PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Imam Bukhari lahir di Bukhara, Uzbekistan, Asia Tengah. Nama lengkapnya
adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin
Badrdizbah Al-Ju’fiy Al Bukhari, namun beliau lebih dikenal dengan nama
Bukhari. Beliau lahir pada hari Jumat, tepatnya pada tanggal 13 Syawal 194 H
(21 Juli 810 M). Imam Bukhari adalah ahli hadits yang termasyhur diantara para
ahli hadits sejak dulu hingga kini bersama dengan Imam Ahmad, Imam Muslim, Abu
Dawud, Tirmidzi, An-Nasai, dan Ibnu Majah. Bahkan dalam kitab-kitab fiqih dan
hadits, hadits-hadits beliau memiliki derajat yang tinggi. Sebagian menyebutnya
dengan julukan Amirul Mukminin fil Hadits (Pemimpin kaum mukmin dalam hal Ilmu
Hadits).
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana Biografi
Bukhori?
2.
Bagaimana Pendidikan Bukhori?
3.
Apa saja Karya-Karya Bukhori?
C. Tujuan
1. Mengetahui Biografi
Bukhori.
2. Mengetahui Pendidikan
Bukhori.
3. Mengetahui Karya-Karya
Bukhori.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kelahiran dan Masa Kecil Imam Bukhari
Imam Bukhari
(semoga Allah merahmatinya) lahir di Bukhara, Uzbekistan, Asia Tengah. Nama
lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah
bin Badrdizbah Al-Ju’fiy Al Bukhari, namun beliau lebih dikenal dengan nama
Bukhari. Beliau lahir pada hari Jumat, tepatnya pada tanggal 13 Syawal 194 H
(21 Juli 810 M). Kakeknya bernama Bardizbeh, turunan Persi yang masih beragama
Zoroaster. Tapi orangtuanya, Mughoerah, telah memeluk Islam di bawah asuhan
Al-Yaman el-Ja’fiy. Sebenarnya masa kecil Imam Bukhari penuh dengan
keprihatinan. Di samping menjadi anak yatim, juga tidak dapat melihat karena
buta (tidak lama setelah lahir, beliau kehilangan penglihatannya tersebut).
Ibunya senantiasa berusaha dan berdo’a untuk kesembuhan beliau. Alhamdulillah,
dengan izin dan karunia Allah, menjelang usia 10 tahun matanya sembuh secara
total.
Imam Bukhari
adalah ahli hadits yang termasyhur diantara para ahli hadits sejak dulu hingga
kini bersama dengan Imam Ahmad, Imam Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, An-Nasai, dan
Ibnu Majah. Bahkan dalam kitab-kitab fiqih dan hadits, hadits-hadits beliau
memiliki derajat yang tinggi. Sebagian menyebutnya dengan julukan Amirul
Mukminin fil Hadits (Pemimpin kaum mukmin dalam hal Ilmu Hadits). Dalam bidang
ini, hampir semua ulama di dunia merujuk kepadanya.
Tempat beliau
lahir kini termasuk wilayah Rusia, yang waktu itu memang menjadi pusat
kebudayaan ilmu pengetahuan Islam sesudah Madinah, Damaskus dan Bagdad. Daerah
itu pula yang telah melahirkan filosof-filosof besar seperti al-Farabi dan Ibnu
Sina. Bahkan ulama-ulama besar seperti Zamachsari, al-Durdjani, al-Bairuni dan
lain-lain, juga dilahirkan di Asia Tengah. Sekalipun daerah tersebut telah
jatuh di bawah kekuasaan Uni Sovyet (Rusia), namun menurut Alexandre Benningsen
dan Chantal Lemercier Quelquejay dalam bukunya “Islam in the Sivyet Union” (New
York, 1967), pemeluk Islamnya masih berjumlah 30 milliun. Jadi merupakan daerah
yang pemeluk Islam-nya nomor lima besarnya di dunia setelah Indonesia, Pakistan,
India dan Cina.
B.
Keluarga dan Guru Imam
Bukhari
Bukhari dididik dalam keluarga ulama yang taat beragama. Dalam kitab
As-Siqat, Ibnu Hibban menulis bahwa ayahnya dikenal sebagai orang yang wara’
dalam arti berhati-hati terhadap hal-hal yang hukumnya bersifat syubhat
(ragu-ragu), terlebih lebih terhadap hal-hal yang sifatnya haram. Ayahnya
adalah seorang ulama bermadzhab Maliki dan merupakan mudir dari Imam Malik,
seorang ulama besar dan ahli fikih. Ayahnya wafat ketika Bukhari masih kecil.
