PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Thoharoh merupakan hal yang paling
utama untuk beribadah. Terutama dalam hal sholat. Apabila kita melakukan sholat
tanpa adanya thoharoh terlebih dahulu, karena diantara syarat-syarat telah
ditetapkan bahwa harus suci badannya, pakaiannya serta tempatnya dari hadats
maupun najis. Padahal dalam kehidupan sehari-hari, kita pasti tidak luput dari
hadats dan najis. Sehingga thoharoh sangat kita perlukan sebelum kita melakukan
ibadah.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan thoharoh?
2. Apa dalil tentang thoharoh?
3. Alat apa saja yang dapat digunakan
untuk thoharoh?
4. Apa saja macam-macam thoharoh?
5. Bagaimana cara thoharoh?
6. Apa hikmah thoharoh?
C.
Tujuan
1. Mengetahui makna thoharoh.
2. Mengetahui dalil tentang thoharoh.
3. Mengetahui alat alat yang digunakan
untuk thoharoh.
4. Mengetahui macam-macam thoharoh.
5. Mengetahui tata cara berthoharoh.
6. Mengetahui hikmah thoharoh.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Thoharoh
a.
Menurut
Bahasa
Thoharoh
berasal dari kata الطهارة yang artinya
menurut bahasa sama dengan النظافة yaitu
bersih, kebersihan atau bersuci.
b.
Menurut
Istilah
Thoharoh
berarti suatu kegiatan bersuci dari hadats dan najis sehingga seseorang
diperbolehkan untuk mengerjakan suatu ibadah yang dituntut harus dalam keadaan
suci. Baik suci dari hadats maupun najis.
B.
Dalil
yang Membahas tentang Thoharoh
a.
Q.S.
Al-A’raf ayat 82:
.... إِنَّهُمْ اُنَاسٌ يَتَطَهَّرُوْنَ
“Sesungguhnya mereka
adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri.”
b.
Q.S.
Al-Mudatsir ayat 4-5:
وَ
ثِيَابَكَ فَطَهِّرْ وَ الرُّجْزَ
فَاهْجُرْ
“Dan bersihkanlah
pakaianmu. Dan jauhilah perbuatan yang kotor dan dosa.”
c.
Q.S.
Al-Baqarah ayat 222:
إِنَّ
اللهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَ يُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ
“Sesungguhnya Allah
mencintai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang menyucikan diri”
d.
H.R.
Muslim dari Abu Said al-Khudri:
الطَّهُوْرُ
شَطْرُ الْإِيْمَان (رواه مسلم عن
ابي سعيد الخدرى)
“Kebersihan itu sebagian
dari iman.”
C.
Alat
yang Dapat Digunakan untuk Thoharoh
Alat yang dapat
digunakan untuk thoharoh yaitu: air, tanah dan sebagainya.
Air yang
digunakan ada 7 macam, yaitu:
1.
Air
hujan.
2.
Air
salju.
3.
Air
embun.
4.
Air
sungai.
5.
Air
laut.
6.
Air
dari mata air.
7.
Air
sumur.
Pembagian air, terbagi menjadi 4, yaitu:
1. Air mutlak (air yang suci dan
mensucikan).
Yaitu
air yang masih murni, dan tidak bercampur dengan sesuatu yang lain.
2. Air musyammas (air yang suci dan
dapat mensucikan tetapi makhruh digunakan).
Yaitu
air yang dipanaskan dengan terik matahari di tempat logam yang bukan emas.
3. Air musta’mal (air suci tetapi tidak
dapat mensucikan).
Yaitu
air yang sudah digunakan untuk bersuci.
4. Air mutanajis (air yang najis dan
tidak dapat mensucikan).
Yaitu
air telah kemasukan benda najis atau yang terkena najis.
D.
Macam-Macam
Thoharoh
1)
Thoharoh
dari Hadats
Thoharoh dari
hadats terbagi menjadi 3, yaitu:
1.
Wudlu’
Wudlu’ berasal
dari kata وضوء , yang artinya baik dan bersih. Menurut
istilah, wudlu’ berarti membersihkan anggota wudlu, dengan air yang suci
menyucikan, berdasarkan syarat dan rukun tertentu untuk menghilangkan hadats
kecil.
a)
Dalil-dalil
wajibnya wudlu’:
a.
Ayat
Al-Qur’an:
يٰۤأَيُّهَا
الَّذِيْنَ اۤمَنُوا اِذَا قُمْتُمْ اِلَى الصَّلاَةِ فَاغْسِلُوا وُجُوْهَكُمْ وَ
اَيْدِيْكُمْ اِلَى الْمَرَافِقِ وَ امْسَحُوا بِرُئُوْسِكُمْ وَ اَرْجُلَكُمْ
اِلَى الْكَعْبَيْنِ
“Hai orang-orang yang
beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan
tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuhlah) kakimu sampai
dengan kedua mata kaki..” (Q.S. al-Maidah: 6)
b.
