BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Pengaruh perkembangann sains dan teknologi
dalam berbagai kehidupan semakin meningkat, terutama karena desakan tuntutan masyarakat
baik di level lokal,nasonal maupun global. Untuk menyesuaikan dan mengantisipasi
pengaruh tersebut diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas.
Berkaitan dengan hal tersebut, pembangunan
nasional Indonesia saat inipun memerlukan dukungan sumber daya manusia yang
berkualitas untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Personil yang telah ada
sebagian besar masih belum mampu menyelesaikan pekerjaan pada jenjangnya
masing-masing. Oleh sebab itu sasaran umum Pembangunan Jangka Panjang Kedua
untuk menciptakan kualitas manusia dan kualitas masyarakat merupakan keputusan strategis
yang seyogayanya diimplementasikan dalam berbagai sektor Pemerintahan. Pengelolaan
sumber daya manusia tidak hanya terpusat pada kegiatan seleksi, penempatan,
pengupahan, pelatihan, transfer, promosi serta berbagai tindakan
lainnya, yang fokusnya adalah pada kepentingan organisasi kerja.
Tugas
utama dari pengelolaan sumber daya seringkali hanya mengusahakan agar personil
dapat bekerja secara efektif. Perhatian yang terlampau terpusat pada
kepentingan organisasi kerja cenderung disertai pengbaian hak-hak mereka untuk diperlakukan
secara manusiawi. Strategi pembangunan yang manusiawi, bukan saja
memperhitungkan peningkatan kualitas sumber daya manusia, dikenal dengan
istilah strategi pengembangan sumber daya manusia atau human resources development. Tapi dalam artian yang luas pengembangan
sumber daya manusia terutama meliputi pendidikan dan pelatihan, peningkatan
kesehatan manusiawi, yang menyegarkan dalam organisasi, dan pertemuan ilmiah
seperti seminar, simposium perlu untuk ditingkatkan.
Ciri
yang konkrit dari program pendidikan dan pelatihan dalam peningkatan mutu unjuk
kerja personil selalu berkembang, karena kebutuhan organisasi kerja dan
masyarakat selalu berubah.Kekuatan potensial yang dapat menimbulkan perubahan adalah
yang saling berkaitan.
Namun kegagalan bisa terjadi manakala saling
tumbang tindih yang satu dengan yang lain, maka mungkin saja program pendidikan
dan pelatihasn merupakan salah satu bentuk secara sengaja, tidak mampu
menimbulkan perubahan yang substansial dalam rangka suatu rekayasa. Penelaahan
seperti ini adalah tidak memadai apabila analisisnya terbatas pada efisiensi
dan efektivitas internal sebagai sebuah program dengan sistem tertutup.
Persoalan akan terungkap lebih jelas, jika dianalisis pula faktor eksternal,
terutama faktor organisasi kerja dalam mendayagunakan personil yang telah
melalui proses pendidikan dan pelatihan.Di tengah-tengah berbagai sumber
kekuatan atau berbagai jenis potensi untuk program yang mengandung potensi
untuk menimbulkan perubahan organisasi, maka isu kritisnya adalah seberapa kuat
impuls yang bersumber dari peraturan dan program pendidikan dan pelatihan yang
mampu berperan sebagai “pemicu”dalam perubahan organisasi atau pencapaian
tujuan yang telah ditetapkan.
B.
Rumusan Masalah
a. Apakah pengaruh sains dan teknologi dalam kehidupan?
b. Apakah tugas dari pengeola sumber daya
manusia?
c. Apa ciri konkrit dari program pelatihan
dan pendidikan dalam meningkatkan
mutu kerja para personil?
C.
Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui pengaruh dari sains dan teknologi dalam
kehidupan.
b. Untuk memahami tugas dari pengelola
sumber daya manusia.
c. Untuk mengerti ciri konkrit dari program
dan pendidikan dalam
meningkatkan
mutu kerja para personil.
