Sabtu, 11 Juli 2015

Teknik Analisis Item Tes Hasil Belajar

BAB I
PENDAHULUAN

  A.    Latar Belakang
Bagi seorang guru kegiatan  evaluasi sangatlah menjadi tuntutan, dimana seorang guru harus mengetahui hasil belajar siswanya dengan serangkaian tes yang berupa soal-soal serta berupa percobaan-percobaan kepada anak didik. Utuk memudahkan guru dalam menilai hasil tes tersebut dibuatlah analisis butir soal.
Dalam melakukan evaluasi terhadap alat pengukur yang telah digunakan untuk mengukur keberhasilan belajar dari para peserta didiknya (muridnya, siswa, mahasiswa dan lain-lain). Alat pengukur dimaksud adalah tes hasil belajar, yang sebagai mana telah kita maklumi, batang tubuhnya terdiri dari kumpulan butir-butir soal (itemtes). Dalam aplikasinya mempunyai fungsi dan peranan yang sangat penting dalam hal untuk mengetahui tujuan yangingin dicapai.Dan dari uraian di atas maka penulis akan memaparkan makalah yang berjudul “Analisis Butir Soal”.

  B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan analisis butir item tes?
2.      Apa tujuan menganalisis butir item tes?
3.      Sebutkan dan jelaskan macam-macam teknik menganalisis butir item tes?

  C.     Tujuan
   a.       Untuk mengetahuipengertian analisis butir item tes
   b.      Untuk mengetahui tujuan menganalisis butir item tes
   c.       Untuk mengetahui macam-macam teknik menganalisis butir item tes



BAB II
PEMBAHASAN


Salah satu cara untuk memperbaiki proses belajar-mengajar yang paling efektif ialah dengan jalan mengevaluasi tes hasil belajar yang diperoleh dari proses belajar-mengajajar itu sendiri.
Analisis butir soal atau analisis item adalah pengkajian pertanyaan-pertanyaan tes agar diperoleh perangkat pertanyaan yang memiliki kualitas yang memadai.  Analisis soal bertujuan untuk mengadakan identifikasi soal-soal yang baik,kurang baik, dan soal yang jelek. Sehingga dari identifikasi tersebut dapat menjadi petunjuk untuk mengadakan perbaikan.
Penganalisisan terhadap butir-butir item tes hasil belajar dapat dilakukan dari tiga segi, yaitu: (1) dari segi derajat kesukaran itemnya, (2) dari segi daya pembeda itemnya, (3) dari segi fungsi distraktornya.
Tujuan analisis terhadap items tes menurut Thorndike dan Hagen (1997) yaitu: pertama, jawaban-jawaban soal itu merupakan informasi diagnostik untuk meneliti pelajaran dari kelas itu dan kegagalan-kegagalan belajarnya, serta selanjutnya untuk membimbing ke arah cara belajar yang lebih baik. Kedua, jawaban-jawaban terhadap soal-soal yang terpisah dan perbaikan soal-soal yang didasarkan atas jawaban-jawaban itu merupakan basis bagi penyiapan tes-tes yang lebik baik untuk tahun berikutnya.
A.    Taraf kesukaran (difficulty level) soal
Untuk menghitung taraf kesukaran soal dari suatu tes dipergunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:
TK =indeks taraf kesukaran yang harus dicari
U  = jumlah siswa yang termasuk kelompok pandai yang menjawab benar untuk tiap soal
L  = jumlah siswa yang termasuk kelompok kurang yang menjawab benar untuk tiap soal
T  = jumlah siswa dari kelompok pandai dan kelompok kurang.
Misalkan suatu tes yang terdiri dari N soal kita berikan kepada 40 siswa. Dari soal tes tersebut tiap-tiap soal kita analisis taraf kesukarannya. Mula-mula hasil tes itu kita susun ke dalam peringkat, kemudian kita ambil 25% (= 10 lembar jawaban siswa) kelompok pandai dan 25% (= 10 lembar jawaban siswa) kelompok kurang. Kemudian tiap-tiap soal kita tabulasikan. Misalkan dari tabulasi soal no. 1 kita peroleh hasil sebagai berikut: yang menjawab benar dari kelompok pandai = 9 siswa, dan yang menjawab benar dari kelompok kurang =4 siswa. Dengan menggunakan rumus tersebut maka dapat dihitung taraf kesukarannya sebagai berikut:

