PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bagi seorang guru kegiatan evaluasi sangatlah menjadi tuntutan, dimana
seorang guru harus mengetahui hasil belajar siswanya dengan serangkaian tes
yang berupa soal-soal serta berupa percobaan-percobaan kepada anak didik. Utuk memudahkan guru dalam menilai hasil tes tersebut dibuatlah
analisis butir soal.
Dalam melakukan evaluasi terhadap alat pengukur yang telah
digunakan untuk mengukur keberhasilan belajar dari para peserta didiknya
(muridnya, siswa, mahasiswa dan lain-lain). Alat pengukur dimaksud adalah tes
hasil belajar, yang sebagai mana telah kita maklumi, batang tubuhnya terdiri dari
kumpulan butir-butir soal (itemtes). Dalam aplikasinya mempunyai fungsi dan
peranan yang sangat penting dalam hal untuk mengetahui tujuan yangingin
dicapai.Dan dari uraian di atas maka penulis akan memaparkan makalah yang
berjudul “Analisis Butir Soal”.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan analisis butir item tes?
2. Apa tujuan menganalisis butir item tes?
3. Sebutkan dan jelaskan macam-macam teknik menganalisis butir item tes?
C. Tujuan
a. Untuk mengetahuipengertian analisis butir item tes
b. Untuk mengetahui tujuan menganalisis butir item tes
c. Untuk mengetahui macam-macam teknik menganalisis butir item tes
BAB II
PEMBAHASAN
Salah satu cara untuk memperbaiki proses
belajar-mengajar yang paling efektif ialah dengan jalan mengevaluasi tes hasil
belajar yang diperoleh dari proses belajar-mengajajar itu sendiri.
Analisis butir soal atau analisis item adalah
pengkajian pertanyaan-pertanyaan tes agar diperoleh perangkat pertanyaan yang
memiliki kualitas yang memadai. Analisis
soal bertujuan untuk mengadakan identifikasi soal-soal yang baik,kurang baik,
dan soal yang jelek. Sehingga dari identifikasi tersebut dapat menjadi petunjuk
untuk mengadakan perbaikan.
Penganalisisan terhadap butir-butir item tes
hasil belajar dapat dilakukan dari tiga segi, yaitu: (1) dari segi derajat
kesukaran itemnya, (2) dari segi daya pembeda itemnya, (3) dari segi fungsi
distraktornya.
Tujuan analisis terhadap items tes menurut
Thorndike dan Hagen (1997) yaitu: pertama, jawaban-jawaban soal itu
merupakan informasi diagnostik untuk meneliti pelajaran dari kelas itu dan
kegagalan-kegagalan belajarnya, serta selanjutnya untuk membimbing ke arah cara
belajar yang lebih baik. Kedua, jawaban-jawaban terhadap soal-soal yang
terpisah dan perbaikan soal-soal yang didasarkan atas jawaban-jawaban itu
merupakan basis bagi penyiapan tes-tes yang lebik baik untuk tahun berikutnya.
A.
Taraf kesukaran (difficulty level) soal
Untuk menghitung taraf kesukaran soal dari
suatu tes dipergunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
TK =indeks taraf kesukaran yang harus dicari
U = jumlah siswa
yang termasuk kelompok pandai yang menjawab benar untuk tiap soal
L = jumlah siswa
yang termasuk kelompok kurang yang menjawab benar untuk tiap soal
T = jumlah siswa
dari kelompok pandai dan kelompok kurang.