BAB ll
PEMBAHASAN
PERANAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN DALAM
PENGEMBANGAN
SUMBER DAYA MANUSIA
1.
ANALISIS SWOT DALAM PENGEMBANGAN SUMBER
DAYA MANUSIA .
Dalam pengembangan SDM banyak faktor yang mempengaruhi
terhadap keberhasilan maupun kegagalan dalam meningkatkan kinerja organisasi.
Berbagai analisis yang digunakan dimaksudkan untuk melakukan telaah terhadap
berbagai situasi atau keadaan lingkungan baik lingkungan internal maupun
eksternal. Salah satu instrumen penting mengantisiapsi situasi dan kondisi perlu
menggunakan analisis SWOT seperti yang ditegaskan oleh Hunger dan Wheelen, “The factor are most importance to the corporation’s future are refered to as strategic factors and summarized with the acronym S.W.O.T, standing for Strength, Weaknesses, Oppotunities, and Threats (Hunger dan Wheelen, 1993:12). Analisis SWOT
mengembangkan strength (kekuatan), weaknesses (kelemahan), oppotunities (kesempatan), dan threats (ancaman). Pendekatan ini berusaha
mengembangkan kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan internal organisasi (Looking In), dengan memperhatikan kesempatan-kesempatan
dan ancaman-ancaman yang ada dari lingkungan eksternal (Looking Out). Di sini dibicarakan khusus yang berkenaan
dengan Sumber Daya Manusia di Lingkungan Pemerintahan.
Komponen tersebut akan dibahas berikut ini satu per satu.
1. Kekuatan ( Strength )
Faktor yang menjadi kekuatan dalam
pengembangan dan pembinaan SDM adalah setiap kebijakan yang diputuskan pemerintah
baik dalam bentuk Program Pembanguan Jangka Menengah Nasional , maupun UU dan
Peraturan Pemerintah yang dikeluarkan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara sebagai pedoman bagi pada pelaksana di lapangan. Prioritas pembangunan
yang berkaiktan dengan SDM adalah bahwa: “Pembangunan sumber daya manusia agar
makin meningkat kualitasnya sehingga dapat mendukung pembangunan ekonomi melalui
peningkatan produktivitas dengan pendidikan nasional yang makin merata dan
bermutu, disertai peningkatan dan perluasan pendidikan keahlian yang dibutuhkan
berbagai bidang pembangunan, serta pengembangan ilmu pengetahuan dan tekonologi
yang makin mantap”. Di Indonesia telah diadakan berbagai pendidikan dan pelatihan
dari berbagai bidang atau profesi dengan maksud meningkatkan ketrampilan,
pengetahuan dan profesionalisme pegawai agar diperoleh kinerja yang optimal. Mutu
unjuk kerja personil setelah bertugas kembali menunjukkan kemampuan
menyelesaikan tugas dengan rasa percaya diri yang cukup tinggi. Dengan demikian
kita telah memiliki kekuatankekuatan berupa peraturan pendukung, sejumlah
personil yang telah dilatih, dan ketrampilan kompetitif yang baik.
2. Kelemahan ( weaknesses)
Dalam pengembangan dan pembinaan Aparatur
Negara masih ditemui sistem manajemen yang belum efisien dan efektif. Di antara
kelemahan atau kendala yang dihadapi (U. Husna, 1995) adalah:
a) Pengkajian mutu unjuk kerja personil di
lingkungan Pemerintah Kabupaten/kota yang baru sampai pada taraf melakukan
investarisasi pendidikan kedinasan yang telah diikuti personil dan memberikan
rekomendasi untuk mengikuti seleksi pendidikan dan pelatihan berikutnya.
b) Mutu unjuk kerja personil yang telah
mengikuti pendidikan dan pelatihan sebagian masih rendah karena masih terdapat keraguan
dalam menyelesaikan tugas. Mereka memerlukan penambahan pengetahuan dan
ketrampilan sesuai dengan jabatannya. Perilaku personil setelah mengikuti
pendidikan dan pelatihan tidak seluruhnya dapat memberikan kontribusi
untuk
pengembangan organisasi.
