BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Terdorong
oleh seringnya mengetahui, mendengar atau melakukan tentang perawatan jenazah
yang tidak semestinya, pada makalah ini kita akan membahas tentang persoalan
merawat jenazah.
Yang
dimaksud dengan Tajhijul Mayyit atau “Merawat Jenazah” adalah meliputi kegiatan
memandikan, mengkafani, mensholati, mengantarkan ke pemakaman dan mengebumikan
jenazahnya.
Penulis
berharap kepada para kiyai dan ulama’ pada khusunya, dan sidang pembaca pada
umumnya, yang telah membaca dan mengkaji makalah ini, kiranya berkenan
mengkritik dan mengingatkan penulis jika ditemukan beberapa persoalan atau yang
tidak sesuai dengan pendapatnya . semoga saja makalah ini bermanfaat bagi
penulis, sesama saudara muslim, para intelektual muslim, dan sidang pembaca
pada umumnya. Amin.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
pengertian Jenazah?
2.
Bagaimana
dalil mengenai Ihtiram Al-janazah?
3.
Apa saja
kewajiban yang berhubungan dengan Jenazah?
C.
Tujuan
Masalah
1.
Untuk
mengetahui pengertian dari Jenazah
2.
Untuk
mengetahui bagaimana dalil mengenai Ihtiram Al-Janazah
3.
Untuk
mengetahui apa saja kewajiban yang berhubungan dengan Jenazah
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
JENAZAH DAN DALILNYA
Lafal “Jana’iz” adalah jamak
dari “Janazah” yang menurut kamus besar berarti orang yang mati (mayat), atau
tempat tidur, bila dibaca “Jinazah” maka berarti usungan mayat.
عن أبي هريرة
رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلّم. أَكْثِرُوْا ذِكْرَهَاذِمِ
اللَّذَاتِ : المَوْتَ.
Artinya
: Dari Abu Hurairah r.a, berkata : Rasulullah SAW bersabda “Sering-seringlah
ingat pemutus kelezatan, yaitu mati. (H.R. At-Turmudzi, An-Nasa’I dan dinilai
shohih oleh : Ibn Hibban).
Hadits tersebut sebagian dalil
yang menunjukkan bahwa tidak sepantasnya manusia melupakan pengajaran yang
paling besar yaitu kematian. Pada akhir Hadits tersebut telah disebutkan faedah
mwngingat mati itu. Beliau bersabda (yang artinya) : Sesungguhnya tidak kamu
sering-sering mengingat kematian, kecuali Allah mengurangi musibah bagimu dan tidak
kamu kurang mengingat kematian itu kecuali Allah memperbanyak cobaan atasmu.
Dalam hadits yang diriwayatkan
oleh Ad Dailami dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda :
اَكْثِرُوْا
ذِكْرَ المَوْتِ، فَمَا مِنْ عَبْدٍ اَكْثَرَ ذِكْرَهُ اِلاَّ اَحْيَا اللهُ
قَلْبُهُ وَهَوَّنَ عَلَيْهِ المَوْتَ.
Artinya : Sering-seringlah
ingat mati, karena tidak ada sesorang yang sering mengingatkanya, kecuali Allah
menghidupkan hatinya dan dia memudahkan kematianya.
B.
DALIL
MENGENAI IHTIRAM AL-JANAZAH
Artinya : “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada
hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka
dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia
itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.”
C.
KEWAJIBAN
YANG BERHUBUNGAN DENGAN JENAZAH
1.
Memandikan jenazah
Syarat wajib mandi:
a.
Jenazah orang islam
b.
Ada tubuhnya walaupun sedikit
c.