Misalkan suatu tes yang terdiri dari N soal
kita berikan kepada 40 siswa. Dari soal tes tersebut tiap-tiap soal kita
analisis taraf kesukarannya. Mula-mula hasil tes itu kita susun ke dalam
peringkat, kemudian kita ambil 25% (= 10 lembar jawaban siswa) kelompok pandai
dan 25% (= 10 lembar jawaban siswa) kelompok kurang. Kemudian tiap-tiap soal
kita tabulasikan. Misalkan dari tabulasi soal no. 1 kita peroleh hasil sebagai
berikut: yang menjawab benar dari kelompok pandai = 9 siswa, dan yang menjawab
benar dari kelompok kurang =4 siswa. Dengan menggunakan rumus tersebut maka
dapat dihitung taraf kesukarannya sebagai berikut:
Soal yang baik adalah soal
yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah
tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya soal
yang terlalu sulit akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai
semangat untuk mencoba lagi karena di luar jangkauannya.
Bilangan yang menunjukkan
sukar dan mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran (difficulty index).
Besarnya index kesukaran antara 0,00 sampai dengan 1,0. Index kesukaran ini
menunjukkan taraf kesukaran soal. Soal dengan indeks kesukaran 0,0 menunjukkan
bahwa soal itu terlalu sukar, sebaliknya indeks 1,0 menunjukkan bahwa soal itu terlalu
mudah.
0,0 1,0
Sukar
mudah
Didalam
istilah evaluasi, indeks kesukaran ini diberi simbol “P”, singkatan dari
“proporsi”. Dengan demikian maka soal dengan P= 0,70 lebih mudah jika
dibandingkan dengan P= 0,20.
Sebaliknya soal dengan P=
0,30 lebih sukar daripada soal dengan P= 0,80
Melihat besarnya bilangan indeks ini, maka lebih cocok
jika bukan disebut sebagai indeks kesukaran tetapi indeks kemudahan atau indeks
fasilitas, karena semakin mudah soal itu, maka semakin besar pula bilangan
indeksnya. Akan tetapi telah disepakati bahwa walaupun semakin tinggi indeksnya
menunjukkan soal yang semakin mudah, tetapi tetap disebut indeks kesukaran.
Rumus mencari P
adalah:
Dimana:
P = indeks kesukaran
B = banyak siswa yang
menjawab soal itu dengan betul
JS = jumlah seluruh siswa
peserta tes
Latihan:
Ada 10 orang dengan nama
kode A sd. J yang mengerjakan tes yang terdiri dari 20 soal. Jawaban tesnya
dianalisis dan jawaban tertera seperti berikut ini.
(1 = jawaban betul; 0 =
jawaban salah)
Tabel 1.1
siswa
|
Nomor Soal
|
Skor siswa
|
|||||||||||||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
11
|
12
|
13
|
14
|
15
|
16
|
17
|
18
|
19
|
20
|
||
A
|
1
|
1
|
0
|
0
|
1
|
0
|
1
|
1
|
0
|
1
|
1
|
0
|
1
|
0
|
1
|
1
|
1
|
1
|
0
|
1
|
13
|
B
|
0
|
1
|
0
|
0
|
1
|
0
|
1
|
1
|
0
|
0
|
1
|
1
|
1
|
1
|
0
|
0
|
0
|
1
|
1
|
1
|
11
|
C
|
1
|
1
|
0
|
0
|
1
|
1
|
1
|
1
|
0
|
1
|
0
|
1
|
0
|
1
|
1
|
0
|
1
|
1
|
1
|
1
|
14
|
D
|
0
|
1
|
0
|
0
|
1
|
1
|
0
|
0
|
1
|
1
|
0
|
1
|
0
|
1
|
0
|
0
|
0
|
0
|
1
|
1
|
9
|
E
|
1
|
1
|
1
|
0
|
1
|
0
|
1
|
1
|
0
|
1
|
0
|
1
|
0
|
0
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
14
|
F
|
0