c) Persiapan Pelaksanaan Pendidikan dan
Pelatihan tidak melibatkan seluruh penatar atau instruktur.
d) Asumsi panitia tentang kemampuan penatar
dalam memahami silabus berakibat proses belajar mengajar tidak seluruhnya menarik
perhatian peserta dalam mencapai tujuan.
e) Penyediaan fasilitas dalam memberikan
pelayanan kepada learners
terlebih-lebih pada
saat peralatan terbatas belum terlaksana dengan baik.
f) Substansi Kurikulum belum menyentuh
seluruh kebutuhan organisasi dan pertumbuhan kepribadian peserta.
g) Metode yang dipergunakan dalam
melaksanakan proses belajar mengajar dalam persepsi peserta belum dapat membangkitkan
keakraban emosional dan memberikan kepercayaan intelektual. walupun demikian
prosesnya telah diupyakan disesuaikan dengan keadaan lapangan.
h) KKPRK tidak seluruhnya dapat dijadikan
pedoman untuk memonitor tugas setelah mereka kembali, karena belum tentu menduduki
posisi seperti yang direncanakan KKPRK.
i) Pelaporan peserta setelah mengikuti
pendidiikan dan pelatihan belum sepenuhnya dapat dimanfaatkan untuk mementau kegiatan
mereka.
j)
Pertimbangan dalam Penempatan Personil baru dilakukan bila ada formasi.
k) Desiminasi alumni yang tidak proporsional
menyulitkan penempatan personil sesuai dengan kebutuhan organisasi.
l)
Pembinaan personil di lingkungan Pemerintah Daerah mengalami benturan peraturan.Pembinaan
Personil seringkali hanya ditujukan kepada personil yang menunjukkan
keinginan
untuk tumbuh dan berkembang. Adapun dari sisi manajemen pembelajaran , dapat
dilihat dari kelemahan, yaitu:
a)Masih
melemahnya koordinasi dalam penyusunan kebijakan, perencanaan dan pelaksanaan,
dan pengendalian sehingga mengakibatkan kurang adanya konsistensi dan
keterpaduan yang menyulitkan pencapaian tingkat daya guna dan produktivitas yang
optimal.
b) Kendala kelembagaan adalah belum dapat
berfungsinya secara efektif dan efisien beberapa satuan organisasi dalam
aparatur pemerintah, belum tertatanya pembagian tugas dan wewenang antar
instansi vertikal di daerah dengan dinas daerah sehingga pelaksanaan urusan
pembangunan di daerah masih ada yang tumpang tindih serta kurang mendorong
pelaksanaan otonomi daerah yang bertitik berat pada tingkat II.
c) Masih melemahnya kualitas pegawai dan
administrasi kepegawaian negeri seperti antara lain kecilnya persentase tenaga
sarjana dan jumlah peserta pendidikan dan pelatihan dalam formasi kepegawaian.
Demikian pula, program dan penyelenggaraan diklat yang belum memadai dan
terencana baik, serta belum sepenuhnya dikaitkan secara taat azas dengan kebijaksanaan
pengembangan karier.
d) Dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan
dan pembangunan, perilaku aparatur belum sepenuhnya menunjukkan semangat
melayani, mengayomi dan bersikap terbuka.
3. Kesempatan
(
opportunities )
Perkembagan dunia semakin terbuka yang
memerlukan kepekaan bagaimana memamfaatkan berbagai peluang yang ada. Ada
sebuah pandangan yang menyatakan bahwa peluang yang
terbuka
tidak memiliki fungsi apa-apa tanpa dapat memanfaatkannya secara pro aktif.
