PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Sejak masyarakat jahiliyah, sudah sering dikenal adanya kerja
sama dalam lapangan ekonomi. Baik yang bersifat produktif atau bentuk kerja
sama dalam kepemilikan suatu harta oleh dua orang atau lebih. Kemudian
bagaimana jika salalh stu dari orang yang ikut dalam perkongsian tersebut ingin
menjual haknya kepada pihak lain yang juga ikut prsekutuan itu? Bolehkah salah
seorang melakukan hal tersebut kepada pihak yang tidak ikut dalam perkongsian
tersebut?.
Menurut ketentuan agama, pihak-pihak yang termasuk dalam
perekutuan itu tidak boleh menjual haknya kepada orang lain secara
sendiri-sendiri tanpa persetujuan anggota persekutuan.Jika Hal tersebut
terjadi, maka anggota lain yang dalam persekutuna itu dapat meminta secara
paksakepada pihak mpembeli. Semua yang ditulis di atas, akan dijelaskan lebih
terperinci pada makalah ini.
2.
Rumusan Masalah
a. Apa pengertian syuf’ah?
b. Apa dalil-dalil syuf’ah?
c. Apa rukun syuf’ah?
d. Apa syarat-syarat syuf’ah?
e. Apa hikmah syuf’ah?
3.
Tujuan Pembahasan
a. Untuk mengetahui pengertian syuf’ah
b. Untuk mengetahui dalil-dalil mengenai syuf’ah
c. Untuk memahami rukun-rukun syuf’ah
d. Untuk memahami syarat-syarat syuf’ah
e. Untuk mengetahui himak syuf’ah
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian
Menurut bahasa, syuf’ah berarti penggabungan secara
paksa atas sesuatu hak yang sudah dijual kepihak lain supaya dijual kembali
kepada pihak yang lebih berhak, yakni anggota perserikatan. Maka syuf’ah
berarti pemilikan barang-barang yang diperkongsikan (Al-masyfu’) oleh pihak
yang bergabung pada persekutuan milik secara paksa dari pihak yang membeli
dengan cara mengganti nilai harga jualyang sudah dilakukan.
Contoh: A dan B miliki sebuah rumah secara bersama,
tanpa sepengetahuan dan seizing si A, B menjual haknya kepada C. Dalam keadaan
demikian itu, A mempunyai hak syuf’ah, dengan secara paksa mengambil rumah itu dari C, melalui cara ganti rugi
sebesar penjualan yang dilakukan B kepada C. jadi pengambilan harta secara
paksa atas harta perkongsian yang tealh dijual kepada pihak luar tanpa kerelaan
atau persetujuan pihak-pihak yang berserikatdengan cara menebus harga jual,
itulah yang dinamakan suf’ah.
2. Dalil yang dijadikan
argument yang berkaitan dengan syuf’ah adalah hadits Nabi Muhammad saw, yang
berbunyi:
قَضى رضسُلُ اللهَ صلَّى اللهُ
عليْهِ وَسَلّم بِالشُّفْعَةِ فِى كُلِّ شِرْكَةٍ لَمْ تُقْسَمْ رُبْعَةٌ
أَوْحَائِطٌ لاَ يَحِلُّ لهُ
اَنْ يبِع حَتَّى يُؤْذِن شَرِيْكُهُ فَإِنْشَاءَ
أَخذَ وإِنْشَاء ترَكَ فَإِذَا بَاعَ وَلَمْ يُؤْذِنُهُ فَهُوَ اَحَقَّ بِهِ
Artinya:
“Rosulullah saw, telah menetapkan adanya hak syuf’ah atas setiap perkongsian,
terhadap rumah atau kebun. Tidaklah dihalalkan seseorang diantara anggota
persekutuan itu menjual barang yang mereka miliki sebelum izin persekutuannya.
Jika seorang anggota perkongsian itu ingin (membeli hak-hak yanga akan dijual
oleh patnernya) maka ia boleh mengambil dan bila ia tidak berminat, iapun boleh
meninggalkannya. Jika penjual itu berlangsung tanpa izin para kolegannya dalam
pemilikan itu, maka para anggota perkongsian itulah yang paling berhak atas bagian
yang dijual tersebut.”