|
0
|
1
|
0
|
1
|
0
|
0
|
1
|
1
|
0
|
1
|
0
|
0
|
1
|
1
|
0
|
0
|
0
|
1
|
0
|
8
|
G
|
1
|
1
|
0
|
1
|
0
|
0
|
1
|
1
|
0
|
0
|
0
|
1
|
1
|
0
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
13
|
H
|
1
|
0
|
0
|
1
|
0
|
0
|
1
|
1
|
0
|
0
|
0
|
1
|
0
|
0
|
1
|
1
|
0
|
0
|
1
|
1
|
9
|
I
|
1
|
1
|
1
|
0
|
1
|
0
|
1
|
1
|
1
|
0
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
17
|
J
|
0
|
1
|
1
|
0
|
1
|
1
|
0
|
1
|
1
|
1
|
0
|
0
|
0
|
1
|
1
|
1
|
0
|
1
|
1
|
1
|
13
|
Jumlah
|
6
|
8
|
4
|
2
|
8
|
3
|
7
|
9
|
4
|
4
|
4
|
7
|
4
|
6
|
8
|
6
|
5
|
7
|
9
|
10
|
|
|
0,6
|
0,8
|
0,4
|
0,2
|
0,8
|
0,3
|
0,7
|
0,9
|
0,4
|
0,4
|
0,4
|
0,7
|
0,4
|
0,6
|
0,8
|
0,6
|
0,5
|
0,7
|
0,9
|
0,1
|
|
Contoh penggunaan
Misalnya, jumlah siswa
peserta tes dalam suatu kelas ada 40 orang. Dari 40 orang siswa tersebut 12
orang yang dapat mengerjakan soal nomor 1 dengan betul. Maka indeks
kesukarannya adalah:
Dari tabel yang disajikan
tersebut, dapat ditafsirkan bahwa:
1) Soal nomor 1 mempunyai taraf kesukaran
2) Soal nomor 4 adalah soal yang tersukar karena hanya dapat dijawab betul
oleh 2 orang
3) Soal nomor 20 adalah yang paling mudah karena seluruh siswa peserta tes,
dapat menjawab.
Menurut ketuentuan yang
sering diikuti, indeks kesukaran sering diklasifikasikan sebagai berikut:
·
Soal dengan P 0,00 sampai
0,30 adalah soal sukar
·
Soal dengan P 0,31 sampai
0,70 adalah soal sedang
·
Soal dengan P 0,71 sampai
1,00 adalah soal mudah
Dalam kaitannya dengan hasil analisis item dari segi derajat kesukarannya
seperti di atas, maka tindak lanjut yang perlu dilakukan oleh tester adalah
sebagai berikut:
1) Untuk butir-butir item yang berdasarkan hasil analisis termasuk dalam
kategori baik( dalam arti derajat kesukaran itemnya cukup atau sedang), seyogyanya
butir item tersebut segera dicatat dalam buku bank soal. Selanjutnya butir soal
tersebut dapat dikeluarkan kembali pada tes waktu yang akan datang.
2) Untuk butir-butir item yang termasuk dalam kategori terlalu sukar, ada tiga
ke,mungkinana tindak lanjut, yaitu:
(1) butir item tersebut dibuang atau didrop
dan tidak akan dikeluarkan lagi dalam tes-tes hasil belajar yang akan datang.
(2) diteliti ulang, dilacak dan ditelusuri sehimgga dapat diketahui faktor yang
menyebabkan butir item yang bersangkutan sulit dijawab oleh testee; apakah
kalimat soalnya kurang jelas, apakah petunjuk cara mengerjakan (menjawab)
soalnya sulit dipahami, ataukah dalam soal tersebut terdapat istilah-istilah
yang tidak jelas, dan sebagainya. Setelah diperbaiki kembali, butir-butir item
tersebut dapat dikeluarkan kembali dalam tes hasil belajar waktu yang akan
datang.
(3) haruslah dipahami bahwa tidak semua butir item yang termasuk
kategori terlalu sukar itu sama sekali tidak berguan. Butir-butir itemyang
terlalu sukar itu sewaktu-waktu dapat berguna dalam tes-tes(terutama tes
seleksi) yang sifatnya ketat/ kelulusannya sangat sedikt dari banyak peserta.