Jenazah bukan mati syahid
Mandi adalah
cara untuk melepaskan kewajiban sekurang-kurangnya satu kali, merata keseluruh
tubuh, sesudah najis yang ada pada badannya dihilangkan dengan cara
bagaimanapun. Pada saat dimandikan Jenazah diletakkan di tempat yang tinggi,
seperti ranjang atau balai–balai, ditempat yang sunyi kecuali orang yang
memandikan dan orang yang menolong mengurus keperluan yang bersangkutan dengan
mandi jenazah. Pakaiannya diganti dengan kain basahan, sebaiknya kain sarung
supaya auratnya tidak terlihat. Kemudian didudukkan dan punggungnya disandarkan
pada sesuatu, lalu perutnya disapu dengan tangan dan ditekankan sedikit agar
keluar kotorannya. Perbuatan itu hendaklah diikuti dengan air dan wangi-wangian
agar menghilangkan bau kotoran yang keluar. Setelah itu mayat ditelentangkan,
lalu dicebokkan dengan tangan kiri yang memakai sarung tangan. Kemudian, sarung
tangan diganti dengan yang bersih, lalu anak jari kiri dimassukkan ke mulutnya,
digosok giginya, dibersihkan mulutnya, dan diwudukan. Kemudian, kepala dan
janggutnya dibasuh, rambut dan janggutnya disisir perlahan-lahan. Rambutnya
yang dicabut dicampur kembali ketika mengafaninya. Lalu, bagian tubuh sebelah
kanan dibasuh kemudian sebelah kiri, setelah itu dibaringkan ke sebelah kiri
dan badan sebelah kanan dibasuh kemudian dibaringkan lagi kesebelah kanan dan
badan di sebelah kiri dibasuh. Semua itu dilakukan satu kali, tetapi disunahkan
tiga sampai lima kali.
Air untuk mandi
jenazah sebaiknya air dingin kecuali jika jenazah berhajat. Air yang membasuh
biasanya dicampur dengan sedikit kapur barus atau wangi-wangian yang lain.
2.
Mengafani jenazah
Dalam mengafani
jenazah kain yang digunakan antara jenazah laki-laki dan perempuan berbeda.
Jika jenazahnya laki-laki maka tiga lapis kain yaitu satu lapis untuk izar(kain
mandi) yang dua lapis lagi untuk menutupi seluruh badannya. Cara mengafani
jenazah laki-laki yaitu dihamparka sehelai demi sehelai dan diatas tiap-tiap
lapis ditaburkan wangi-wangian. Kedua tangannya diletakkan di atas dada, tangan
kanan di atas tangan kiri. Jika jenazahnya perempuan, maka lima lapis kain
yaitu basahan(kain bawah), baju, tutup kepala, kerudung(cadar), dan kain yang
menutupi seluruh tubuh. Cara mengafani jenazah perempuan yaitu dimulai dari
memakaikan kain basahan, baju, tutup kepala, lalu kerudung, kemudian dimasukkan
kedalam kain yang yang menutup seluruh tubuh. Dan, diantara kain-kain tersebut
diberi wangi-wangian seperti kapur barus.
3.
Menyalatkan jenazah
Syarat menyalatkan jenazah
a.
Menutup aurat, suci badan dan pakaian, menghadap kiblat
b.
Dilakukan sesudah jenazah dimandikan dan dikafani
c.
Letak jenazah disebelah kiblat orang yang menyalatkan, kecuali
jenazah tidak ada ditempat orang yang menyalatkan
Rukun menyalatkan jenazah
a.
Niat
b.
Takbir 4 kali dengan takbiratl ihram
c.
Membaca fatihah sesudah takbiratul ihram
d.
Membaca salawat Nabi Saw. sesudah takbir kedua
e.
Mendoakan jenazah setelah takbir ketiga dan keempat
f.
Berdiri jika mampu
g.
Memberi salam
Sunah salat jenazah
a.
Mengangkat tangan pada waktu mengucapkan takbir
b.
Israr(merendahkan
suara bacaan)
c.
Membaca a’uzu billah
4. Menguburkan
Jenazah
Sesudah
mayat dimandikan, dikafani, dan disholatkan lalu dibawa ke kuburan, dipikul
pada empat penuru, berjalan membawa jenazah itu, hendaklah dengan segera. Sabda
Rasulullah SAW :
عَن ابن مَسْعُوْدٍ قَالَ مَنِ اتَّبَعَ جَنَازَةً فَلْيَحْمِلْ
بِجَوَانِبِ السَّرِيْرِ كُلِّهَا فَاِنَّهُ مِنَ السُّنَّةِ.
Artinya :
Dari Ibnu Mas’ud, berkata “Barang siapa yang mengikut jenazah, maka hendaklah
memikul pada ke tempat penjuru ranjang, karena sesungguhnya cara yang begitu,
adalah daripada sunnah Nabi Muhammad SAW. (HR. Ibn. Majah)
Sabda
Rasulullah SAW :
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ رَسُوْلُ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
اَسْرِعُوْا بِا لْجَنَازَةِ فَاِنْ كَانَتْ صَالِحَةً قَرَّبْتُمُوْنَهَا اِلَى
الْخَيْرِ وَاِنْ كَانَتْ غَيْرَ ذَالِكَ فَشَرٌّ تَضَعُو نَهُ مِنْ رِقَابِكُمْ.
