lapangan bahasan ilmu tauhid pada garis
besarnya dibagi pada tiga bagian utama yaitu :
tauhid ilahiyah (ketuhanan) yaitu bagian ilmu tauhid yang
membahas masalah ketuhanan , hal ini terdiri dari :
tauhid uluhiyyah yaitu membahas tentang keesaan allah
dalam dzat –nya tidak terdiri dari beberapa unsur atau oknum , dia (allah)
sebagai dzat yang wajib disembah dan dipuja dengan ikhlas ,semua pengabdian
hambanya semata-mata hanya untuknya seperti berdoa dan lain-lain sebagai mana
yang dinyatakan dalam firman allah swt dalam surat al-ikhlas ayat 1- 4
tauhid rububiyah , yaitu pembahasan tentang allah sebagai
arrabu yaitu esa dalam penciptaannya pemeliharaan dan pengaturan semua
makluhnya sebagai firman allah yang menjelaskan siapakah yang memberi rezeki
pada manusia dalam surat yunus ayat 31
tauhid dzat , sifat – sifat dan nama – nama nya yaitu
pembahasan tentang sifat sifat dan nama-nama yang disebut sendiri oleh allah
dan rasulnya yang tidak sama dengan makluhnya sifat dan nama-nmanya adalah
agung dan sempurna kita tidak boleh memberi nama dan sifat yang dapat
mengurangi keagungan dan kesempurnaan nya atau menyusuaikan nama-nama dan sifat
sifat itu dengan yang lain seperti membagaimanakan , menggambarkan dan
lain-lain .sebagaiman firman allah dalam surat al-a’raaf ayat 180 .
tauhid nubuwwah ( kenabian ) yaitu bagian ilmu tauhid
yang membahas masalah kenabian ,kedudukan dan peranan serta sifat sifat dan
keistimewaannya , sebagaimana firman allah dalam surat an-nahl ayat 43.
tauhid sam’iyyat ,yaitu sesuatu yang diperoleh lewat
pendengaran dari sumber yang meyakinkan yakni al-qur’an dan al-hadits ,misalnya
tentang alam kubur , azab kubur ,hari kebangkitan dipadang mashar ,alam akhirat
,tentang ’arsy ,lauh mahfudz ,dan lain-lain. seperti yang disebutkan dalam
firman allah surat az-zumar ayat 60 .
D.Dasar-dasar Ilmu Tauhid
Syekh husain al-jisr menjelaskan bahwa didalam membahas
ilmu tauhid mempergunakan dalil-dalil yang meyakinkan yakni dalil naqli dan
aqli . dalil naqli adalah pengetahuan tentang masalah – masalah agama yang
diambil dari alquran dan hadis yang shaheh . dengan dalil naqli tersebut
diketahui keterangan – keterangan tentang tuhan dan segala sifat dan
perbuatannya serta menunjukan bahwa segala makhluh berada dalm lingkungan hukum
alam ( sunnah allah ) yang tidak berubah dan bertukar , sebagaimana tersebut
dalam firman allah surat al-fath ayat 23.
Jadi , sifat suatu dalil naqli adalah sebagai pembuktian
suatu dalil , dan merupakan akhir dari pembahasan yang penjang sesuai dengan
yang ditunjuk oleh dalil , sebagai contoh pembuktian surat al-baqarah ayat 225
.
Adapun dalail naqli adalah pengetahuan yang didapatkan
dari keputusan akal yang sehat berdasarkan cara berfikir yang telah ditentukan
oleh ilmu pengetahuan , sifat dalil ini adalah sebagai sarana penyimpulan
keterangan suatu peristiwa , bertolak dari beberapa peristiwa nyata kemudian
diambil satu atau lebih kesimpulan yang benar , sebagai contoh adanya teori
gerak , bahwasanya setiap makluh merupakan kumpulan dari sejumlah gerakan
sebagai tanda kehidupannya dengan gerakan awal dan gerakan awal itu pasti ada
penggeraknya , yaitu tuhan allah SWT .
E.Fungsi Ilmu Tauhid dalam Bidang Ilmu dan Amalan Islam
Berdasarkan pada pengertian dan kedudukan ilmu tauhid
yang mendasari semua keilmuan dan amalan dalam islam , maka ilmu tauhid
berfungsi dalam ( 2 ) bidang yang salin terjalin antara yang satu bidang dengan
yang lainnya yaitu :
Dalam Bidang I’tiqoyah
ilmu tauhid berfungsi memberikan dasar dan landasan
mental ( basic mentalty ) yang kuat bagi keimanan seorang muslim terhadap
keesaan tuhan sebagai satu-satu nya sesembahan dalam ibadah ( tauhid uluhiyah )
memberikan penerangan yang bersifat dakwah terhadap
orang-orang non muslim untuk diajak beriman secara tauhid yang tidak bercampur
dengan kemusrikan dengan penjelasan yang baik dan bijaksana , baik dalam artian
menolak terhadap semua ajaran ketuhanan yang salah diinterpretasikan maupun
bersifat operatif terhadap pemahaman yang bersifat merusak kemurnian tauhid .
Dalam Bidang Ijtihad
Dalam bidang ini ilmu tauhid berfungsi :
menjelaskan dan membahas obyek ilmu tauhid secara ilmiah
, dengan berdasarkan dalil naqli yang shahih dan dikuatkan dengan dalil aqli
yang tidak bertentangan / menyimpang dari ajaran islam itu sendiri
melengkapi dasar dasar / landasan ilmiah bagi keimanan
orang-orang islam yang sekaligus berarti mempersenjatai mereka dengan dalil
dalil ilmiyah . dengan demikian agar orang orang islam memiliki kekebalan dan
kemampuan terhadap unsur unsur yang akan menggoyahkan keimanan mereka dalam
bidang i’tiqad
karena itu dengan modal tersebut diharapkan dapat jadi
pandangan atau sebagai falsafah hidup bagi kaum muslimin dalam menjalani
kehidupannya yang dalam hal ini sebagai ” way of life ”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan Komentar anda di sini