3) Untuk butir-butir item yang termasuk dalam kategori terlalu mudah, juga ada
tiga kemungkinan tindak lanjut, yaitu:
(1) butir item tersebut dibuang atau
didrop dan tidak akan dikeluarkan lagi dalam tes-tes hasil belajar yang akan
datang.
(2) diteliti ulang, dilacak dan ditelusuri secara cermat guna
mengetahui faktor yang menyebabkan butir item tersebut dapat dijawab betul oleh
hampir seluruh testee; ada kemungkinan option
atau alternatif jawaban yang dipasangkan terlalu mudah diketahui oleh
testee, mana yang merupakan kunci jawabab item dan mana yang merupakan option
pengecoh. Di sini tester harus memperbaiki atau mengganti option dengan option
yang sulit atau antara kunci jawaban dengan pengecoh yang sulit diketahui oleh
testee.
(3) butir-butir item yang mudah juga memiliki kegunaan, yaitu
butir-butir item yang termasuk kategori ini dapat dimanfaatkan pada tes –tes
(terutama tes seleksi) yang sifatnya longgar atau sebagian besar testee akan
dinyatakan lulus dalam tes seleksi tersebut.
Cara
lain yang merupakan cara kedua yang dapat ditempuh dalam mencari atau
menghitung angka indeks kesukaran item adalah dengan menggunakan skala kesukaran
linier. Skala kesukaran linier ini disusun dengna cara mentransformasikan nilai
P menjadi nilai z, dimana perubahan dari P ke z itu dilakukan dengan
berkonsultasi pada tabel nilai z yang pada umumnya dilampirkan pada buku-buku
statistik.
Dengan menggunakan cara
kedua maka langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
Langkah pertama: mengoreksi nilai P kotor
(Pk) menjadi nilai P bersih(Pb) menggunakan rumus :
Di mana :
Pb = P bersih
Pk = P kotor
a = alternatif atau option yang disediakan atau
dipasanagkan pada butir item yang bersangkutan.
1 = bilangan konstanta.
Marilah kita coba untuk
mentransfer P kotor yang telah diperoleh dari tabel 1.1 menjadi P bersih dengan
catatan bahwa dalam contoh ini option yang dipasangkan pada setiap item adalah
lima buah. Hasilnya adalah sebagai berikut pada tabel 1.2:
Butir item nomor
|
P kotor
|
|
1
|
0,6
|
|
2
|
0,8
|
0,75
|
3
|
0,4
|
0,25
|
4
|
0,2
|
0,0
|
5
|
0,8
|
0,75
|
6
|
0,3
|
0,125
|
7
|
0,7
|
0,625
|
8
|
0,9
|
0,875
|
9
|
0.4
|
0,25
|
10
|
0,4
|
0,25
|
Langkah kedua:mentransformasikan nilai
P bersih (Pb) menjadi nilai z, dengan berkonsultasi pada tabel kurva. Kita
ambil sebagai contoh P nomor 1 ini memiliki P bersih sebesar 0,75. Unutk
mentransformasikan P bersih sebesar 0,75 itu menjadi nilai z, kita cari angka
sebesar 0,75 itu dalam tabel kurva normal terlampir. Maka diperoleh pernyataan
sebagai berikut:
B
The Larger Area
|
Z
|
C
The Smaller Area
|
0,75
|
0,6745
|
0,25
|
Berdasarkan hasil
konsultasi pada tabel kurvaa normal diatas dapat disimpulkan bahwa butir item
nomor 1 itu termasuk kategori item yang telah memiliki derajat kesukaran yang
cukup (sedang).