Artinya :
Dari Abu Hurairah, berkata “Rasulullah SAW, Hendaklah kamu segerakan mengangkat
jenazah, karena jika ia orang shaleh, maka kamu melekaskanya kepada kebaikan
atau jika ia bukan orang saleh, maka supaya kejahatan itu lekas terbuang dari
tanggungan kamu”. (HR. Riwayat Jama’ah).
Berjalan
mengantarkan jenazah, adalah suatu amal kebaikan. Caranya, sebagian ulama’
berpendapat, orang yang mengantarkan jenazah itu sebaiknya berjalan dahulu dari
mayat (mazhab Syafi’i), sebagian ulama’ yang lain berpendapat, sebaiknya orang
yang mengantar itu berjalan di belakang (terkemudian) dari mayat (mazhab Abu
Hanifah).
Menguburkan
:
Kewajiban
yang ke-empat terhadap mayat, ialah menanamkan (menguburkan). Hukum menguburkan
mayat, fardhu kifayah atas yang hidup. Dalam kubur sekurang-kurangnya,
kira-kira tidak berbau busuk mayit itu dari atas kubur, dan kira-kira tidak
dapat dibongkar oleh binatang buas, karena maksud menguburkan mayat ialah untuk
menjaga kehormatan mayat itu dan menjaga kesehatan orang-orang yang disekitar
tempat itu.
Lubang kubur
itu disunnatkan memakai lobang lahad, kalau tanah penguburan itu keras. Akan
tetapi jika tanah penguburan tidak keras mudah runtuh, seperti tanah yang
bercampur dengan pasir, maka lebih baik dibuatkan lubang tengah-tengah.
Sesampainya
mayat di kubur, hendaklah di letakkan kepalanya disisi kaki kubur, lalu
diangkat ke dalam lahad atau lubang tengah, dimiringkan ke sebelah kananya,
dihadapkan ke kiblat. Dan ketika meletakkan mayat ke dalam kubur disunnatkan
membaca :
Artinya :
Dengan menyebut nama Allah dan atas agama Rasulullah (Riwayat Tirmidzi dan Abu
Daud).
Beberapa
sunnat yang bersangkutan dengan kubur.
1. Ketika memasukkan mayat ke kubur, sunnat
menutup di atasnya dengan kain atau sebagainya, kalau mayat itu perempuan.
2. Kubur itu sunnat ditinggikan dari tanah
biasa, sekedar sejengkal agar supaya diketahui.
3. Kubur lebih baik didatarkan daripada
ditinggikan.
4. Menandai kubur dengan batu atau sebagainya
disebelah kepala-nya.
5. Menaruh kerikil (batu kecil-kecil) di atas
kubur.
6. Menaruh pelepah yang basah di atas kubur.
7. Menyiram kubur dengan air.
8. Sesudah mayat dikuburkan, disunnatkan bagi
yang mengantarkan berhenti sebentar untuk mendo’akannya (meminta ampun dan
meminta supaya ia mempunyai keteguhan dalam penjawab-penjawabnya).
Larangan
yang bersangkutan dengan kubur :
1. Menembok kubur
2. Duduk diatasnya
3. Membuat rumah di atasnya
4. Membuat tulisan-tulisan di atasnya
5. Menjadikan tempat kuburan jadi masjid
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Lafal
“Jana’iz” adalah jamak dari “Janazah” yang menurut kamus besar berarti orang
yang mati (mayat), atau tempat tidur, bila dibaca “Jinazah” maka berarti
usungan mayat.
2.
Dalil yang menerangkan tentang Ihtiram Al-Janazah
bahwasanya “Tiap-tiap yang
berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah
disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke
dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain
hanyalah kesenangan yang memperdayakan”
3.
Kewajiban
yang berhubungan dengan jenazah itu ada 4, yakni : memandikan, menguburkan,
mengkafani, dan menguburkan.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Ø Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, cetakan
tujuh belas, (Jakarta, atthohiriyyah, 1954).
Ø
Abu Bakar Muhammad, Terjemahan Subulus Salam II,
cetakan pertama, (Surabaya, al-ikhlas, 1991).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan Komentar anda di sini