Pada riwayat
lain disebutkan bahwa rosulullah saw bersabda:
مَنْ كَانض لهُ شِرْكٌ فِى نَخْلِ اَوْرُعْبَةٍ فَلَيْسَ
لَهُ اَنْ يَبِيْعَ حَتَّ يُؤْذِن شَرِيْكُهُ فَإِنْ رَضِىَ اَخَذُ وَاِنْ كَرِهَ
تَرك
Artinya: “Barang
siapa yang mengadakan persekutuan dlam
kepemilikan kebun atau rumah, maka salah seorang diantara mereka tidak boleh
menjual haknya, sebelum mendapat izin dari semua pihak uyang ikut dalam
persekutuan itu. Bila ia ingin juga menjualnya, sedangkan para anggota persekutuan
tersebut ada yang berminat kepada bagian yang dijual tersebut, maka orang yang
berminat itu berhak mengambil (membelinya), dan bila ia tidak berminat, maka ia
berhak untul meninggalkannya.”
3.
Rukun-rukun Syuf’ah
a. Pihak yang mempunyai hak beli paksa (Syafi’)
Yaitu angota yang berserikat atas
pemilikan barang yang sudah dijual. jika
sudah ditentukan bagian masing-masing, maka syuf’ah tidak bisa dilakukan.
(فَصْلٌ) وَالشُّفْعَةُ
وَاجِبَة بِالخُلْطَةِ دُوْنَالجِوَارِ, فِيْما يَنْقَسِمُ دُوْن ماَ لاَ يَنْقَسِمُ,
وفِى كُلِّ مالاَ يُنْقَلُ مِنَ الأَرْضِ كَالْعقَارِ وَغَيْرِهِ, بِالثَّمَنِ
الّذِى وَقَعَ عَليْهِ البَيْعُ. فإِنْ أَخَّرَهَا مَعَ القُدْرَةِ علَيْهَا
بَطَلَتْ
Artinya: “(pasal) Syuf’ah itu wajib lantaran
percampuran, bukan pergandengan, dalam hal yang terbagi, bukan yang tidak
terbagi, juga dalam setiap yang tidak dapat dipindah dari bumi, seperti rumah
dan lainnya, dengan harga yang terjadi saat penjualan.”
Dasar ketentuan tersebut adalah hadits riwayat Bukhori
dan Muslim dari Jbir RA, katanya:
قَضَ
رسُلُاللهِ صلَّى اللهُ عليْهِ وَسَلّم بِالشُّفْعَةِ فِى كُلِّ مالمْ يُقْسِمْ.
وَعِنْدض مُسْلِمٍ: فِى أرْضٍ أَوْ ربْعٍ أَوْ حَا ئِطٍ فَإِذَا وَقَعَتِ
الحُدُوْدِ وَصُرِّفَتِالطُّرُقِ فَلَا شُفْعَةٌ.
Artinya: “Rasulullah saw memutuskan dengan syuf’ah terhadap
setiap yang tidak dapat dibagi. Menurut riwayat Muslim: terhada tanah, rumah
atau kebun, oleh sebab itu, apabila dibuatkan batas dan disendirikan jalan maka
tidak ada syuf’ah.”
b. Objek syuf’ah
Adalah barang yang berhak dibeliu
secara paksa (Al-masyfu’ ‘alaih). Ada sebagian yang berpendapat megenai harta
bendanya. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, Ibnu majah, Abu daud,
Nasaiy, Ahmad bin hanbal dalam kitab hadits merka masing-masing.
جعَلَ
رسُلُاللهِ صلَّى اللهُ عليْهِ وَسَلّم بِالشُّفْعَةِ فِى كُلِّ شَيْئٍ حَالٍ
Artinya:”Rosulullah saw, sudah
menentukan bahwa hak syuf’ah itu bisa beraku atas segala jenis harta. ”
c. Orang yang harus menjual kembali harta syuf’ah kepada anggota
persero (Al-masyfu’ fih).
