Senin, 15 Juni 2015

SYUF'AH

BAB I
PENDAHULUAN
   1.      Latar Belakang
Sejak masyarakat jahiliyah, sudah sering dikenal adanya kerja sama dalam lapangan ekonomi. Baik yang bersifat produktif atau bentuk kerja sama dalam kepemilikan suatu harta oleh dua orang atau lebih. Kemudian bagaimana jika salalh stu dari orang yang ikut dalam perkongsian tersebut ingin menjual haknya kepada pihak lain yang juga ikut prsekutuan itu? Bolehkah salah seorang melakukan hal tersebut kepada pihak yang tidak ikut dalam perkongsian tersebut?.
Menurut ketentuan agama, pihak-pihak yang termasuk dalam perekutuan itu tidak boleh menjual haknya kepada orang lain secara sendiri-sendiri tanpa persetujuan anggota persekutuan.Jika Hal tersebut terjadi, maka anggota lain yang dalam persekutuna itu dapat meminta secara paksakepada pihak mpembeli. Semua yang ditulis di atas, akan dijelaskan lebih terperinci pada makalah ini.
   2.      Rumusan Masalah
a.       Apa pengertian syuf’ah?
b.      Apa dalil-dalil syuf’ah?
c.       Apa rukun syuf’ah?
d.      Apa syarat-syarat syuf’ah?
e.       Apa hikmah syuf’ah?

   3.      Tujuan Pembahasan
a.       Untuk mengetahui pengertian syuf’ah
b.      Untuk mengetahui dalil-dalil mengenai syuf’ah
c.       Untuk memahami rukun-rukun syuf’ah
d.      Untuk memahami syarat-syarat syuf’ah
e.       Untuk mengetahui himak syuf’ah




BAB II
PEMBAHASAN
1.    Pengertian
Menurut bahasa, syuf’ah berarti penggabungan secara paksa atas sesuatu hak yang sudah dijual kepihak lain supaya dijual kembali kepada pihak yang lebih berhak, yakni anggota perserikatan. Maka syuf’ah berarti pemilikan barang-barang yang diperkongsikan (Al-masyfu’) oleh pihak yang bergabung pada persekutuan milik secara paksa dari pihak yang membeli dengan cara mengganti nilai harga jualyang sudah dilakukan.
Contoh: A dan B miliki sebuah rumah secara bersama, tanpa sepengetahuan dan seizing si A, B menjual haknya kepada C. Dalam keadaan demikian itu, A mempunyai hak syuf’ah, dengan secara paksa mengambil  rumah itu dari C, melalui cara ganti rugi sebesar penjualan yang dilakukan B kepada C. jadi pengambilan harta secara paksa atas harta perkongsian yang tealh dijual kepada pihak luar tanpa kerelaan atau persetujuan pihak-pihak yang berserikatdengan cara menebus harga jual, itulah yang dinamakan suf’ah.

2.    Dalil yang dijadikan argument yang berkaitan dengan syuf’ah adalah hadits Nabi Muhammad saw, yang berbunyi:

قَضى رضسُلُ اللهَ صلَّى اللهُ عليْهِ وَسَلّم بِالشُّفْعَةِ فِى كُلِّ شِرْكَةٍ لَمْ تُقْسَمْ رُبْعَةٌ أَوْحَائِطٌ لاَ يَحِلُّ لهُ 
اَنْ يبِع حَتَّى يُؤْذِن شَرِيْكُهُ فَإِنْشَاءَ أَخذَ وإِنْشَاء ترَكَ فَإِذَا بَاعَ وَلَمْ يُؤْذِنُهُ فَهُوَ اَحَقَّ بِهِ