Kesempatan-kesempatan yang ada dapat dipetik dari ekspansi global adalah
bagaimana kita mampu mengakses berbagai informasi dunia yang dapat membantu mengembangkan SDM kita. Berbagai kegiatan
yang berorientasi pada pengembangan SDM, baik dalam bentuk
pendidikan,pelatihan, seminar ,workshop baik yang diselenggrakan lembaga
pemerintah maupun non pemerintah memberi ruang gerak bagi setiap aparat maupun
manajer untuk terus dapat meningkatkanb kalitas` sumber daya manusia. Kemampuan
SDM kita dalam penguasaan Iptek memberikan kesempatan untuk merebut pasar
dunia. Bahkan lulusan SDM kita dari luar negeri dan dalam negeri memberikan
sponsor pendidikan dalam peningkatan mutu SDM.
4. Ancaman ( threats
)
Ancaman yang utama dari luar adalah
perkembangan Iptek, berupa arus teknologi komunikasi menghilangkan batas ruang
dan waktu. Ketika memasuki pasar bebas, maka perlu antisipasi dampak negatif
dari ekspansi tersebut. Hal ini akan terasa ketika terjadinya persaingan yang
semakin tajam menghendaki produk maupun layanan harus berorientasi pasar . Pengaruh
global bukan hanya berakibat tertinggalnya kita dalam teknologi tetapi akan
mempengaruhi budaya bangsa. Adanya budaya kerja yang menghambat dapat
mengakibatkan kurangnya kepercayaan para investor dan penyandang dana (donatur)
terhadap pemerintah .
2.
KUALIFIKASI SDM YANG DIPERLUKAN MASA DEPAN
Tuntutan kebutuhan masyarakat yang akan
datang ditandai dengan dominasi teknologi komunikasi, sebagian besar pekerjaan terletak
pada sektor jasa dan informasi. Informasi merupakan kekuatan dan kekuasaan pada
zaman pasca modern. Dunia sedang bergulat dalam masa transisi menuju ekonomi jasa.
Teknologi komunikasi menghilangkan batas ruang dan waktu. Peristiwa yang
terjadi di seluruh dunia mempengaruhi reaksi kita. Kita ikut terharu oleh
mayat-mayat yang tertimpa bencana di belahan bumi yang lain. Jaringan
telekomunikasi telepon, telek, faksimili, radio, televisi, komunikasi (gabungan
komputer dan telekomunikasi), international network (internet) secara eksponensial
memperbanyak frekuensi kontak kita.
Pertukaran informasi di antara penduduk dunia
berlangsung dengan cepat dalam jumlah yang banyak. Manusia harus bereaksi dengan
cepat, padahal alternatif yang tersedia sangat beragam. Karena luasnya
perubahan yang terjadi seluruh aspek kehidupan kita terpengaruh keluarga,
pekerjaan, pendidikan, rekreasi, bahkan kehidupan beragam. Manusia dikatakan
sehat secara psikologis bila dapat memberikan reaksi yang tepat pada
lingkungannya, bila ia “well adjusted”.
Kemampuan beradaptasi memberikan kesan bahwa ia mampu memahami dan
mengendalikan lingkungan. Ia memiliki ketrampilan dan memperlihatkan unjuk
kerja yang optimal. Mutu unjuk kerja yang diharapkan adalah tercapainya tingkat
kematangan dalam menyelesaikan tugas yang dibebankan kepada personil.
Hersey dan Blanchard (1980:162) mengemukakan
variasi kematangan seseorang ditinjau dari tanggung jawab sebagai berikut:
(1)
individuals who are neither willing nor able to take
responsibility.
(2)
individuals who are willing but not able to take
responsebility
(3)
individuals who are able but not willing to take
responsibility, and
(4) individuals
who are able to take responsibility.
Jadi tingkat kematangan seseorang yang
memperlihatkan mutu unjuk kerja yang tinggi adalah mereka yang memiliki keinginan
bertanggung jawab dan dapat bertanggung jawab. Kemudian ditegaskannya dua
faktor kematangan yaitu,
(1) “job maturity-ability and technical knowledge to
do the task, and
(2) psychological maturityfeling of self
confidence and self respect
1980:163).