Hadits
Rasul SAW:
....لاَ يَقْبَلُ اللهُ صَلاَةَ اَحَدِكُمْ اِذَا اَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ
(رواه الشيخان و ابوا داود و الترمذى)
“…Allah tidak menerima
sholat salah seorang diantaramu, jika ia berhadats sampai ian berwudlu.” (H.R.
Bukhari, Muslim, Abu Daud dan Tirmidzi)
c.
Ijma’
Ulama: Wudlu adalah wajib.
b)
Syarat
dan Rukun Wudlu’:
a.
Syarat
sahnya wudlu’:
1.
Islam.
2.
Tamyiz.
3.
Air Mutlak.
4.
Tidak
ada yang menghalanginya sampai anggota wudlu’.
5.
Tidak
dalam keadaan haid atau nifas.
b.
Rukun-rukun
wudlu’:
1.
Niat.
2.
Membasuh
muka.
3.
Membasuh
tangan.
4.
Menyapu
kepala.
5.
Membasuh
kaki.
6.
Tertib.
c)
Sunnah
Wudlu’:
a.
Membaca
basmalah pada awalnya.
b.
Mendahulukan
membasuh bagian anggota tubuh yang kanan daripada yang kiri.
c.
Mencuci
telapak tangan sampai pergelangan.
d.
Madmadah,
yaitu berkumur-kumur.
e.
Intisyaq,
yaitu menghirup air ke hidung kemudian membuangnya.
f.
Mengusap
seluruh rambut kepala dengan air.
g.
Menyapu
kedua telinga.
h.
Menyilang-nyilangi
jari tangan dan kaki.
i.
Membasuh
setiap anggota tiga kali.
j.
Tidak
mengeringkan bekas basuhan.
k.
Membaca
do’a setelah berwudlu’.
d)
Hal-Hal
yang Membatalkan Wudlu’:
a.
Keluar
sesuatu dari qubul atau dubur.
b.
Tidur,
kecuali tidurnya dengan duduk atau masih dalam keadaan semula.
c.
Hilang
akal, seperti gila, pinsan atau mabuk.
d.
Menyentuh
kemaluan dengan telapak tangan secara langsung.
e.
Bersentuhan
kulit laki-laki dengan kulit perempuan, dengan syarat:
1.
Antara
kulit dengan kulit.
2.
Laki-laki
dengan perempuan yang telah aqil baligh atau dewasa.
3.
Tidak
ada hubungan mahram.
4.
Sentuhan
langsung tanpa alas atau penghalang.
2.
Mandi
Menurut bahasa,
mandi disebut الغسل yang berarti mengalirnya air pada sesuatu. Sedangkan menurut
istilah, yaitu mengalirnya air ke seluruh tubuh, disertai dengan niat.
a)
Hal-hal
yang mewajibkan untuk mandi:
a.
Bersetubuh.
b.
Keluar
mani.
c.
Mati,
kecuali mati syahid.
d.
Setelah
nifas.
e.
Wiladah
(melahirkan).
f.
Selesai
haid.
b)
Rukun
Mandi:
a.
Niat.
b.
Menyiram
seluruh badan dengan air, yakni meratakan air ke seluruh tubuh.
c)
Sunnah
Mandi:
a.
Membaca
basmalah.
b.
Membasuh
tangan sebelum memasukkannya ke bejana.
c.
Berwudlu’
dengan sempurna sebelum melakukan mandi.
d.
Menggosok
seluruh badan dengan teliti (lipatan-lipatan kulit sampai tiga kali).
e.
Muwalah,
yaitu membasuh suatu anggota sebelum kering anggota yang dibasuh sebelumnya.
f.
Mendahulukan
menyiram bagian yang kanan dari tubuh.
3.
Tayamum
Menurut bahasa,
tayamum berarti menyengaja. Sedangkan menurut istilah, yaitu menyampaikan tanah
ke wajah dan kedua tangan dengan beberapa syarat dan ketentuan.
a)
Sebab-Sebab
Tayamum
a.
Tidak
ada air yang memenuhi syarat kesucian dan telah berusaha mencarinya, tetapi
tidak mendapatkan.
b.
Berhalangan
menggunakan air. Misalnya sakit yang apabila menggunakan air akan bertambah
sakitnya.
c.
Adanya
air diperlukan untuk yang lebih penting.
b)
Syarat-syarat
tayamum
a.
Menggunakan
debu yang suci, yang belum digunakan untuk bersuci dan tidak bercampur dengan
sesuatu.
b.
Mengusap
wajah dan kedua tangan.
c.
Menghilangkan
najis terlebih dahulu.
d.
Telah
masuk waktu sholat.
e.
Tayamum
hanya untuk satu kali sholat fardhu.
c)
Rukun
Tayamum
a.
Niat.
b.
Memindahkan
debu dari tempatnya ke wajah dan tangan.
c.