Artinya: “Rosulullah saw, telah menetapkan adanya hak syuf’ah atas setiap perkongsian, terhadap rumah atau kebun. Tidaklah dihalalkan seseorang diantara anggota persekutuan itu menjual barang yang mereka miliki sebelum izin persekutuannya. Jika seorang anggota perkongsian itu ingin (membeli hak-hak yanga akan dijual oleh patnernya) maka ia boleh mengambil dan bila ia tidak berminat, iapun boleh meninggalkannya. Jika penjual itu berlangsung tanpa izin para kolegannya dalam pemilikan itu, maka para anggota perkongsian itulah yang paling berhak atas bagian yang dijual tersebut.”
Pada riwayat lain disebutkan bahwa rosulullah saw bersabda:
مَنْ كَانض لهُ شِرْكٌ فِى نَخْلِ اَوْرُعْبَةٍ فَلَيْسَ لَهُ اَنْ يَبِيْعَ حَتَّ يُؤْذِن شَرِيْكُهُ فَإِنْ رَضِىَ اَخَذُ وَاِنْ كَرِهَ تَرك
Artinya: “Barang siapa yang mengadakan persekutuan  dlam kepemilikan kebun atau rumah, maka salah seorang diantara mereka tidak boleh menjual haknya, sebelum mendapat izin dari semua pihak uyang ikut dalam persekutuan itu. Bila ia ingin juga menjualnya, sedangkan para anggota persekutuan tersebut ada yang berminat kepada bagian yang dijual tersebut, maka orang yang berminat itu berhak mengambil (membelinya), dan bila ia tidak berminat, maka ia berhak untul meninggalkannya.”

3.    Rukun-rukun Syuf’ah

a.       Pihak yang mempunyai hak beli paksa (Syafi’)
Yaitu angota yang berserikat atas pemilikan barang yang sudah dijual. jika  sudah ditentukan bagian masing-masing, maka syuf’ah tidak bisa dilakukan.

 (فَصْلٌ) وَالشُّفْعَةُ وَاجِبَة بِالخُلْطَةِ دُوْنَالجِوَارِ, فِيْما يَنْقَسِمُ دُوْن ماَ لاَ يَنْقَسِمُ, وفِى كُلِّ مالاَ يُنْقَلُ مِنَ الأَرْضِ كَالْعقَارِ وَغَيْرِهِ, بِالثَّمَنِ الّذِى وَقَعَ عَليْهِ البَيْعُ. فإِنْ أَخَّرَهَا مَعَ القُدْرَةِ علَيْهَا بَطَلَتْ
Artinya: “(pasal) Syuf’ah itu wajib lantaran percampuran, bukan pergandengan, dalam hal yang terbagi, bukan yang tidak terbagi, juga dalam setiap yang tidak dapat dipindah dari bumi, seperti rumah dan lainnya, dengan harga yang terjadi saat penjualan.”

Dasar ketentuan tersebut adalah hadits riwayat Bukhori dan Muslim dari Jbir RA, katanya:

قَضَ رسُلُاللهِ صلَّى اللهُ عليْهِ وَسَلّم بِالشُّفْعَةِ فِى كُلِّ مالمْ يُقْسِمْ. وَعِنْدض مُسْلِمٍ: فِى أرْضٍ أَوْ ربْعٍ أَوْ حَا ئِطٍ فَإِذَا وَقَعَتِ الحُدُوْدِ وَصُرِّفَتِالطُّرُقِ فَلَا شُفْعَةٌ.
Artinya: “Rasulullah saw memutuskan dengan syuf’ah terhadap setiap yang tidak dapat dibagi. Menurut riwayat Muslim: terhada tanah, rumah atau kebun, oleh sebab itu, apabila dibuatkan batas dan disendirikan jalan maka tidak ada syuf’ah.”
   b.      Objek syuf’ah
Adalah barang yang berhak dibeliu secara paksa (Al-masyfu’ ‘alaih). Ada sebagian yang berpendapat megenai harta bendanya. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, Ibnu majah, Abu daud, Nasaiy, Ahmad bin hanbal dalam kitab hadits merka masing-masing.
جعَلَ رسُلُاللهِ صلَّى اللهُ عليْهِ وَسَلّم بِالشُّفْعَةِ فِى كُلِّ شَيْئٍ حَالٍ
Artinya:”Rosulullah saw, sudah menentukan bahwa hak syuf’ah itu bisa beraku atas segala jenis harta. ”
   c.       Orang yang harus menjual kembali harta syuf’ah kepada anggota persero (Al-masyfu’ fih).
Para ulama’ sepakat bahwa orang yang harus menjual kembali barang syuf’ah kepada anggota persekutuan adalah orang yang menerima pemindahan milik anggota persekutuan melalui jual beli atau dari tetangga, bagi yang mengakui adanya hak syuf’ah bagi tetangga. Adapun pemindahan hak milik yang bukan dengan cara jual beli, diperselisihkan oleh para fukaha.
   d.      Cara melakukan syuf’ah
Syuf’ah harus dilakukan secepat mungkin, dalam arti,  bila syafi’ hendak melakukan syuf’ah maka ia mestilah melaksanakannya setelah ia mengetahui adanya pemindahan hak milikoleh anggota persekutuannya. Bila ia memperlambat pelaksanaan syuf’ah tanpa suatu halangan yang bisa diterima, maka hak syuf’ah akan menjadi gugur.