Perhatiannya kepada ilmu hadits yang sulit dan rumit itu sudah tumbuh
sejak usia 10 tahun, hingga dalam usia 16 tahun beliau sudah hafal dan
menguasai buku-buku seperti “al-Mubarak” dan “al-Waki”. Bukhari berguru kepada
Syekh Ad-Dakhili, ulama ahli hadits yang masyhur di Bukhara. Pada usia 16 tahun
bersama keluarganya, ia mengunjungi kota suci Mekkah dan Madinah, dimana di
kedua kota suci itu beliau mengikuti kuliah para guru-guru besar ahli hadits.
Pada usia 18 tahun beliau menerbitkan kitab pertamanya “Qudhaya as Shahabah wat
Tabi’ien” (Peristiwa-peristiwa Hukum di zaman Sahabat dan Tabi’ien).
Bersama gurunya Syekh Ishaq, beliau menghimpun hadits-hadits shahih dalam
satu kitab, dimana dari satu juta hadits yang diriwayatkan oleh 80.000 perawi
disaring lagi menjadi 7275 hadits. Diantara guru-guru beliau dalam memperoleh
hadits dan ilmu hadits antara lain adalah Ali bin Al Madini, Ahmad bin Hanbali,
Yahya bin Ma’in, Muhammad bin Yusuf Al Faryabi, Maki bin Ibrahim Al Bakhi,
Muhammad bin Yusuf al Baykandi dan Ibnu Rahwahih. Selain itu ada 289 ahli
hadits yang haditsnya dikutip dalam kitab Shahih-nya.
C.
Kejeniusan Imam
Bukhari
Bukhari diakui memiliki daya hapal tinggi, yang diakui oleh kakaknya
Rasyid bin Ismail. Kakak sang Imam ini menuturkan, pernah Bukhari muda dan
beberapa murid lainnya mengikuti kuliah dan ceramah cendekiawan Balkh. Tidak
seperti murid lainnya, Bukhari tidak pernah membuat catatan kuliah. Ia sering
dicela membuang waktu karena tidak mencatat, namun Bukhari diam tak menjawab.
Suatu hari, karena merasa kesal terhadap celaan itu, Bukhari meminta
kawan-kawannya membawa catatan mereka, kemudian beliau membacakan secara tepat
apa yang pernah disampaikan selama dalam kuliah dan ceramah tersebut.
Tercenganglah mereka semua, lantaran Bukhari ternyata hafal di luar kepala 15.000
hadits, lengkap dengan keterangan yang tidak sempat mereka catat.
Ketika sedang berada di Bagdad, Imam Bukhari pernah didatangi oleh 10
orang ahli hadits yang ingin menguji ketinggian ilmu beliau. Dalam pertemuan
itu, 10 ulama tersebut mengajukan 100 buah hadits yang sengaja
“diputar-balikkan” untuk menguji hafalan Imam Bukhari. Ternyata hasilnya
mengagumkan. Imam Bukhari mengulang kembali secara tepat masing-masing hadits
yang salah tersebut, lalu mengoreksi kesalahannya, kemudian membacakan hadits yang
benarnya. Ia menyebutkan seluruh hadits yang salah tersebut di luar kepala,
secara urut, sesuai dengan urutan penanya dan urutan hadits yang ditanyakan,
kemudian membetulkannya. Inilah yang sangat luar biasa dari sang Imam, karena
beliau mampu menghafal hanya dalam waktu satu kali dengar.
Selain terkenal sebagai seorang ahli hadits, Imam Bukhari ternyata tidak
melupakan kegiatan lain, yakni olahraga. Ia misalnya sering belajar memanah
sampai mahir, sehingga dikatakan sepanjang hidupnya, sang Imam tidak pernah
luput dalam memanah kecuali hanya dua kali. Keadaan itu timbul sebagai
pengamalan sunnah Rasul yang mendorong dan menganjurkan kaum Muslimin belajar
menggunakan anak panah dan alat-alat perang lainnya.
D.