Para
ulama’ sepakat bahwa orang yang harus menjual kembali barang syuf’ah kepada
anggota persekutuan adalah orang yang menerima pemindahan milik anggota
persekutuan melalui jual beli atau dari tetangga, bagi yang mengakui adanya hak
syuf’ah bagi tetangga. Adapun pemindahan hak milik yang bukan dengan cara jual
beli, diperselisihkan oleh para fukaha.
d. Cara melakukan syuf’ah
Syuf’ah
harus dilakukan secepat mungkin, dalam arti,
bila syafi’ hendak melakukan syuf’ah maka ia mestilah melaksanakannya
setelah ia mengetahui adanya pemindahan hak milikoleh anggota persekutuannya.
Bila ia memperlambat pelaksanaan syuf’ah tanpa suatu halangan yang bisa
diterima, maka hak syuf’ah akan menjadi gugur.
Ibnu
majah meriwayatkan dari hadits Ibnu Umar, katanya:
قَالَ رسُلُاللهِ صلَّى اللهُ
عليْهِ وَسَلّم : الشُّفْعَةُ كحَلِّ العِقَالِ (عن
ابى ماجد عن ابى عمر رضى الله عنهما )
Artinya:
“Rasulullah saw bersabda: “Syuf’ah itu seperrti melepas tali pengikat”.”
Makssudnya,
Syuf’ah itu akan hilang kalau tidak segera diminta, seperti halnya onta ketika
lepas dari tali pengikatnuya akan lari menghilang kalau tidak segera didahului.
4.
Syarat-syarat
a. Perpindahan hak melalui akad jual beli dan tanpa diketahui oleh
rekannya
b. Properti, rumah dan pohon menurut sebagian pendapat
c. Kepemilikan bersama belum dibagi, belum dikavling
d. Mengambil alih seluruh hak, bukan sebagian
e. Kemampuan membayar hak rekannya
f. Segera menuntut hak saat mengetahui
5.
Hikmah
Adanya syuf’ah ini diatur oleh agama
untuk memelihara ketenangan dan keutuhan para pemilik harta bersama itu dari
berbagai gangguan,baik gangguan terhadap hak milik atau ketenangan para
anggota. Dalam hal ini, unsure ketenangan dan kedamaian, sebagai salah satu
asas dalam lapangan muamalat, haruslah benar-benar diperhatikan. Berangkat dari
sasaran ingin menciptakan ketenangan dalam kelompok perkongsian itu, maka inti
pokok bagaiamana cara pembagian masyfu’ serta berapa kadar bagian masing-masing
haruslah dipulangkan pada kesepakatan para syafi’ atau pada kebiasaan yang berlaku pada masyarakat.
BAB III
KESIMPULAN
syuf’ah berarti penggabungan secara paksa atas sesuatu hak
yang sudah dijual kepihak lain supaya dijual kembali kepada pihak yang lebih
berhak, yakni anggota perserikatan. Maka syuf’ah berarti pemilikan
barang-barang yang diperkongsikan (Al-masyfu’) oleh pihak yang bergabung pada
persekutuan milik secara paksa dari pihak yang membeli dengan cara mengganti nilai
harga jualyang sudah dilakukan.
Untuk bisa terwujud syuf’ah ada empat unsur yang mesti ada,
yaitu; pihak yang mempunyai hak beli paksa, ada objek, ada orang yang harus
menjual, dan cara melakukan syuf’ah. Dan hikmah syuf’ah yaitu untuk memelihara
ketenangan dan keutuhan para pemilikharta bersama itu dari berbagai gangguan,
agar tercipta ketentraman, dan kedamaian.
Daftar Pustaka
Karim Hilmi, Fiqih
Muamalah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002
Baidaie Muhammad Hasan, Fiqih
Islam, Yogyakarta: Sumbangsih Offset, 1984
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan Komentar anda di sini