Ibnu majah meriwayatkan dari hadits Ibnu Umar, katanya:
قَالَ رسُلُاللهِ صلَّى اللهُ عليْهِ وَسَلّم : الشُّفْعَةُ كحَلِّ العِقَالِ (عن ابى ماجد عن ابى عمر رضى الله عنهما )
Artinya: “Rasulullah saw bersabda: “Syuf’ah itu seperrti melepas tali pengikat”.”
Makssudnya, Syuf’ah itu akan hilang kalau tidak segera diminta, seperti halnya onta ketika lepas dari tali pengikatnuya akan lari menghilang kalau tidak segera didahului.

4.    Syarat-syarat
a.       Perpindahan hak melalui akad jual beli dan tanpa diketahui oleh rekannya
b.      Properti, rumah dan pohon menurut sebagian pendapat
c.       Kepemilikan bersama belum dibagi, belum dikavling
d.      Mengambil alih seluruh hak, bukan sebagian
e.       Kemampuan membayar hak rekannya
f.       Segera menuntut hak saat mengetahui

5.     Hikmah
            Adanya syuf’ah ini diatur oleh agama untuk memelihara ketenangan dan keutuhan para pemilik harta bersama itu dari berbagai gangguan,baik gangguan terhadap hak milik atau ketenangan para anggota. Dalam hal ini, unsure ketenangan dan kedamaian, sebagai salah satu asas dalam lapangan muamalat, haruslah benar-benar diperhatikan. Berangkat dari sasaran ingin menciptakan ketenangan dalam kelompok perkongsian itu, maka inti pokok bagaiamana cara pembagian masyfu’ serta berapa kadar bagian masing-masing haruslah dipulangkan pada kesepakatan para syafi’ atau pada  kebiasaan yang berlaku pada masyarakat.


BAB III
KESIMPULAN

syuf’ah berarti penggabungan secara paksa atas sesuatu hak yang sudah dijual kepihak lain supaya dijual kembali kepada pihak yang lebih berhak, yakni anggota perserikatan. Maka syuf’ah berarti pemilikan barang-barang yang diperkongsikan (Al-masyfu’) oleh pihak yang bergabung pada persekutuan milik secara paksa dari pihak yang membeli dengan cara mengganti nilai harga jualyang sudah dilakukan.
Untuk bisa terwujud syuf’ah ada empat unsur yang mesti ada, yaitu; pihak yang mempunyai hak beli paksa, ada objek, ada orang yang harus menjual, dan cara melakukan syuf’ah. Dan hikmah syuf’ah yaitu untuk memelihara ketenangan dan keutuhan para pemilikharta bersama itu dari berbagai gangguan, agar tercipta ketentraman, dan kedamaian.



Daftar Pustaka
    Karim Hilmi, Fiqih Muamalah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002
    Baidaie Muhammad Hasan, Fiqih Islam, Yogyakarta: Sumbangsih Offset, 1984



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan Komentar anda di sini