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya soal yang terlalu sulit akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena di luar jangkauannya.
Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran (difficulty index). Besarnya index kesukaran antara 0,00 sampai dengan 1,0. Index kesukaran ini menunjukkan taraf kesukaran soal. Soal dengan indeks kesukaran 0,0 menunjukkan bahwa soal itu terlalu sukar, sebaliknya indeks 1,0 menunjukkan bahwa soal itu terlalu mudah.
                                                                            0,0                                         1,0
                                                                          Sukar                                       mudah
            Didalam istilah evaluasi, indeks kesukaran ini diberi simbol “P”, singkatan dari “proporsi”. Dengan demikian maka soal dengan P= 0,70 lebih mudah jika dibandingkan dengan P= 0,20.
Sebaliknya soal dengan P= 0,30 lebih sukar daripada soal dengan P= 0,80
            Melihat besarnya bilangan indeks ini, maka lebih cocok jika bukan disebut sebagai indeks kesukaran tetapi indeks kemudahan atau indeks fasilitas, karena semakin mudah soal itu, maka semakin besar pula bilangan indeksnya. Akan tetapi telah disepakati bahwa walaupun semakin tinggi indeksnya menunjukkan soal yang semakin mudah, tetapi tetap disebut indeks kesukaran.
Rumus mencari P adalah: 
Dimana:
P = indeks kesukaran
B = banyak siswa yang menjawab soal itu dengan betul
JS = jumlah seluruh siswa peserta tes
Latihan:
Ada 10 orang dengan nama kode A sd. J yang mengerjakan tes yang terdiri dari 20 soal. Jawaban tesnya dianalisis dan jawaban tertera seperti berikut ini.
(1 = jawaban betul; 0 = jawaban salah)
Tabel 1.1
siswa
Nomor Soal
Skor siswa
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
A
1
1
0
0
1
0
1
1
0
1
1
0
1
0
1
1
1
1
0
1
13
B
0
1
0
0
1
0
1
1
0
0
1
1
1
1
0
0
0
1
1
1
11
C
1
1
0
0
1
1
1
1
0
1
0
1
0
1
1
0
1
1
1
1
14
D
0
1
0
0
1
1
0
0
1
1
0
1
0
1
0
0
0
0
1
1
9
E
1
1
1
0
1
0
1
1
0
1
0
1
0
0
1
1
1
1
1
1
14
F
0
0
1
0
1
0
0
1
1
0
1
0
0
1
1
0
0
0
1
0
8
G
1
1
0
1
0
0
1
1
0
0
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
13
H
1
0
0
1
0
0
1
1
0
0
0
1
0
0
1
1
0
0
1
1
9
I
1
1
1
0
1
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
17
J
0
1
1
0
1
1
0
1
1
1
0
0
0
1
1
1
0
1
1
1
13
Jumlah
6
8
4
2
8
3
7
9
4
4
4
7
4
6
8
6
5
7
9
10

0,6
0,8
0,4
0,2
0,8
0,3
0,7
0,9
0,4
0,4
0,4
0,7
0,4
0,6
0,8
0,6
0,5
0,7
0,9
0,1

Contoh penggunaan
Misalnya, jumlah siswa peserta tes dalam suatu kelas ada 40 orang. Dari 40 orang siswa tersebut 12 orang yang dapat mengerjakan soal nomor 1 dengan betul. Maka indeks kesukarannya adalah:

Dari tabel yang disajikan tersebut, dapat ditafsirkan bahwa:
  1)      Soal nomor 1 mempunyai taraf kesukaran
 2)      Soal nomor 4 adalah soal yang tersukar karena hanya dapat dijawab betul oleh 2 orang
  3)      Soal nomor 20 adalah yang paling mudah karena seluruh siswa peserta tes, dapat menjawab.