Langkah ketiga : mencari atau menghitung
angka indeks kesukaran item ialah dengan menggunakan angka indeks Davis yang
diberi lambang D, dapat diperoleh dengna menggunakan rumus:
Keuntungan dari indeks
Davis ini adalah bahwa kita akan dapat terhindar dari tanda negatif atau tanda
minus, seperti yang dimungkinkan terjadi apabila kita menggunakan skala
kesukaran linier. Perhatikan contoh berikut ini :
Diketahui : P kotor =
0,20; jumlah alternatif = 4. Jadi :
Dengan menggunakan indeks
Davis maka derajat kesukaran item dibuat bergerak antara 0 sampai dengan 100.
Dalam keadaan seperti ini, kita tidak mungkin akan bertemu dengan tanda minus.
Lagi pula, semakin kecil nilai D maka derajat kesukaran item itu semakin kecil
(rendah); sebaliknya semakin besr nilai D maka derajat kesukaran item itu
semakin besar (tinggi).
Misal penggunaan indeks
Davis pada sebutir item yang memiliki P kotor sebesar 0,265 yang kemudian
dikonsultasikan pada tabel kurva normal, diperoleh z sebesar 0,6280.
Dengan menggunakan rumus
angka indeks Davis D seperti telah tersaji, maka :
(dibulatkan 2 angka di belakang tanda
desimal).
Karena rentangan angka
indeks Davis adalah antara 0 smapai dengan 100, maka dengan D sebesar 63,23
kita dapat menyatakan bahwa butir item yang bersangkutan memiliki derajat
kesukaran yang cukup / sedang ( D sebesar 62,23 itu berada antara 30 – 70).
B.
Analisis daya pembeda
Analisis daya pembeda mengkaji butir-butir soal dengan tujuan untuk
mengetahui kesanggupan soal dalam
membedakan siswa yang tergolong mampu (tinggi prestasinya) dengan siswa
yang tergolong kurang atau lemah prestasinya. Artinya, bila soal tersebut
diberikan kepada anak yang mampu, hasilnya menunjukkan prestasi yang tinggi;
dan apabila diberikan kepada siswa yang lemah, hasilnya rendah. Tes dikatakan
tidak memiliki daya pembeda apabila tes tersebut, jika tes tersebut diujikan
kepada anak berprestasi tinggi, hasilnya rendah, tetapi bila diberikan kepada
anak yang lemah, hasilnya lebih tinggi. Atau bila diberikan kepada kedua
kategori siswa tersebut, haasilnya sama saja. Dengan demikian, tes yang tidak
memiliki daya pembeda, tidak akan menghasilkan gambaran hasil sesuai dengan
kemampuan siswa sebenarnya. Sungguh aneh bila anak pandai tidak lulus, tetapi
anak bodoh lulus dengan baik tanpa dilakukan manipulasi oleh si penilai atau
diluar faktor kebetulan.
Cara
yang biasa dilakukan dalam analisis daya pembeda adalah dengan menggunakan
tabel atau kriteria dari Ross dan Stanley seperti dalam analisis tingkat
kesukaran soal.
|
Rumusnya adalah:
Contoh: tes pilihan ganda dengan option 4
diberikan kepada siswa 30 siswa. Jumlah soal 15. Setelah diperiksa, datanya
adalah sebagai berikut:
No soal
|
Jumlah siswa yang menjawab salah kelompok rendah (SR)
|
Jumlah siswa yang menjawab salah kelompok tinggi (ST)
|
SR-ST
|
Keterangan
|
1
|
6
|
1
|
5
|
|
2
|
6
|
1
|
5
|
|
3
|
5
|
2
|
3
|
|
4
|
6
|
1
|
5
|
|
5
|
2
|
1
|
1
|
|
6
|
5
|
1
|
4
|
|
7
|
2
|
1
|
1
|
|
8
|
7
|
1
|
6
|
|
9
|
7
|
1
|
6
|
|
10
|
4
|
2
|
2
|
|
11
|
3
|
1
|
2
|
|
12
|
6
|
1
|
5
|
|
13
|
2
|
1
|
1
|
|
14
|
6
|
1
|
5
|
|
15
|
5
|
2
|
3
|
|
N= 30 Orang N= 27 % dari 30 = 8
Kriteria yang digunakan dari tabel Ross dan
Stanley adalah sebagai berikut:
Jumlah testi (N)
|
N (27 % N)
|
Option
|
|||
2
|
3
|
4
|
5
|
||
28 – 31
32 – 35
36 - 38
|
8
9
10
|
4
|
5
|
5
|
5
|
5
|
5
|
5
|
5
|
||
5
|
5
|
5
|
5
|
Kriterian pengujian daya pembeda adalah
sebagai berikut :
Bila SR – ST sama atau lebih besar dari nilai
tabel, artinya butir soal itu mempunyai daya pembeda.