Jadi orang yang matang atau memperhatikan
mutu unjuk kerja yang tinggi tidak hanya memiliki kemampuan dan pengetahuan
untuk mengerjakan tugas, tapi juga memiliki rasa kepercayaan pada diri sendiri
dan merasa baik dari apa yang dilakukannya. Mampu mengadakan segala perubahan
karena salah satu ciri kehidupan adalah perubahan. Mereka yang tidak mengikuti perubahan
zaman akan tinggal menjadi manusia yang konservatif dan menghalangi kemajuan.
Personil yang memiliki mutu unjuk kerja tinggi akan lebih peka (sensitif)
terhadap nilai-nilai yang sifatnya rohani atau spiritual, pertumbuhan kepribadian
tidak menyimpang dengan norma.
3.
STRATEGI PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN SDM
Untuk pembinaan serta pengembangan sumber
daya manusia diperlukan suatu strategi tertentu, sehingga hasil yang diharapkan
bisa tercapai. Henry Mintzberg yang menjelaskan bahwa, A strategy is the pattern or plan that integrates an organization’s gloals, policies, and action sequences into a cohesive whole. (Henry Mintzberg, 1982:5). Farky Gaffar
menegaskan bahwa strategi adalah mekanisme organisasi yang menjabarkan visi
secara operasional dan menterjemahkan kebijaksanaan dalam bentuk tindakan
nyata. Strategi adalah cara yang tepat untuk melaksanakan kebijakan (1994:7). Strategi
yang dapat ditempuh dalam pembinaan pengembangan SDM dalam manajemen dimulai
dari pengkajian kebutuhan (need
assesment) untuk
suatu program, persiapan dan pelaksanaan pendidikan, evaluasi dan pembinaan
untuk meningkatkan effisiensi dan efektivitas implementasi pendidikan dan
pelatihan. Mengembangkan kerja sama dengan pihak pemakai untuk mendukung
pelaksanaan pendidikan dan pelatihan merupakan strategi yang cukup penting.
Kegiatan tersebut akan dibahas satu persatu berikut ini.
1. Pengkajian
Kebutuhan (Need Assesment)
Salah satu kegiatan dalam pengkajian ini
adalah mengkaji mutu unjuk kerja personil. Agar perencanaan pendidikan dan pelatihan
mencapai sasaran, maka organisasi pemakai perlu mengkaji mutu unjuk kerja
personil di lingkungannya secara komprehensif. Daniel L. Stufflebeam dkk
(1985:6-7) mengemukakan beberapa definisi kebutuhan dalam mengkaji
kebutuhan
adalah sebagai berikut:
Discrepancy
view: A need is discrepancy between desired performance and observed or
predicted performance”.
Democratic
view: A need is a charge desired by a mayority of some referance group.
Analytic View: A need is direction in wich improvement can be predicted to
accur, given information about current status.
Diagnostic view: A need is something who
absence or defiency proves harmfull.
Kebutuhan
akan pendidikan dan pelatihan bukan hanya dilakukan secara kuantitatif tapi
perlu dilakukan secara komprehensif yakni dengan mengkaji dan menginventarisasi
mutu unjuk kerja personil yang ada sekarang dengan yang seharusnya untuk mampu
menyelesaikan pekerjaan.
2. Persiapan dan Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan
Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan
memerlukan persiapan. Di antara persiapan itu adalah membuat kebijakan
pertemuan dengan penatar, membuat jadwal, mempersiapkan fasilitas proses belajar
mengajar. Untuk membuat persiapan pendidikan dan pelatihan Diklat perlu
mengadakan pertemuan dengan seluruh penatar. Kita tidak boleh berasumsi bahwa
silabi sudah cukup memadai untuk pegangan menyampaikan materi. Pertemuan dengan
seluruh penatar pada dasarnya untuk mencegah terlalu jauh menyimpang dari
tujuan yang telah ditetapkan. Koordinasi di antara adanya pertemuan bersama
semua gerak langkah terkoordinasi dengan baik. Dalam hal seperti ini perlu
sikap hati-hati dalam membuat suatu asumsi seperti yang disarankan oleh Michael
W. Apple (1995:153), “We
should cautions of technical solutions to political
problems. We should cautions about fine-sounding words that may
not take account of daily lives of the people who work in this
institutions”. Tantangan
dalam pengembangan program dan pelaksanaan kurikulum adalah faktor penatar,
panitia, dan sistem organisasi. Dalam kondisi seperti ini dituntut
tanggungjawab pimpinan sebagai perancang program. “In dedigning profesional development programs for those responsible for instructions, instructional
leaders should
address the technical skills needed to develop and implement an outcome-based instructional system...” (Kathleen A. Fitzpatrick, 1995:127).
