PANDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Al-Qur’an dan Sunnah yang shahih menceritakan salah satu
hukum syara’ yang disyariatkan oleh Allah kepada umat-umat yang mendahului
kita, melalui lisan para Rosul mereka dan menyatakan bahwa hukum itu diwajibkan
atas kita sebagaimana diwajibkan kepada mereka, maka tidak ada perbedaan
pendapat bahwasannya hukum tersebut merupakan syariat untuk kita dan suatu
undang-undang yang wajib diikuti, berdasarkan penetapan syariat kita
terhadapnya.
Sementara
itu, hubungan antara sesama manusia dalam pergaulan dunia senantiasa mengalami
perkembangan dan perubahan sesuai dengan kemajuan dalam kehidupan manusia. Oleh
karena itu, aturan Allah yang terdapat dalam al-Qur’an tiada mumkin menjangkau
seluruh segi pergaulan yang berubah itu. Itulah sebabnya ayat-ayat al-Qur’an
yang berkaitan dengan hal ini hanya bersifat prinsip dalam mu’amalah dan dalam
bentuk umum secara garis besar, sebagaimana pembahasan yang akan
ditindak-lanjuti tentang Ijaroh berikut ini.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah pengertian al-Ijaaroh itu?
2.
Apa pandangan al-Qur’an Hadits dan ‘Ulama’ tentang
al-Ijaaroh?
3.
Apasajakah Rukun
dan Syarat al-Ijaaroh?
C.
Tujuan Masalah
1.
Mengetahui pengertian al-Ijaaroh.
2.
Mengetahui pandangan al-Qur’an Hadits dan ‘Ulama’ tentang
al-Ijaaroh.
3.
Mengetahui Rukun
dan Syarat al-Ijaaroh
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian al-Ijaaroh
al-Ijaaroh dalam makna sederhana diartikan sebagai “transaksi
manfaat atau jasa dengan imbalan tertentu”. Bila yang menjadi objek transaksi
adalah manfaat atau jasa dari suatu benda disebut ijaaroh al-ain atau
sewa menyewa, seperti menyewa rumah untuk ditempati. Bila yang menjadi objek
transaksi adalah manfaat atau jasa dari tenaga seseorang disebut ijaaroh al
zimmah atau upah mengupah, sepertiupah menjahit pakaian.
Al-Ijaaroh baik dalam bentuk sewa
menyewa maupun dalam bentuk upah mengupah merupakan muamalah yang telah
disyari’atkan dalam Islam. Hukum asalnya adalah boleh atau mubah bila dilakukan
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Islam. Bolehnya hukum Ijaaroh berdasarkan
kepada ayat-ayat al-Qur’an dan hadits Nabi.
B.
Pandangan al-Qur’an Hadits dan ‘Ulama’ tentang
al-Ijaaroh
Adapun
dasar hukumnya dalam al-Qur’an terdapat dalam beberapa ayat di antaranya Firman
Allah dalam surat Al-Qashash ayat 26 dan 27 yang artinya :
“ Salah seorang di antara kedua anak perempuan itu berkata : Hai
bapakku, upahlah dia, sesungguhnya orang yang engkau upah itu adalah kuat dan
terpercaya. Si bapak berkata : saya bermaksud menikahkan engkau dengan salah
seorang anak perempuanku dengan ketentuan kamu menjadi orang upahan saya selama
8 musim haji ”.
Firman
Allah dalam surat Al-BaQoroh ayat 233 yang artinya :
“
Jika kamu menginginkan mengupahkan menyusukan anakmu, boleh saja asal kamu
menyerahkan upahnya secara patut ”.
Adapun
dasar hukum dari hadits Nabi, di antaranya dari Ibnu Abbas menurut riwayat al- Bukhary :
“
Sesungguhnya Nabi Muhammad pernah berbekam dan memberikan kepada tukang bekam
upahnya. ”
Hadits
lain adalah Sabda Nabi dari Sa’ad bin Abi WaQQosh menurut riwayat Ahmad, Abu
Dawud dan An Nasaai :
“
Berikan upah kepada orang yang diupahsebelum kering keringatnya.”
Tujuan
disyari’ahkannya ijaaroh itu adalah untuk memberikan keringanan kepada
umat Islam dalam pergaulan hidup. Seseorang mempunyai uang tetapi tidak dapat
bekerja, di pihak lain ada yang punya tenaga dan membutuhkan uang. Dengan
adanya ijaaroh keduanya saling mendapatkan keuntungan. Seseorang tidak
mempunyai mobil tetapi memerlukannya, di pihak lain ada yang mempunyai mobil
dan memerlukan uang. Dengan trnsaksi ijaaroh kedua belah pihak dapat
memperoleh manfaat.