Karya-karya Imam
Bukhari
Karyanya yang pertama berjudul “Qudhaya as Shahabah wat Tabi’ien”
(Peristiwa-peristiwa Hukum di zaman Sahabat dan Tabi’ien). Kitab ini ditulisnya
ketika masih berusia 18 tahun. Ketika menginjak usia 22 tahun, Imam Bukhari
menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci bersama-sama dengan ibu dan kakaknya yang
bernama Ahmad. Di sanalah beliau menulis kitab “At-Tarikh” (sejarah) yang
terkenal itu. Beliau pernah berkata, “Saya menulis buku “At-Tarikh” di atas
makam Nabi Muhammad SAW di waktu malam bulan purnama”.
Karya Imam Bukhari lainnya antara lain adalah kitab Al-Jami’ ash Shahih,
Al-Adab al Mufrad, At Tharikh as Shaghir, At Tarikh Al Awsat, At Tarikh al
Kabir, At Tafsir Al Kabir, Al Musnad al Kabir, Kitab al ‘Ilal, Raf’ul Yadain
fis Salah, Birrul Walidain, Kitab Ad Du’afa, Asami As Sahabah dan Al Hibah.
Diantara semua karyanya tersebut, yang paling monumental adalah kitab Al-Jami’
as-Shahih yang lebih dikenal dengan nama Shahih Bukhari.
Dalam sebuah riwayat diceritakan, Imam Bukhari berkata: “Aku bermimpi
melihat Rasulullah saw., seolah-olah aku berdiri di hadapannya, sambil memegang
kipas yang kupergunakan untuk menjaganya. Kemudian aku tanyakan mimpi itu
kepada sebagian ahli ta’bir, ia menjelaskan bahwa aku akan menghancurkan dan
mengikis habis kebohongan dari hadits-hadits Rasulullah saw. Mimpi inilah,
antara lain, yang mendorongku untuk melahirkan kitab Al-Jami’ As-Sahih.”
Dalam menghimpun hadits-hadits shahih dalam kitabnya tersebut, Imam
Bukhari menggunakan kaidah-kaidah penelitian secara ilmiah dan sah yang
menyebabkan keshahihan hadits-haditsnya dapat dipertanggungjawabkan. Ia
berusaha dengan sungguh-sungguh untuk meneliti dan menyelidiki keadaan para
perawi, serta memperoleh secara pasti kesahihan hadits-hadits yang
diriwayatkannya.
Imam Bukhari senantiasa membandingkan hadits-hadits yang diriwayatkan,
satu dengan lainnya, menyaringnya dan memilih mana yang menurutnya paling
shahih. Sehingga kitabnya merupakan batu uji dan penyaring bagi hadits-hadits
tersebut. Hal ini tercermin dari perkataannya: “Aku susun kitab Al Jami’ ini
yang dipilih dari 600.000 hadits selama 16 tahun.”
Banyak para ahli hadits yang berguru kepadanya, diantaranya adalah Syekh
Abu Zahrah, Abu Hatim Tirmidzi, Muhammad Ibn Nasr dan Imam Muslim bin Al Hajjaj
(pengarang kitab Shahih Muslim). Imam Muslim menceritakan : “Ketika Muhammad
bin Ismail (Imam Bukhari) datang ke Naisabur, aku tidak pernah melihat seorang
kepala daerah, para ulama dan penduduk Naisabur yang memberikan sambutan
seperti apa yang mereka berikan kepadanya.” Mereka menyambut kedatangannya dari
luar kota sejauh dua atau tiga marhalah (100 km), sampai-sampai Muhammad bin
Yahya Az Zihli (guru Imam Bukhari) berkata : “Barang siapa hendak menyambut
kedatangan Muhammad bin Ismail besok pagi, lakukanlah, sebab aku sendiri akan
ikut menyambutnya.”
E.
Penelitian Hadits
Untuk mengumpulkan dan menyeleksi hadits shahih, Bukhari menghabiskan
waktu selama 16 tahun untuk mengunjungi berbagai kota guna menemui para perawi
hadits, mengumpulkan dan menyeleksi haditsnya. Diantara kota-kota yang
disinggahinya antara lain Bashrah, Mesir, Hijaz (Mekkah, Madinah), Kufah,
Baghdad sampai ke Asia Barat. Di Baghdad, Bukhari sering bertemu dan berdiskusi
dengan ulama besar Imam Ahmad bin Hanbali. Dari sejumlah kota-kota itu, ia
bertemu dengan 80.000 perawi. Dari merekalah beliau mengumpulkan dan menghafal
satu juta hadits.