Dari pembahasan di atas jelaslah bahwa
kurikulum perlu diupayakan untuk dihubungkan dengan tugas personil di lapangan yang
menyangkut berbagai ketrampilan. Keterhubungan itu memang perlu diperhatikan
dalam merancang kurikulum. Substansi Kurikulum perlu menyentuh seluruh
kebutuhan organisasi dan pertumbuhan kepribadian peserta. Jika dilihat dari
materi kurikulum, agar peserta mengalami perubahan yang mendasar
sebagai
aparat pemerintah, maka kurikulum seyogyanya secara substansi memuat tentang: tecnical skill, conceptual skill, human skill, political skill, dan personal growth.
Ketrampilan teknis (technical
skill) yaitu
kemampuan untuk menggunakan alat-alat, prosedur dan teknik dari suatu bidang kegiatan
tertentu. Ketrampilan manusiawi (human
skill) yaitu kemampuan
untuk bekerja dengan orang lain, memahami dan merancang serta mendorong orang
lain. Orang lain itu termasuk bawahan.
Ketrampilan konseptual (conceptual skill) adalah kemampuan mengkoordinasi dan
mengintegrasikan seluruh kepentingan dan kegiatan organisasi sehingga
organisasi dapat dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh. Ketrampilan politis (Political skill) dimaksudkan adalah ketrampilan yang mampu memperoleh
kekuatan untuk mencapai tujuan organisasi. Ketrampilan politis termasuk
menentukan hubungan yang benar dan
mempengaruhi orang yang benar. Ketrampilan politis termasuk memenangkan
pengaruh dari orang lain, merebut kekuatan ataupun mempertahankan kekuatan. Ketrampilan
ini memungkinkan seorang untuk terus mengembangkan kariernya. “Recently, Pfeffer (1989) suggested that a political focus may be an important, yet overlook. persfective
in understanding career success”. (Timothy A. Judge, 1994:44). Pertumbuhan
kepribadian (personal
growth)
diharapkan tumbuh sikap yang positif
terhadap keseluruhan tugas pengabdiannya, dan kedewasaan bertindak. Pemahaman, penghayatan,
dan penampilan nilai-nilai yang seyogyanya dianut oleh seorang pemimpin.
Penampilan untuk menjadikan dirinyasebagai panutan dan teladan bagi stafnya. Peserta
sebagai input diasumsikan sudah memiliki (K) Knowledge: Pengetahuan, (S) Skill: Ketrampilan, dan (A) Atitude: Sikap. Setelah selesai mengikuti pendidikan
diharapkan lebih menekankan pada perubahan Atitude (Sikap), setelah itu Skill (Ketrampilan), dan terakhir memiliki knowledge (pengetahuan).
Upaya untuk menguasai KSA menjadi ASK tidak
hanya dalam semboyan tapi diwujudkan dalam setiap penyampaian aspek kurikulum,
dengan terintegratif dalam setiap proses belajar mengajar. Aspek tersebut
memang tidak terlihat secara eksplisit dalam kurikulum, aspek tersebut
seakan-akan tersembunyi di dalam setiap piranti, dan nyata hingga tidak perlu
penyampaian secara monolitik. Performance instruktur mencakup aspek-aspek:
a)Kemampuan profesional,
b) Kemampuan sosial,
c) Kemampuan personal.