Mengenai
kebolehan Ijaaroh, para Ulama sepakat tidak ada seorang Ulama-pun yang
membantah kesepakatan (Ijma’) ini, jelaslah bahwa Allah SWT telah mensyari’ahkan
Ijaaroh ini yang tujuannya untuk kemashlahatan ummat dan tiada larangan
untuk melakukan kegiatan Ijaaroh, sesuai
dengan kaidah fiQh : “Pada
dasarnya semua bentuk mu’amalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang
mengharamkannya. Menghindarkan mafsadat atau kerusakan atau bahaya harus
didahulukan atas mendatangkan kemashlahatan.”
C.
Rukun
dan Syarat al-Ijaaroh
Rukun
Ijaaroh meliputi :
1.
Mu’jir
(Orang atau barang yang disewa), merupakan orang yang memberikan upah dan yang
menyewakan, atau Mu’jir, adalah orang yang menggunakan jasa atau tenaga
orang lain untuk mengerjakan suatu pekerjaan tertentu.
2.
Musta’jir
(Orang yang menyewa), merupakan orang yang menerima upah untuk melakukan
sesuatu, atau Musta’jir, adalah orang yang menyumbangkan tenaganya, atau
orang yang menjadi tenaga kerja dalam suatu pekerjaan dan mereka menerima upah
dari pekerjaannya itu.
3.
Objek Transaksi
(Manfaat), merupakan pekerjaan dan barang yang akan dijadikan objek kerja dan
harus memiliki manfaat yang jelas, seperti mengerjakan proyek, membajak sawah,
dan sebagainya.
4.
Shighat
(Ijab wal Qobul), merupakan suatu bentuk persetujuan dari kedua belah pihak
untuk melakukan Ijaaroh. Ijab merupakan pertanyaan dari pihak
pertama (Mu’jir) untuk menyewakan barang atau jasa. Sedangkan Qobul,
adalah jawaban persetujuan dari pihak kedua untuk menyewakan barang atau Jasa
yang dipinjamkn oleh Mu’jir.
5.
Imbalan atau
upah, sebagaimana terdapat dalam kamus umum bahasa Indonesia adalah uang dan
sebagainya yang dibayarkan sebagai pembalas Jasa atau sebagai pembayar tenaga
yang sudah dikeluarkan untuk mengerjakan sesuatu.
Syarat
Ijaaroh meliputi :
a.
Kedua orang yang
berakad harus baaligh dan berakal.
b.
Menyatakan
kerelaannya untuk melakukan akad Ijaaroh.
c.
Manfaat yang
menjadi objek Ijaaroh harus diketahui secara sempurna.
d.
Objek Ijaaroh
boleh diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan tidak bercacat.
e.
Manfaat dari
objek yang diijaarohkan harus yang diperbolehkan agama, maka tidak boleh
Ijaaroh terhadap maksiat, seperti mempekerjakan seseorang untuk
mengajarkan ilmu sihir atau mengupah orang untuk membunuh orang lain.
f.
Upah atau sewa
dalam akad harus Jelas dan sesuatu yang berharga atau dapat dihargai
dengan uang sesuai dengan adat dan kebiasaan setempat.
BAB III
PENUTUP
Al-Ijaaroh,
ialah menjual manfaat secara etimologi. Dan menurut terminology, al-Ijaaroh
merupakan transaksi untuk memperoleh dan mengambil kemanfaatan dari suatu
barang yang telah ditentukan dalam jangka waktu yang diketahui atautransaksi
jasa yang diketahui dengan alat tukar yang diketahuinya pula.
Al-Ijaaroh
baik
dalam bentuk sewa menyewa maupun dalam bentuk upah mengupah merupakan muamalah
yang telah disyari’atkan dalam Islam. Hukum asalnya adalah boleh atau mubah
bila dilakukan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Islam. Bolehnya hukum
Ijaaroh berdasarkan kepada ayat-ayat al-Qur’an dan hadits Nabi.
Mengenai
kebolehan Ijaaroh, para Ulama sepakat tidak ada seorang Ulama-pun yang
membantah kesepakatan (Ijma’) ini, jelaslah bahwa Allah SWT telah
mensyari’ahkan Ijaaroh ini yang tujuannya untuk kemashlahatan ummat dan
tiada larangan untuk melakukan kegiatan Ijaaroh, sesuai dengan
kaidah fiQh : “Pada dasarnya semua bentuk mu’amalah boleh dilakukan
kecuali ada dalil yang mengharamkannya. Menghindarkan mafsadat atau kerusakan
atau bahaya harus didahulukan atas mendatangkan kemashlahatan.”
Wallahu
a’lam.. .
DAFTAR PUSTAKA
Abu Zahra, Muhammad. Garis Besar Fiqh. Jakarta.
PT. Pustaka Firdaus. 1994
Dahlan, Abd.Rahman. Pengantar
Fiqh. Jakarta. AMZAH. 2011
Harun, Nasrun. Fiqh 1.
Jakarta. Logos PublisingHouse. 1996
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan Komentar anda di sini