Sabtu, 11 Juli 2015

Al - Ijaaroh

BAB I
PANDAHULUAN
   A.    Latar Belakang
Al-Qur’an dan Sunnah yang shahih menceritakan salah satu hukum syara’ yang disyariatkan oleh Allah kepada umat-umat yang mendahului kita, melalui lisan para Rosul mereka dan menyatakan bahwa hukum itu diwajibkan atas kita sebagaimana diwajibkan kepada mereka, maka tidak ada perbedaan pendapat bahwasannya hukum tersebut merupakan syariat untuk kita dan suatu undang-undang yang wajib diikuti, berdasarkan penetapan syariat kita terhadapnya.
Sementara itu, hubungan antara sesama manusia dalam pergaulan dunia senantiasa mengalami perkembangan dan perubahan sesuai dengan kemajuan dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, aturan Allah yang terdapat dalam al-Qur’an tiada mumkin menjangkau seluruh segi pergaulan yang berubah itu. Itulah sebabnya ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan hal ini hanya bersifat prinsip dalam mu’amalah dan dalam bentuk umum secara garis besar, sebagaimana pembahasan yang akan ditindak-lanjuti tentang Ijaroh berikut ini.

   B.     Rumusan Masalah
     1.      Apakah pengertian  al-Ijaaroh itu? 
     2.      Apa pandangan al-Qur’an Hadits dan ‘Ulama’  tentang al-Ijaaroh?
     3.      Apasajakah Rukun dan Syarat al-Ijaaroh?

   C.    Tujuan Masalah
     1.      Mengetahui pengertian al-Ijaaroh.
     2.      Mengetahui pandangan al-Qur’an Hadits dan ‘Ulama’  tentang al-Ijaaroh.
     3.      Mengetahui Rukun dan Syarat al-Ijaaroh



BAB II
PEMBAHASAN

   A.    Pengertian al-Ijaaroh
al-Ijaaroh dalam makna sederhana diartikan sebagai “transaksi manfaat atau jasa dengan imbalan tertentu”. Bila yang menjadi objek transaksi adalah manfaat atau jasa dari suatu benda disebut ijaaroh al-ain atau sewa menyewa, seperti menyewa rumah untuk ditempati. Bila yang menjadi objek transaksi adalah manfaat atau jasa dari tenaga seseorang disebut ijaaroh al zimmah atau upah mengupah, sepertiupah menjahit pakaian.
Al-Ijaaroh baik dalam bentuk sewa menyewa maupun dalam bentuk upah mengupah merupakan muamalah yang telah disyari’atkan dalam Islam. Hukum asalnya adalah boleh atau mubah bila dilakukan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Islam. Bolehnya hukum Ijaaroh berdasarkan kepada ayat-ayat al-Qur’an dan hadits Nabi.

   B.     Pandangan al-Qur’an Hadits dan ‘Ulama’  tentang al-Ijaaroh
Adapun dasar hukumnya dalam al-Qur’an terdapat dalam beberapa ayat di antaranya Firman Allah dalam surat Al-Qashash ayat 26 dan 27 yang artinya :  
“ Salah seorang di antara kedua anak perempuan itu berkata : Hai bapakku, upahlah dia, sesungguhnya orang yang engkau upah itu adalah kuat dan terpercaya. Si bapak berkata : saya bermaksud menikahkan engkau dengan salah seorang anak perempuanku dengan ketentuan kamu menjadi orang upahan saya selama 8 musim haji ”.
  
Firman Allah dalam surat Al-BaQoroh ayat 233 yang artinya :
“ Jika kamu menginginkan mengupahkan menyusukan anakmu, boleh saja asal kamu menyerahkan upahnya secara patut ”.
Adapun dasar hukum dari hadits Nabi, di antaranya dari Ibnu Abbas menurut riwayat     al- Bukhary :
“ Sesungguhnya Nabi Muhammad pernah berbekam dan memberikan kepada tukang bekam upahnya. ”
Hadits lain adalah Sabda Nabi dari Sa’ad bin Abi WaQQosh menurut riwayat Ahmad, Abu Dawud dan An Nasaai :
“ Berikan upah kepada orang yang diupahsebelum kering keringatnya.”
Tujuan disyari’ahkannya ijaaroh itu adalah untuk memberikan keringanan kepada umat Islam dalam pergaulan hidup. Seseorang mempunyai uang tetapi tidak dapat bekerja, di pihak lain ada yang punya tenaga dan membutuhkan uang. Dengan adanya ijaaroh keduanya saling mendapatkan keuntungan. Seseorang tidak mempunyai mobil tetapi memerlukannya, di pihak lain ada yang mempunyai mobil dan memerlukan uang. Dengan trnsaksi ijaaroh kedua belah pihak dapat memperoleh manfaat. 