Ketiga standar umum ini sering dijabarkan
sebagai berikut: (Johnson, 1980). Kemampuan profesional seorang pelatih atau
instruktur meliputi:
(1) Penguasaan materi pelajaran yang terdiri
dari bahan yang akan diajarkan, dan konsep dasar keilmuan dari bahan yang
diajarkan itu.
(2)
Penguasaan dan penghayatan atas landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan;
(3)
Penguasaan proses kependidikan, keguruan dan pembelajaran siswa.
Kemampuan sosial menyangkut kemampuan
menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawakan
tugasnya sebagai instruktur. Kemampuan personal (pribadi) mencakup:
(1)
Penampilan sikap yang positif terhadap
keseluruhan
tugasnya sebagai seorang pelatih beserta unsurunsurnya:
(2)
Pemahaman, penghayatan, dan penampilan nilai yang
seyogyanya dianut oleh seorang instruktur:
(3)
Penampilan upaya untuk menjadikan dirinya panutan dan teladan bagi peserta
latihan.
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan
bahwa profesi instruktur perlu mendapat pengakuan dan perlindungan hukum. Sehingga tidak semua orang mempunyai peluang
untuk tampil menyelenggarakan proses belajar mengajar. Metode yang dipergunakan
dalam melaksanakan proses belajar mengajar dalam persepsi peserta seyogyanya
dapat membangkitkan keakraban emosional dan memberikan kepercayaan intelektual.
Evaluasi atau penilaian dilakukan pada dasarnya untuk mengetahui keberhasilan
proses belajar mengajar yang telah dilakukan, dalam upaya menyerap kurikulum
yang telah ditetapkan. Dengan evaluasi dapat diektahui bagian kurikulum yang
dapat dikembangkan terutama yang masih lemah. Evaluasi juga dapat mengetahui
faktor penyebab kelemahan kurikulum dan proses belajar mengajar. Dengan
demikian dapat diupayakan cara pemecahannya.
3. Penempatan dan peningkatan Kinerja
Pegawai.
Penempatan kembali personil setelah mengikuti
pendidikan merupakan sebagai salah satu tindakan manajemen. Penempatan ini menunjukkan
berbagai variasi. Ada di antara mereka yang dipromosikan atau ditempatkan pada
posisi yang lebih tinggi dari sebelum mengikuti pelatihan. Ada yang menempati
posisi semula yang sama, dan ada pula yang dialihtugaskan pada posisi lain dengan
eselon yang sama. Salah satu tugas Bagian Personalia adalah mengatur penempatan
pegawai dan terus mengatur personil selama berada dalam organisasi. Prinsip
yang dikembangan the right man on the right place , harus menjadi acuan
bagaiaman menempatkan kembali pegawai yan telah mengikuti diktlat tersebut
.Tentu harapan pegawai dapat ditempatkan sesuai dengan skill, ketrampilan dan kemampuan
kerjanya.
Dalam pembinaan personil pimpinan perlu
mengembangkan strategi self management bagi personil yang telah selesai
mengikuti pendidikan dan pelatihan, supaya mereka mampu menyelesaikan pekerjaan
sendiri, melalui tanggung jawabnya bertindak melalui manipulasi peristiwa
internal dan eksternal. Mereka dapat mengubah dan mengembangkan perilakunya sesuai
dengan potensi yang telah dimilikinya. Bahkan diharapkan mereka dapat komitmen
dengan perilaku positif yang dicapainya. Nahoney & Arnkoff, menegaskan
bahwa “The self
management literature treats individuals as if they
were isolated system, who
sole task are those
of observing their own behaviors, setting up cues and reimforcing and punishing themselves” (tsui, Ashford, 1974:96). Perubahan
lingkungan terjadi karena adanya penyederhanaan dari hal-hal yang dipandang
sangat kritis dalam organisasi. Organisasi perlu menyesuaikan diri, termasuk
perubahan di lingkungan dan staf (Gutherie et-al, 1993:889). Pimpinan perlu memotivasi
pegawai setelah Pendidikan dan Pelatihan, termasuk memperhatikan faktor yang
sangat penting dalam peningkatan kualitas manusia adalah kesehatan personil
dalam organisasi.