Namun tidak semua hadits yang ia hapal kemudian diriwayatkan, melainkan
terlebih dahulu diseleksi dengan seleksi yang sangat ketat, diantaranya apakah
sanad (riwayat) dari hadits tersebut bersambung dan apakah perawi (periwayat /
pembawa) hadits itu terpercaya dan tsiqqah (kuat). Menurut Ibnu Hajar Al
Asqalani, akhirnya Bukhari menuliskan sebanyak 9082 hadis dalam karya
monumentalnya Al Jami’ as-Shahih yang dikenal sebagai Shahih Bukhari.
Dalam meneliti dan menyeleksi hadits dan diskusi dengan para perawi
tersebut, Imam Bukhari sangat sopan. Kritik-kritik yang ia lontarkan kepada
para perawi juga cukup halus namun tajam. Kepada para perawi yang sudah jelas
kebohongannya ia berkata, “perlu dipertimbangkan, para ulama meninggalkannya
atau para ulama berdiam dari hal itu” sementara kepada para perawi yang
haditsnya tidak jelas ia menyatakan “Haditsnya diingkari”. Bahkan banyak
meninggalkan perawi yang diragukan kejujurannya. Beliau berkata “Saya
meninggalkan 10.000 hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang perlu
dipertimbangkan dan meninggalkan hadits-hadits dengan jumlah yang sama atau
lebih, yang diriwayatan oleh perawi yang dalam pandanganku perlu
dipertimbangkan”.
Banyak para ulama atau perawi yang ditemui sehingga Bukhari banyak
mencatat jati diri dan sikap mereka secara teliti dan akurat. Untuk mendapatkan
keterangan yang lengkap mengenai sebuah hadits, mencek keakuratan sebuah hadits
ia berkali-kali mendatangi ulama atau perawi meskipun berada di kota-kota atau
negeri yang jauh seperti Baghdad, Kufah, Mesir, Syam, Hijaz seperti yang
dikatakan beliau “Saya telah mengunjungi Syam, Mesir dan Jazirah masing-masing
dua kali, ke Basrah empat kali menetap di Hijaz selama enam tahun dan tidak
dapat dihitung berapa kali saya mengunjungi Kufah dan Baghdad untuk menemui
ulama-ulama ahli hadits.”
Disela-sela kesibukannya sebagai sebagai ulama, pakar hadits, ia juga
dikenal sebagai ulama dan ahli fiqih, bahkan tidak lupa dengan kegiatan
kegiatan olahraga dan rekreatif seperti belajar memanah sampai mahir, bahkan
menurut suatu riwayat, Imam Bukhari tidak pernah luput memanah kecuali dua
kali.
F.
Metode Imam Bukhari
dalam Menulis Kitab Hadits
Sebagai intelektual muslim yang berdisiplin tinggi, Imam Bukhari dikenal
sebagai pengarang kitab yang produktif. Karya-karyanya tidak hanya dalam
disiplin ilmu hadits, tapi juga ilmu-ilmu lain, seperti tafsir, fikih, dan
tarikh. Fatwa-fatwanya selalu menjadi pegangan umat sehingga ia menduduki
derajat sebagai mujtahid mustaqil (ulama yang ijtihadnya independen), tidak
terikat pada mazhab tertentu, sehingga mempunyai otoritas tersendiri dalam
berpendapat dalam hal hukum.
Pendapat-pendapatnya terkadang sejalan dengan Imam Abu Hanifah (Imam
Hanafi, pendiri mazhab Hanafi), tetapi terkadang bisa berbeda dengan beliau.
Sebagai pemikir bebas yang menguasai ribuan hadits shahih, suatu saat beliau
bisa sejalan dengan Ibnu Abbas, Atha ataupun Mujahid dan bisa juga berbeda
pendapat dengan mereka.
Diantara puluhan kitabnya, yang paling masyhur ialah kumpulan hadits
shahih yang berjudul Al-Jami’ as-Shahih, yang belakangan lebih populer dengan
sebutan Shahih Bukhari. Ada kisah unik tentang penyusunan kitab ini. Suatu
malam Imam Bukhari bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad saw., seolah-olah Nabi
Muhammad saw. berdiri dihadapannya. Imam Bukhari lalu menanyakan makna mimpi
itu kepada ahli mimpi. Jawabannya adalah beliau (Imam Bukhari) akan
menghancurkan dan mengikis habis kebohongan yang disertakan orang dalam
sejumlah hadits Rasulullah saw. Mimpi inilah, antara lain yang mendorong beliau
untuk menulis kitab “Al-Jami ‘as-Shahih”.