Dari data diatas, batas pengujian adalah 5,
yakni dalam tabel diatas dengan jumlah N ( 28- 31), n = 8 pada option 4.
Dengan demikian dapat disimpulkan sebagai
berikut:
No. Item
|
SR - ST
|
Batas nilai tabel
|
Keterangan
|
1
|
5
|
5
|
Diterima
|
2
|
5
|
5
|
Diterima
|
3
|
3
|
5
|
Ditolak
|
4
|
5
|
5
|
Diterima
|
5
|
1
|
5
|
Ditolak
|
6
|
4
|
5
|
Ditolak
|
7
|
1
|
5
|
Ditolak
|
8
|
6
|
5
|
Diterima
|
9
|
6
|
5
|
Diterima
|
10
|
2
|
5
|
Ditolak
|
11
|
2
|
5
|
Ditolak
|
12
|
5
|
5
|
Diterima
|
13
|
1
|
5
|
Ditolak
|
14
|
5
|
5
|
Diterima
|
15
|
3
|
5
|
Ditolak
|
Dari kesimpulan diatas hanya soal nomor 1, 2,
4, 8, 9, 12, dan 14 yang memenuhi daya pembeda, sedangkan soal nomor lainnya
tidak memiliki daya pembeda.
Dari contoh diatas dapat disimpulkan bahwa
cara menghitung daya pembeda adalah dengan menempuh langkah sebagai berikut:
a) Memeriksa jawaban soal semua peserta tes.
b) Membuat daftar peringkat hasil tes berdasarkan skor yang dicapainya.
c) Menentukkan jumlah sampel sebanyak 27 % dari jumlah peserta tes untuk
kelompok siswa pandai (peringkat atas) dan 27% untuk kelompok siswa kurang
(peringkat bawah)
d) Melakukan analisis butir soal, yakni menghitung jumlah siswa yang menjawab
salah dari semua nomor soal, baik pada kelompok pandai maupun pada kelompok
kurang.
e) Menghitung selisih jumlah siswa yang menjawab pada kelompok kurang dengan
kelompo kurang.
f) Membandingkan nilai selisih yang diperoleh dengan nilai tabel Ross &
Stanley.
g) Menentukan ada-tidaknya daya pembeda pada setiap nomor soal dengan kriteria
“ memiliki daya pembeda” bila nilai selisih siswa yang menjawab salah antara
kelompok kurang dengan kelompok pandai (SR - ST) sama atau lebih besar dari
nilai tabel.
Butir soal yang tidak memiliki daya pembeda
diduga terlalu mudah atau terlalu sukar sehingga perlu diperbaiki atau diganti
dengan pertanyaan lain. Idealnya semua butir soal memiliki daya pembeda dan
tingkat kesukaran. Tes yang telah dibakukan, disamping memenuhi validitas, juga
memenuhi tingkat kesukaran dan daya pembeda.
C.
Teknik Analisis Fungsi Distraktor
Pada tes obyektif bentuk multiple choice item
telah dikemukakan bahwa pada tes buitr item yang dikeluarkan dalam tes hasil
belajar telah dilengkapi dengan beberapa kemungkinan jawaban, atau yang sering
dikenal dengan istilah option atau alternatif.