Menurut ketuentuan yang sering diikuti, indeks kesukaran sering diklasifikasikan sebagai berikut:
                                 ·            Soal dengan P 0,00 sampai 0,30 adalah soal sukar
                                 ·            Soal dengan P 0,31 sampai 0,70 adalah soal sedang
                                 ·            Soal dengan P 0,71 sampai 1,00 adalah soal mudah
Dalam kaitannya  dengan hasil analisis item dari segi derajat kesukarannya seperti di atas, maka tindak lanjut yang perlu dilakukan oleh tester adalah sebagai berikut:
  1)      Untuk butir-butir item yang berdasarkan hasil analisis termasuk dalam kategori baik( dalam arti derajat kesukaran itemnya cukup atau sedang), seyogyanya butir item tersebut segera dicatat dalam buku bank soal. Selanjutnya butir soal tersebut dapat dikeluarkan kembali pada tes waktu yang akan datang.
   2)      Untuk butir-butir item yang termasuk dalam kategori terlalu sukar, ada tiga ke,mungkinana tindak lanjut, yaitu: 
  (1) butir item tersebut dibuang atau didrop dan tidak akan dikeluarkan lagi dalam tes-tes hasil belajar yang akan datang. 
  (2) diteliti ulang, dilacak dan ditelusuri sehimgga dapat diketahui faktor yang menyebabkan butir item yang bersangkutan sulit dijawab oleh testee; apakah kalimat soalnya kurang jelas, apakah petunjuk cara mengerjakan (menjawab) soalnya sulit dipahami, ataukah dalam soal tersebut terdapat istilah-istilah yang tidak jelas, dan sebagainya. Setelah diperbaiki kembali, butir-butir item tersebut dapat dikeluarkan kembali dalam tes hasil belajar waktu yang akan datang. 
  (3) haruslah dipahami bahwa tidak semua butir item yang termasuk kategori terlalu sukar itu sama sekali tidak berguan. Butir-butir itemyang terlalu sukar itu sewaktu-waktu dapat berguna dalam tes-tes(terutama tes seleksi) yang sifatnya ketat/ kelulusannya sangat sedikt dari banyak peserta.  

  3)      Untuk butir-butir item yang termasuk dalam kategori terlalu mudah, juga ada tiga kemungkinan tindak lanjut, yaitu: 
  (1) butir item tersebut dibuang atau didrop dan tidak akan dikeluarkan lagi dalam tes-tes hasil belajar yang akan datang. 
  (2) diteliti ulang, dilacak dan ditelusuri secara cermat guna mengetahui faktor yang menyebabkan butir item tersebut dapat dijawab betul oleh hampir seluruh testee; ada kemungkinan option  atau alternatif jawaban yang dipasangkan terlalu mudah diketahui oleh testee, mana yang merupakan kunci jawabab item dan mana yang merupakan option pengecoh. Di sini tester harus memperbaiki atau mengganti option dengan option yang sulit atau antara kunci jawaban dengan pengecoh yang sulit diketahui oleh testee.
  (3) butir-butir item yang mudah juga memiliki kegunaan, yaitu butir-butir item yang termasuk kategori ini dapat dimanfaatkan pada tes –tes (terutama tes seleksi) yang sifatnya longgar atau sebagian besar testee akan dinyatakan lulus dalam tes seleksi tersebut.
                                                                                                                                                      Cara lain yang merupakan cara kedua yang dapat ditempuh dalam mencari atau menghitung angka indeks kesukaran item adalah dengan menggunakan skala kesukaran linier. Skala kesukaran linier ini disusun dengna cara mentransformasikan nilai P menjadi nilai z, dimana perubahan dari P ke z itu dilakukan dengan berkonsultasi pada tabel nilai z yang pada umumnya dilampirkan pada buku-buku statistik.
Dengan menggunakan cara kedua maka langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
Langkah pertama: mengoreksi nilai P kotor (Pk) menjadi nilai P bersih(Pb) menggunakan rumus :