Mengusap
muka dengan debu, dengan sekali usapan.
d.
Mengusap
dua tangan sampai siku dengan debu, sekali usapan.
e.
Tertib.
d)
Sunnah
Tayamum
a.
Membaca
basmalah.
b.
Memulai
usapan dari bagian atas wajah.
c.
Menipiskan
debu di telapak tangan sebelum mengusapkannya.
d.
Merenggangkan
jari-jari ketika menepukkannya pertama kali ke tanah.
e.
Mendahulukan
tangan kanan atas tangan kirinya.
f.
Menyela-nyela
jari setelah mengusap kedua tangan.
g.
Tidak
mengangkat tangan dari anggota yang sedang diusap sebelum selesai mengusapnya.
h.
Muwalah.
e)
Hal-Hal
yang Membatalkan Tayamum
a.
Semua
yang membatalkan wudlu’.
b.
Melihat
air sebelum mulai melakukan sholat.
c.
Murtad.
2)
Thoharoh
dari Najis
Secara bahasa,
najis bermakna القذارة yang
artinya kotoran. Sedangkan menurut istilah, yaitu setiap kotoran yang mencegah
sahnya sholat, dalam keadaan tidak ada rukhshah.
a.
Macam-Macam
Najis
1.
Najis
Mughalazhah (berat)
Ialah najis
babi dan anjing serta seluruh keturunannya.
2.
Najis
Mutawasitoh (sedang)
Ialah semua
najis selain dari najis mughalazhah dan mukhoffafah. Seperti segala sesuatu
yang keluar dari qubul dan dubur manusia dan binatang (kotoran) kecuali air
mani, benda cair yang memabukkan, susu hewan yang tidak halal dimakan, darah,
nanah, bangkai termasuk juga tulang dan bulunya, kecuali bangkai ikan dan
belalang.
Najis
mutawasitoh dibagi menjadi dua, yaitu:
a.
Najis
ainiyah
Yaitu najis
yang nampak zatnya dan sifatnya. Memiliki aroma, warna dan rasa.
b.
Najis
hukmiyah
Yaitu najis
yang tidak nampak zatnya dan sifatnya. Tidak memiliki warna, aroma dan rasa
(tinggal hukumnya saja).
3.
Najis
Mukhaffafah
Ialah air
kencing bayi laki-laki yang belum berumur 2 tahun dan belum pernah makan
sesuatu kecuali air susu ibunya.
b.
Cara
Membersihkan Najis
1.
Najis
Mughaladzah
Cara
membersihkannya: harus menghilangkan benda najisnya terlebih dahulu lalu
membasuhnya dengan air 7 kali basuhan, dan salah satunya harus dicampur dengan
tanah yang suci.
2.
Najis
Mutawasitoh
Cara
membersihkannya:
a.
Apabila
najis ainiyah, caranya: dibasuh sekali, jika sifat najisnya hilang. Dan dibasuh
3 kali basuhan itu lebih baik.
b.
Apabila
najis hukmiyah, caranya: dengan mengairkan air pada najis tersebut.
3.
Najis
Mukhaffafah
Cara
membersihkannya: dengan memercikkan air pada tempat najis itu.
E.
Hikmah
Thoharoh
a.
Thoharoh
termasuk tuntunan fitrah.
b.
Memelihara
kehormatan dan harga diri.
c.
Memelihara
kesehatan.
d.
Beribadah
kepada Allah dalam keadaan suci.
BAB
III
KESIMPULAN
Islam
menganjurkan pentingnya berthoharoh. Karena merupakan masalah yang sangat
penting dalam beragama, dan menjadi pangkal dalam beribadah yang menghantarkan
manusia berhubungan dengan Allah SWT. Tidak ada cara bersuci yang lebih baik dari pada cara yang
dilakukan oleh syarit Islam, karena syariat Islam menganjurkan manusia mandi
dan berwudlu. Walaupun manusia masih dalam keadaan bersih, tapi ketika hendak
melaksanakan sholat dan ibadah-ibadah lainnya yang mengharuskan berwudlu,
begitu juga dia harus pula membuang kotoran pada diri dan tempat ibadahnya dan
mensucikannya karena kotoran itu sangat menjijikkan bagi manusia.
DAFTAR PUSTAKA
As’ad aliy.
1979. Terjemah fathul mu’in. Kudus: Menara Kudus.
Hajar Ibnu
Al-Asqalany, Bulughul Maram Min Adillatil Ahkaam (Ebook)
Rusyd
Ibnu.1990. Terjemah bidayatul mujtahid. Semarang: CV. As-Syifa.
Rifa’I Moh.
1978. Ilmu Fikih Islam Lengkap. Semarang: Karya Toha Putra.
Babudin. 2005. Fikih. Wahana Dinamika Karya.
Ma’arif
Syamsul. 2004. Matan Taqrib & Terjemah. Magelang. An Nur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan Komentar anda di sini