Option atau alternatif itu jumlahnya berkisar
antara tiga sampai dengan lima buah, dan dari kemungkinan dan dari
kemungkinan-kemungkinan jawab yang terpasang pada setiap butir itemitu, salah
satu di antaranya adalah jawaban betul (=kunci jawaban); sedangkan sisanya
merupakan jawaban salah. Jawaban-jawaban
salah itulah yang biasa dikenal dengan istilah distractor
(distraktor = pengecoh).
Tujuan
utama dari pemasangan distraktor pada setiap butir item adalah agar dari sekian
banyak peserta didik yang mengikuti tes hasil belajar ada yang tertarik atau
terangsang untuk memilihnya, sebab mereka menyangka bahwa distraktor yang
mereka pilih itu merupakan jawaban betul. Distraktor baru dapat dikatakan telah
dapat menjalankan fungsinya dengan baik, apabila distraktor tersebut telah
memiliki daya rangsang atau daya tarik demikian rupa, sehingga peserta didik-
(khususnya yang termasuk dalam kategori : kemampuannya rendah atau bodoh) –
merasa bimbang, dan ragu-ragu sehingga pada akhirnya mereka menjadi terkecoh
untuk memilih distraktor sebagai jawaban betul, sebab mereka mengira bahwa
distraktor yang mereka pilih itu adalah kunci jawaban item; padahal bukan.
Menganalisis
fungsi distraktor sering dikenal dengan istilah lain, yaitu : menganalisis pola
penyebaran jawaban item. Pola penyebaran jawaban item adalah suatu pola yang
dapat menggambarkan bagaimana peserta didik menentukan pilihan jawabnya
terhadap kemungkinan-kemungkinan jawab yang telah dipasangkan pada setiap butir
item.
Suatu
kemungkinan dapat terjadi, yaitu bahwa dari keseluruhan alternative yang
dipasang pada butir item tertentu, sama sekali tidak dipilih oleh peserta
didik. Dengan kata lain, peserta didik menyatakan “blangko”.
Pernyataan blangko ini sering dikenal dengan istilah oniet dan
biasa diberi lambing dengan huruf O. Distraktor dinyatakan telah dapat
menjalankan fungsinya dengan baik apabila distraktor tersebut
sekurang-kurangnya sudah dipilih oleh 5% dari seluruh peserta tes. Misalnya,
tes hasil belajar diikuti oleh 100 orang, maka distraktor dinyatakan berfungsi
dengan baik apabila minimal 5 orang dari 100 orang peserta tes itu sudah “terkecoh” untuk
memilih distraktor tersebut.
Menurut Anas Sudijono (2011: 411), mengungkapkan bahwa distractor
telah dapat menjalankan fungsinya dengan baik apabila distractor tersebut
telah dipilih sekurang-kurangnya 5% dari seluruh peserta tes. Distrsctor yang
telah menjalankan fungsinya dengan baik dapat digunakan kembali pada tes yang
akan datang. Dengan demikian, efektivitas distractor adalah seberapa
baik pilihan yang salah tersebut dapat mengecoh peserta tes yang memang tidak
mengetahui kunci jawaban yang tersedia. Semakin banyak peserta tes yang memilih
distractor tersebut, maka distractor itu dapat menjalankan
fungsinya dengan baik. Jika peserta tes mengabaikan semua option (tidak
memilih) disebut omit. Dilihat dari segiomit, sebuah item dikatakan baik jika
omitnya tidak lebih dari 10 % pengikut tes.
Suatu distraktor
dapat diperlakukan dengan 3 cara:
1) Diterima,
karena sudah baik.
2) Ditolak, karena
tidak baik.
3) Ditulis
kembali, karena kurang baik.