Dalam menyusun kitab tersebut, Imam Bukhari sangat berhati-hati. Menurut
Al-Firbari, salah seorang muridnya, ia mendengar Imam Bukhari berkata. “Saya
susun kitab Al-Jami’ as-Shahih ini di Masjidil Haram, Mekkah dan saya tidak
mencantumkan sebuah hadits pun kecuali sesudah shalat istikharah dua rakaat
memohon pertolongan kepada Allah, dan sesudah meyakini betul bahwa hadits itu
benar-benar shahih”. Di Masjidil Haram-lah ia menyusun dasar pemikiran dan
bab-babnya secara sistematis.
Setelah itu ia menulis mukaddimah dan pokok pokok bahasannya di Rawdah
Al-Jannah, sebuah tempat antara makam Rasulullah dan mimbar di Masjid Nabawi di
Madinah. Barulah setelah itu ia mengumpulkan sejumlah hadits dan menempatkannya
dalam bab-bab yang sesuai. Proses penyusunan kitab ini dilakukan di dua kota
suci tersebut dengan cermat dan tekun selama 16 tahun. Ia menggunakan kaidah
penelitian secara ilmiah dan cukup modern sehingga hadits haditsnya dapat
dipertanggung-jawabkan.
Dengan bersungguh-sungguh ia meneliti dan menyelidiki kredibilitas para
perawi sehingga benar-benar memperoleh kepastian akan keshahihan hadits yang
diriwayatkan. Ia juga selalu membandingkan hadits satu dengan yang lainnya,
memilih dan menyaring, mana yang menurut pertimbangannya secara nalar paling
shahih. Dengan demikian, kitab hadits susunan Imam Bukhari benar-benar menjadi
batu uji dan penyaring bagi sejumlah hadits lainnya. “Saya tidak memuat sebuah
hadits pun dalam kitab ini kecuali hadits-hadits shahih”, katanya suatu saat.
Di belakang hari, para ulama hadits menyatakan, dalam menyusun kitab
Al-Jami’ as-Shahih, Imam Bukhari selalu berpegang teguh pada tingkat keshahihan
paling tinggi dan tidak akan turun dari tingkat tersebut, kecuali terhadap
beberapa hadits yang bukan merupakan materi pokok dari sebuah bab.
Menurut Ibnu Shalah, dalam kitab Muqaddimah, kitab Shahih Bukhari itu
memuat 7275 hadits. Selain itu ada hadits-hadits yang dimuat secara berulang,
dan ada 4000 hadits yang dimuat secara utuh tanpa pengulangan. Penghitungan itu
juga dilakukan oleh Syekh Muhyiddin An Nawawi dalam kitab At-Taqrib. Dalam hal
itu, Ibnu Hajar Al-Atsqalani dalam kata pendahuluannya untuk kitab Fathul Bari
(yakni syarah atau penjelasan atas kitab Shahih Bukhari) menulis, semua hadits
shahih yang dimuat dalam Shahih Bukhari (setelah dikurangi dengan hadits yang
dimuat secara berulang) sebanyak 2.602 buah. Sedangkan hadits yang mu’allaq
(ada kaitan satu dengan yang lain, bersambung) namun marfu (diragukan) ada 159 buah.
Adapun jumlah semua hadits shahih termasuk yang dimuat berulang sebanyak 7397
buah. Perhitungan berbeda diantara para ahli hadits tersebut dalam mengomentari
kitab Shahih Bukhari semata-mata karena perbedaan pandangan mereka dalam ilmu
hadits.
G.
Terjadinya Fitnah
Muhammad bin Yahya Az-Zihli berpesan kepada para penduduk agar menghadiri
dan mengikuti pengajian yang diberikannya. Ia berkata: “Pergilah kalian kepada
orang alim dan saleh itu, ikuti dan dengarkan pengajiannya.” Namun tak lama
kemudian ia mendapat fitnah dari orang-orang yang dengki. Mereka menuduh sang
Imam sebagai orang yang berpendapat bahwa “Al-Qur’an adalah makhluk”.
Hal inilah yang menimbulkan kebencian dan kemarahan gurunya, Az-Zihli
kepadanya. Kata Az-Zihli : “Barang siapa berpendapat bahwa lafadz-lafadz
Al-Qur’an adalah makhluk, maka ia adalah ahli bid’ah. Ia tidak boleh diajak
bicara dan majelisnya tidak boleh didatangi. Dan barang siapa masih mengunjungi
majelisnya, curigailah dia.” Setelah adanya ultimatum tersebut, orang-orang
mulai menjauhinya.