Di mana :
Pb  = P bersih
Pk  = P kotor
a  = alternatif atau option yang disediakan atau dipasanagkan pada butir item yang bersangkutan.
1 = bilangan konstanta.
Marilah kita coba untuk mentransfer P kotor yang telah diperoleh dari tabel 1.1 menjadi P bersih dengan catatan bahwa dalam contoh ini option yang dipasangkan pada setiap item adalah lima buah. Hasilnya adalah sebagai berikut pada tabel 1.2:
Butir item nomor
P kotor
1
0,6
2
0,8
0,75
3
0,4
0,25
4
0,2
0,0
5
0,8
0,75
6
0,3
0,125
7
0,7
0,625
8
0,9
0,875
9
0.4
0,25
10
0,4
0,25

Langkah kedua:mentransformasikan nilai P bersih (Pb) menjadi nilai z, dengan berkonsultasi pada tabel kurva. Kita ambil sebagai contoh P nomor 1 ini memiliki P bersih sebesar 0,75. Unutk mentransformasikan P bersih sebesar 0,75 itu menjadi nilai z, kita cari angka sebesar 0,75 itu dalam tabel kurva normal terlampir. Maka diperoleh pernyataan sebagai berikut:
B
The Larger Area
Z
C
The Smaller Area
0,75
0,6745
0,25

Berdasarkan hasil konsultasi pada tabel kurvaa normal diatas dapat disimpulkan bahwa butir item nomor 1 itu termasuk kategori item yang telah memiliki derajat kesukaran yang cukup (sedang).
Langkah ketiga : mencari atau menghitung angka indeks kesukaran item ialah dengan menggunakan angka indeks Davis yang diberi lambang D, dapat diperoleh dengna menggunakan rumus:
Keuntungan dari indeks Davis ini adalah bahwa kita akan dapat terhindar dari tanda negatif atau tanda minus, seperti yang dimungkinkan terjadi apabila kita menggunakan skala kesukaran linier. Perhatikan contoh berikut ini :
Diketahui : P kotor = 0,20; jumlah alternatif = 4. Jadi :


Dengan menggunakan indeks Davis maka derajat kesukaran item dibuat bergerak antara 0 sampai dengan 100. Dalam keadaan seperti ini, kita tidak mungkin akan bertemu dengan tanda minus. Lagi pula, semakin kecil nilai D maka derajat kesukaran item itu semakin kecil (rendah); sebaliknya semakin besr nilai D maka derajat kesukaran item itu semakin besar (tinggi).
Misal penggunaan indeks Davis pada sebutir item yang memiliki P kotor sebesar 0,265 yang kemudian dikonsultasikan pada tabel kurva normal, diperoleh z sebesar 0,6280.
Dengan menggunakan rumus angka indeks Davis D seperti telah tersaji, maka :
  (dibulatkan 2 angka di belakang tanda desimal).

Karena rentangan angka indeks Davis adalah antara 0 smapai dengan 100, maka dengan D sebesar 63,23 kita dapat menyatakan bahwa butir item yang bersangkutan memiliki derajat kesukaran yang cukup / sedang ( D sebesar 62,23 itu berada antara 30 – 70).

   B.     Analisis daya pembeda
             Analisis daya pembeda mengkaji butir-butir soal dengan tujuan untuk mengetahui kesanggupan soal dalam  membedakan siswa yang tergolong mampu (tinggi prestasinya) dengan siswa yang tergolong kurang atau lemah prestasinya. Artinya, bila soal tersebut diberikan kepada anak yang mampu, hasilnya menunjukkan prestasi yang tinggi; dan apabila diberikan kepada siswa yang lemah, hasilnya rendah. Tes dikatakan tidak memiliki daya pembeda apabila tes tersebut, jika tes tersebut diujikan kepada anak berprestasi tinggi, hasilnya rendah, tetapi bila diberikan kepada anak yang lemah, hasilnya lebih tinggi. Atau bila diberikan kepada kedua kategori siswa tersebut, haasilnya sama saja. Dengan demikian, tes yang tidak memiliki daya pembeda, tidak akan menghasilkan gambaran hasil sesuai dengan kemampuan siswa sebenarnya. Sungguh aneh bila anak pandai tidak lulus, tetapi anak bodoh lulus dengan baik tanpa dilakukan manipulasi oleh si penilai atau diluar faktor kebetulan.
              Cara yang biasa dilakukan dalam analisis daya pembeda adalah dengan menggunakan tabel atau kriteria dari Ross dan Stanley seperti dalam analisis tingkat kesukaran soal.
       SR-ST 