Cara untuk menentukan,
apakah suatu distraktor telah dapat menjalankan fungsinya dengan baik atau
belum, maka dapat dianalisis menggunakan rumus sebagai berikut:
Sebuah contoh hasil penelitian butir soal Tes Kendali
Mutu kelas XII SMA mata pelajaran Ekonomi Akuntansi di Kota Yogyakarta tahun
2012 menunjukkan distractor soal sudah berfungsi dengan baik. Hal ini
dapat dilihat melalui persentase distractor yang berkualitas sangat baik
sebesar 62,5% untuk soal seri A; 37,5% untuk soal seri B; 40% untuk soal seri
C; 50% untuk soal seri D; dan 35% untuk soal seri E. Soal dengan distractor yang
baik sebesar 20% untuk soal seri A; 40% untuk soal seri B; 40% untuk soal seri
C; 37,5% untuk soal seri D; dan 40% untuk soal seri E. Soal dengan distractor
yang cukup sebesar 10% untuk soal seri A; 20% untuk soal seri B; 12,5%
untuk soal seri C; 5% untuk soal seri D; dan 17,5% untuk soal seri E. Soal
dengan distractor yang kurang baik sebesar 7,5% untuk soal seri A; 0%
untuk soal seri B; 2,5% untuk soal seri C; 5% untuk soal seri D; dan 5% untuk
soal seri E. Soal dengan distractor yang tidak baik sebesar 0% untuk
soal seri A; 2,5% untuk soal seri B; 5% untuk soal seri C; 2,5% untuk soal seri
D;, dan 2,5% untuk soal seri E.
Hasil penelitian ini diperkuat dengan adanya teori
menurut Daryanto (2007: 193) bahwa distraktor dapat dikatakan berfungsi dengan
baik jika paling sedikit dipilih oleh 5% pengikut tes. Penelitian ini juga
selaras dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Finda Lestari bahwa
butir soal yang baik pengecohnya akan dipilih secara merata oleh peserta didik
yang menjawab salah, sebaliknya butir soal yang kurang baik pengecohnya dipilih
secara tidak merata.
Besarnya persentase butir soal dengan kualitas distractor
yang kurang baik mengidentifikasi bahwa pengecoh belum dapat berfungsi
dengan baik, pengecoh terlalu mencolok, menyesatkan, dan cenderung heterogen.
Pengecoh tersebut tidak memiliki daya tarik yang besar bagi peserta tes yang
kurang memahami konsep atau kurang menguasai materi mata pelajaran Ekonomi
Akuntansi.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Analisis butir soal atau analisis item adalah pengkajian pertanyaan-pertanyaan
tes agar diperoleh perangkat pertanyaan yang memiliki kualitas yang
memadai. Analisis soal bertujuan untuk
mengadakan identifikasi soal-soal yang baik,kurang baik, dan soal yang jelek.
Sehingga dari identifikasi tersebut dapat menjadi petunjuk untuk mengadakan
perbaikan.
Penganalisisan terhadap butir-butir item tes
hasil belajar dapat dilakukan dari tiga segi, yaitu: (1) dari segi derajat
kesukaran itemnya,Besarnya index kesukaran antara 0,00 sampai dengan 1,0. Soal dengan indeks
kesukaran 0,0 menunjukkan bahwa soal itu terlalu sukar, sebaliknya indeks 1,0
menunjukkan bahwa soal itu terlalu mudah. (2) dari segi daya pembeda itemnya, Analisis
daya pembeda mengkaji butir-butir soal dengan tujuan untuk mengetahui
kesanggupan soal dalam membedakan siswa
yang tergolong mampu (tinggi prestasinya) dengan siswa yang tergolong kurang
atau lemah prestasinya. (3) dari segi fungsi distraktornya, Tujuan utama dari
pemasangan distraktor pada setiap butir item adalah agar dari sekian banyak
peserta didik yang mengikuti tes hasil belajar ada yang tertarik atau
terangsang untuk memilihnya, sebab mereka menyangka bahwa distraktor yang
mereka pilih itu merupakan jawaban betul.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan Komentar anda di sini