Mengenai kebolehan Ijaaroh, para Ulama sepakat tidak ada seorang Ulama-pun yang membantah kesepakatan (Ijma’) ini, jelaslah bahwa Allah SWT telah mensyari’ahkan Ijaaroh ini yang tujuannya untuk kemashlahatan ummat dan tiada larangan untuk melakukan kegiatan Ijaaroh, sesuai  dengan  kaidah fiQh : “Pada dasarnya semua bentuk mu’amalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya. Menghindarkan mafsadat atau kerusakan atau bahaya harus didahulukan atas mendatangkan kemashlahatan.

   C.    Rukun dan Syarat al-Ijaaroh
Rukun Ijaaroh meliputi :
1.      Mu’jir (Orang atau barang yang disewa), merupakan orang yang memberikan upah dan yang menyewakan, atau Mu’jir, adalah orang yang menggunakan jasa atau tenaga orang lain untuk mengerjakan suatu pekerjaan tertentu.
2.      Musta’jir (Orang yang menyewa), merupakan orang yang menerima upah untuk melakukan sesuatu, atau Musta’jir, adalah orang yang menyumbangkan tenaganya, atau orang yang menjadi tenaga kerja dalam suatu pekerjaan dan mereka menerima upah dari pekerjaannya itu.
3.      Objek Transaksi (Manfaat), merupakan pekerjaan dan barang yang akan dijadikan objek kerja dan harus memiliki manfaat yang jelas, seperti mengerjakan proyek, membajak sawah, dan sebagainya.
4.      Shighat (Ijab wal Qobul), merupakan suatu bentuk persetujuan dari kedua belah pihak untuk melakukan Ijaaroh. Ijab merupakan pertanyaan dari pihak pertama (Mu’jir) untuk menyewakan barang atau jasa. Sedangkan Qobul, adalah jawaban persetujuan dari pihak kedua untuk menyewakan barang atau Jasa yang dipinjamkn oleh Mu’jir.
5.      Imbalan atau upah, sebagaimana terdapat dalam kamus umum bahasa Indonesia adalah uang dan sebagainya yang dibayarkan sebagai pembalas Jasa atau sebagai pembayar tenaga yang sudah dikeluarkan untuk mengerjakan sesuatu.
Syarat Ijaaroh meliputi :
a.       Kedua orang yang berakad harus baaligh dan berakal.
b.      Menyatakan kerelaannya untuk melakukan akad Ijaaroh.
c.       Manfaat yang menjadi objek Ijaaroh harus diketahui secara sempurna.
d.      Objek Ijaaroh boleh diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan tidak bercacat.
e.       Manfaat dari objek yang diijaarohkan harus yang diperbolehkan agama, maka tidak boleh Ijaaroh terhadap maksiat, seperti mempekerjakan seseorang untuk mengajarkan ilmu sihir atau mengupah orang untuk membunuh orang lain.
f.       Upah atau sewa dalam akad harus Jelas dan sesuatu yang berharga atau dapat dihargai dengan uang sesuai dengan adat dan kebiasaan setempat.

  

BAB III
PENUTUP

            Al-Ijaaroh, ialah menjual manfaat secara etimologi. Dan menurut terminology, al-Ijaaroh merupakan transaksi untuk memperoleh dan mengambil kemanfaatan dari suatu barang yang telah ditentukan dalam jangka waktu yang diketahui atautransaksi jasa yang diketahui dengan alat tukar yang diketahuinya pula.
Al-Ijaaroh baik dalam bentuk sewa menyewa maupun dalam bentuk upah mengupah merupakan muamalah yang telah disyari’atkan dalam Islam. Hukum asalnya adalah boleh atau mubah bila dilakukan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Islam. Bolehnya hukum Ijaaroh berdasarkan kepada ayat-ayat al-Qur’an dan hadits Nabi.

Mengenai kebolehan Ijaaroh, para Ulama sepakat tidak ada seorang Ulama-pun yang membantah kesepakatan (Ijma’) ini, jelaslah bahwa Allah SWT telah mensyari’ahkan Ijaaroh ini yang tujuannya untuk kemashlahatan ummat dan tiada larangan untuk melakukan kegiatan Ijaaroh, sesuai  dengan  kaidah fiQh : “Pada dasarnya semua bentuk mu’amalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya. Menghindarkan mafsadat atau kerusakan atau bahaya harus didahulukan atas mendatangkan kemashlahatan.

Wallahu a’lam.. .




DAFTAR PUSTAKA

Abu Zahra, Muhammad. Garis Besar Fiqh. Jakarta. PT. Pustaka Firdaus. 1994
Dahlan, Abd.Rahman.  Pengantar Fiqh. Jakarta. AMZAH. 2011

Harun, Nasrun.  Fiqh 1. Jakarta. Logos PublisingHouse. 1996

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan Komentar anda di sini