 
 


Rumusnya adalah: 

Contoh: tes pilihan ganda dengan option 4 diberikan kepada siswa 30 siswa. Jumlah soal 15. Setelah diperiksa, datanya adalah sebagai berikut:
No soal
Jumlah siswa yang menjawab salah kelompok rendah (SR)
Jumlah siswa yang menjawab salah kelompok tinggi (ST)
                                SR-ST
                    Keterangan
1
6
1
5

2
6
1
5

3
5
2
3

4
6
1
5

5
2
1
1

6
5
1
4

7
2
1
1

8
7
1
6

9
7
1
6

10
4
2
2

11
3
1
2

12
6
1
5

13
2
1
1

14
6
1
5

15
5
2
3


N= 30 Orang                    N= 27 % dari 30 = 8
Kriteria yang digunakan dari tabel Ross dan Stanley adalah sebagai berikut:
Jumlah testi (N)
       N (27 % N)
         Option
2
3
4
5
28 – 31
32 – 35
36 - 38
8
9
10
4
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5







Kriterian pengujian daya pembeda adalah sebagai berikut :
Bila SR – ST sama atau lebih besar dari nilai tabel, artinya butir soal itu mempunyai daya pembeda.
Dari data diatas, batas pengujian adalah 5, yakni dalam tabel diatas dengan jumlah N ( 28- 31), n = 8 pada option 4.

Dengan demikian dapat disimpulkan sebagai berikut:
No. Item
SR - ST
Batas nilai tabel
Keterangan
1
5
5
Diterima
2
5
5
Diterima
3
3
5
Ditolak
4
5
5
Diterima
5
1
5
Ditolak
6
4
5
Ditolak
7
1
5
Ditolak
8
6
5
Diterima
9
6
5
Diterima
10
2
5
Ditolak
11
2
5
Ditolak
12
5
5
Diterima
13
1
5
Ditolak
14
5
5
Diterima
15
3
5
Ditolak

Dari kesimpulan diatas hanya soal nomor 1, 2, 4, 8, 9, 12, dan 14 yang memenuhi daya pembeda, sedangkan soal nomor lainnya tidak memiliki daya pembeda.
Dari contoh diatas dapat disimpulkan bahwa cara menghitung daya pembeda adalah dengan menempuh langkah sebagai berikut:
a)      Memeriksa jawaban soal semua peserta tes.
b)      Membuat daftar peringkat hasil tes berdasarkan skor yang dicapainya.
c)      Menentukkan jumlah sampel sebanyak 27 % dari jumlah peserta tes untuk kelompok siswa pandai (peringkat atas) dan 27% untuk kelompok siswa kurang (peringkat bawah)
d)     Melakukan analisis butir soal, yakni menghitung jumlah siswa yang menjawab salah dari semua nomor soal, baik pada kelompok pandai maupun pada kelompok kurang.
e)      Menghitung selisih jumlah siswa yang menjawab pada kelompok kurang dengan kelompo kurang.
f)       Membandingkan nilai selisih yang diperoleh dengan nilai tabel Ross & Stanley.
g)      Menentukan ada-tidaknya daya pembeda pada setiap nomor soal dengan kriteria “ memiliki daya pembeda” bila nilai selisih siswa yang menjawab salah antara kelompok kurang dengan kelompok pandai (SR - ST) sama atau lebih besar dari nilai tabel.
Butir soal yang tidak memiliki daya pembeda diduga terlalu mudah atau terlalu sukar sehingga perlu diperbaiki atau diganti dengan pertanyaan lain. Idealnya semua butir soal memiliki daya pembeda dan tingkat kesukaran. Tes yang telah dibakukan, disamping memenuhi validitas, juga memenuhi tingkat kesukaran dan daya pembeda.