Menjaga kesehatan personil dalam artian yang
luas termasuk kesehatan lingkungan, dan mental merupakan upaya pembinaan sumber
daya manusia. Personil yang matang tanpa dukungan dan organisasi yang mapan
juga tidak akan mendatangkan produtkivitas yang tinggi. Agar produktivitas
organisasi semakin meningkat, maka penggunaan (deployment) pegawai setelah pelatihan perlu dilakukan
secara tepat.
BAB lll
PENUTUP
SIMPULAN
Pengembangan sumber daya manusia akan
berjalan dengan efektif bila organisasi penyelenggaraan mengelolanya secara profesional.
Salah satu upaya pengembangan SDM adalah pendidikan dan pelatihan. Untuk
melaksanakan pendidikan dan pelatihan diperlukan suatu strategi. Strategi yang
dapat ditempuh tetap mengacu pada mutu, di mana produk akhir diukur dan memenuhi
standard tertentu. Standard bagi personil diukur dari kemampuan melaksanakan
tugas sesuai dengan eselon tertentu.
Mutu
yang akan ditingkatkan adalah mutu unjuk kerja personil agar mereka lebih
produktif dalam menjalankan tugas yang menjadi tanggungjawabnya sekarang atau
untuk masa yang akan datang. Upaya perbaikan mutu unjuk kerja yang tuntas perlu
dilakukan secara terus menerus, mulai dari mengkaji mutu unjuk kerja,
melaksanakan strategi pendidikan dan pelatihan, menempatkan kembali,
mengevaluasi dan membina mutu unjuk kerja setelah selesai pendidikan dan
pelatihan.
Lembaga pendidikan yang bertugas meningkatkan
mutu unjuk kerja personil seyogyanya mempertimbangkan hasil kajian mutu unjuk
kerja personil yang telah diperoleh, sebagai bahan pengayaan kurikulum.
Kurikulum yang dipakai adalah koheren yang secara substantif mensikronisasikan
kebutuhan individu dengan kebutuhan organisasi sebagai tujuan yang akan
dicapai.
Kurikulum, proses pendidikan dan pelatihan,
dan evaluasi merupakan suatu sistem yang harus direncanakan secara strategis,
sehingga dalam pelaksanaan tidak banyak mengalami benturan dan hambatan. Instruktur
dan peserta merupakan komponen yang sangat menentukan.
DAFTAR
PUSTAKA
Asmara, U. Husna, 1995, Permasalahan Sumberdaya Aparatur : Tinjauan
dari Aspek Pendidikan dan
Pelatihan,
Pontianak, LAN dan Pemda Kalbar.
Hersey ,Paul and Blanchard, Kennet.H, 1980, Management of Organizational Behavior , Utilizing
Human Resources, New`Delhi , Prentice Hall of India Private Limited .
Hunger,J. David dan Wheelen, Thomas L, 1993, Strategic Management, Addison Wesley Publishing Caompany,Inc.
Judge, Timothy A & Robert D Bretz ,1994, Political Influence Behavior and Career
Success, Journal
of Management 20(1).
Mintzberg, Henry and Brian Quinn James, 1992,The Stategy Process, Concepts and Contexts, New Jersey USA, Prentice Hall Inc.
Nawawi, Hadari, 2001, Manajemen Sumberdaya Manusia, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press.
Nursanti, T.Desy, 2002, Strategi Teintegrasi Dalam Perencanaan SDM , dalam Usmara, A (ed), Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta, Amara books.
Riva’i, Veithzal, 2004, Manajemen Sumberdaya Manusia untuk Perusahaan
: dari teori ke
praktek, Jakarta ,RadjaGrapindo
Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan Komentar anda di sini