Sebenarnya, Imam Bukhari terlepas dari fitnah yang dituduhkan kepadanya
itu. Diceritakan, seseorang berdiri dan mengajukan pertanyaan kepadanya:
“Bagaimana pendapat Anda tentang lafadz-lafadz Al-Qur’an, makhluk ataukah
bukan?” Bukhari berpaling dari orang itu dan tidak mau menjawab kendati
pertanyaan itu diajukan sampai tiga kali.
Tetapi orang itu terus mendesak. Ia pun menjawab: “Al-Qur’an adalah kalam
Allah, bukan makhluk, sedangkan perbuatan manusia adalah makhluk dan fitnah
merupakan bid’ah.” Pendapat yang dikemukakan Imam Bukhari ini, yakni dengan
membedakan antara yang dibaca dengan bacaan, adalah pendapat yang menjadi
pegangan para ulama ahli tahqiq (pengambil kebijakan) dan ulama salaf. Tetapi
dengki dan iri adalah buta dan tuli. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa
Bukhari pernah berkata : “Iman adalah perkataan dan perbuatan, bisa bertambah
dan bisa berkurang. Al-Quran adalah kalam Allah, bukan makhluk. Sahabat
Rasulullah SAW, yang paling utama adalah Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali. Dengan
berpegang pada keimanan inilah aku hidup, aku mati dan dibangkitkan di akhirat
kelak, insya Allah.” Di lain kesempatan, ia berkata: “Barang siapa menuduhku
berpendapat bahwa lafadz-lafadz Al-Qur’an adalah makhluk, ia adalah pendusta.”
H.
Wafatnya Imam Bukhari
Suatu ketika penduduk Samarkand mengirim surat kepada Imam Bukhari.
Isinya, meminta dirinya agar menetap di negeri itu (Samarkand). Ia pun pergi
memenuhi permohonan mereka. Ketika perjalanannya sampai di Khartand, sebuah
desa kecil terletak dua farsakh (sekitar 10 Km) sebelum Samarkand, ia singgah
terlebih dahulu untuk mengunjungi beberapa familinya. Namun disana beliau jatuh
sakit selama beberapa hari. Dan Akhirnya meninggal pada tanggal 31 Agustus 870
M (256 H) pada malam Idul Fitri dalam usia 62 tahun kurang 13 hari. Beliau
dimakamkan selepas Shalat Dzuhur pada Hari Raya Idul Fitri. Sebelum meninggal
dunia, ia berpesan bahwa jika meninggal nanti jenazahnya agar dikafani tiga
helai kain, tanpa baju dalam dan tidak memakai sorban. Pesan itu dilaksanakan
dengan baik oleh masyarakat setempat. Beliau meninggal tanpa meninggalkan
seorang anakpun.
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Imam Bukhari
adalah ahli hadits yang termasyhur diantara para ahli hadits sejak dulu hingga
kini bersama dengan Imam Ahmad, Imam Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, An-Nasai, dan
Ibnu Majah. Bahkan dalam kitab-kitab fiqih dan hadits, hadits-hadits beliau
memiliki derajat yang tinggi. Sebagian menyebutnya dengan julukan Amirul
Mukminin fil Hadits (Pemimpin kaum mukmin dalam hal Ilmu Hadits). Dalam bidang
ini, hampir semua ulama di dunia merujuk kepadanya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-‘Asqalâni, Ibnu Hajar. 2004
M/1425 H. Taqrîbut Tahzîb. Dâr Ibnu Rajab Manshûrah Mesir, Cetakan I.
Muhammad Az-Zahabi, Samsuddin.
2003 M/1424H. Siyarul ‘Alâmin Nubalâ, Ash-Safa Cairo-Mesir, Cetakan I.
‘Ali Farhat, Muhammad. tt.
Dirâsat Fi Manâhijil Muhadditsîn. Cetakan I.
bin ‘Abdur Rahmân, ‘Abdullah.
Sunan ad-Dârimî, Dâr Kitâb ‘Arabî Beirut Cetakan I 1407 H/ 1987.
Katsîr, Ibnu. Bidâyah wan Nihâyah, Dâr Hadis Cairo
Mesir, Cetakan 5 Tahun 2003 M
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan Komentar anda di sini