   C.     Teknik Analisis Fungsi Distraktor
Pada tes obyektif bentuk multiple choice item telah dikemukakan bahwa pada tes buitr item yang dikeluarkan dalam tes hasil belajar telah dilengkapi dengan beberapa kemungkinan jawaban, atau yang sering dikenal dengan istilah option atau alternatif.
Option atau alternatif itu jumlahnya berkisar antara tiga sampai dengan lima buah, dan dari kemungkinan dan dari kemungkinan-kemungkinan jawab yang terpasang pada setiap butir itemitu, salah satu di antaranya adalah jawaban betul (=kunci jawaban); sedangkan sisanya merupakan jawaban salah. Jawaban-jawaban salah itulah yang biasa dikenal dengan istilah distractor (distraktor = pengecoh).
Tujuan utama dari pemasangan distraktor pada setiap butir item adalah agar dari sekian banyak peserta didik yang mengikuti tes hasil belajar ada yang tertarik atau terangsang untuk memilihnya, sebab mereka menyangka bahwa distraktor yang mereka pilih itu merupakan jawaban betul. Distraktor baru dapat dikatakan telah dapat menjalankan fungsinya dengan baik, apabila distraktor tersebut telah memiliki daya rangsang atau daya tarik demikian rupa, sehingga peserta didik- (khususnya yang termasuk dalam kategori : kemampuannya rendah atau bodoh) – merasa bimbang, dan ragu-ragu sehingga pada akhirnya mereka menjadi terkecoh untuk memilih distraktor sebagai jawaban betul, sebab mereka mengira bahwa distraktor yang mereka pilih itu adalah kunci jawaban item; padahal bukan.
Menganalisis fungsi distraktor sering dikenal dengan istilah lain, yaitu : menganalisis pola penyebaran jawaban item. Pola penyebaran jawaban item adalah suatu pola yang dapat menggambarkan bagaimana peserta didik menentukan pilihan jawabnya terhadap kemungkinan-kemungkinan jawab yang telah dipasangkan pada setiap butir item.
Suatu kemungkinan dapat terjadi, yaitu bahwa dari keseluruhan alternative yang dipasang pada butir item tertentu, sama sekali tidak dipilih oleh peserta didik. Dengan kata lain, peserta didik menyatakan “blangko”. Pernyataan blangko ini sering dikenal dengan istilah oniet dan biasa diberi lambing dengan huruf O. Distraktor dinyatakan telah dapat menjalankan fungsinya dengan baik apabila distraktor tersebut sekurang-kurangnya sudah dipilih oleh 5% dari seluruh peserta tes. Misalnya, tes hasil belajar diikuti oleh 100 orang, maka distraktor dinyatakan berfungsi dengan baik apabila minimal 5 orang dari 100 orang peserta tes itu sudah “terkecoh” untuk memilih distraktor tersebut.
Menurut Anas Sudijono (2011: 411), mengungkapkan bahwa distractor telah dapat menjalankan fungsinya dengan baik apabila distractor tersebut telah dipilih sekurang-kurangnya 5% dari seluruh peserta tes. Distrsctor yang telah menjalankan fungsinya dengan baik dapat digunakan kembali pada tes yang akan datang. Dengan demikian, efektivitas distractor adalah seberapa baik pilihan yang salah tersebut dapat mengecoh peserta tes yang memang tidak mengetahui kunci jawaban yang tersedia. Semakin banyak peserta tes yang memilih distractor tersebut, maka distractor itu dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Jika peserta tes mengabaikan semua option (tidak memilih) disebut omit. Dilihat dari segiomit, sebuah item dikatakan baik jika omitnya tidak lebih dari 10 % pengikut tes.

Suatu distraktor dapat diperlakukan dengan 3 cara:
1) Diterima, karena sudah baik.
2) Ditolak, karena tidak baik.
3) Ditulis kembali, karena kurang baik.
Cara untuk menentukan, apakah suatu distraktor telah dapat menjalankan fungsinya dengan baik atau belum, maka dapat dianalisis menggunakan rumus sebagai berikut:

Sebuah contoh hasil penelitian butir soal Tes Kendali Mutu kelas XII SMA mata pelajaran Ekonomi Akuntansi di Kota Yogyakarta tahun 2012 menunjukkan distractor soal sudah berfungsi dengan baik. Hal ini dapat dilihat melalui persentase distractor yang berkualitas sangat baik sebesar 62,5% untuk soal seri A; 37,5% untuk soal seri B; 40% untuk soal seri C; 50% untuk soal seri D; dan 35% untuk soal seri E. Soal dengan distractor yang baik sebesar 20% untuk soal seri A; 40% untuk soal seri B; 40% untuk soal seri C; 37,5% untuk soal seri D; dan 40% untuk soal seri E. Soal dengan distractor yang cukup sebesar 10% untuk soal seri A; 20% untuk soal seri B; 12,5% untuk soal seri C; 5% untuk soal seri D; dan 17,5% untuk soal seri E. Soal dengan distractor yang kurang baik sebesar 7,5% untuk soal seri A; 0% untuk soal seri B; 2,5% untuk soal seri C; 5% untuk soal seri D; dan 5% untuk soal seri E. Soal dengan distractor yang tidak baik sebesar 0% untuk soal seri A; 2,5% untuk soal seri B; 5% untuk soal seri C; 2,5% untuk soal seri D;, dan 2,5% untuk soal seri E.
Hasil penelitian ini diperkuat dengan adanya teori menurut Daryanto (2007: 193) bahwa distraktor dapat dikatakan berfungsi dengan baik jika paling sedikit dipilih oleh 5% pengikut tes. Penelitian ini juga selaras dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Finda Lestari bahwa butir soal yang baik pengecohnya akan dipilih secara merata oleh peserta didik yang menjawab salah, sebaliknya butir soal yang kurang baik pengecohnya dipilih secara tidak merata.
Besarnya persentase butir soal dengan kualitas distractor yang kurang baik mengidentifikasi bahwa pengecoh belum dapat berfungsi dengan baik, pengecoh terlalu mencolok, menyesatkan, dan cenderung heterogen. Pengecoh tersebut tidak memiliki daya tarik yang besar bagi peserta tes yang kurang memahami konsep atau kurang menguasai materi mata pelajaran Ekonomi Akuntansi.



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Analisis butir soal atau analisis item adalah pengkajian pertanyaan-pertanyaan tes agar diperoleh perangkat pertanyaan yang memiliki kualitas yang memadai.  Analisis soal bertujuan untuk mengadakan identifikasi soal-soal yang baik,kurang baik, dan soal yang jelek. Sehingga dari identifikasi tersebut dapat menjadi petunjuk untuk mengadakan perbaikan.
Penganalisisan terhadap butir-butir item tes hasil belajar dapat dilakukan dari tiga segi, yaitu: (1) dari segi derajat kesukaran itemnya,Besarnya index kesukaran antara 0,00 sampai dengan 1,0. Soal dengan indeks kesukaran 0,0 menunjukkan bahwa soal itu terlalu sukar, sebaliknya indeks 1,0 menunjukkan bahwa soal itu terlalu mudah. (2) dari segi daya pembeda itemnya, Analisis daya pembeda mengkaji butir-butir soal dengan tujuan untuk mengetahui kesanggupan soal dalam  membedakan siswa yang tergolong mampu (tinggi prestasinya) dengan siswa yang tergolong kurang atau lemah prestasinya. (3) dari segi fungsi distraktornya, Tujuan utama dari pemasangan distraktor pada setiap butir item adalah agar dari sekian banyak peserta didik yang mengikuti tes hasil belajar ada yang tertarik atau terangsang untuk memilihnya, sebab mereka menyangka bahwa distraktor yang mereka pilih itu merupakan jawaban betul.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan Komentar anda di sini