Jumat, 21 Maret 2014

PARTAI POLITIK, PEMILIHAN UMUM, DAN DEMOKRASI DALAM SEJARAH INDONESIA


KATA PENGANTAR

            Alhamdulillah segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan dan melimpahkan rohmat, hidayah dan inayah-Nya kepada penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik dan lancar.
            Mengingat kurangnya kemampuan dan keterbatasan penulis dalam menyelesaikan makalah ini, penulis meyakini bahwa tugas ini tidak dapat terselesaikan tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Atas bimbingan dan bantuan tersebut tiada yang dapat penulis ucapkan selain ucapan terimakasih, kepada:
  1.     Allah SWT yang telah memberikan nikmat sehat dan segala Barokah-Nya
  2.     Dosen Pembimbing, Drs. H. Baidi, M.Pd
  3.     Seluruh pihak yang membantu yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu.
Demikian penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun dan bermanfaat bagi kita semua.
Semoga makalah ini dapat kita ambil manfaatnya bersama, khususnyabagipenulis dan umumnya bagi para pembaca.
Surakarta,25 Septembr 2012





DAFTAR ISI

Halaman Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB 1.PENDAHULUAN
   A.  Latar Belakang
   B.   Rumusan Masalah
   C.   Tujuan
BAB 2.PEMBAHASAN
A.Partai Politik
1. Pengertian
2. Fungsi
3. Partai Politik di Indonesia
   B.Pemilihan Umum
   1. Pengertian
   2. Fungsi
   3. Pemiluhan Umum di Indonesia 
  C.Demokrasi
   1. Pengertian
   2. Fungsi
   3. Demokrasi di Indonesia
BA B 3.PENUTUP
   Kesimpulan
   Daftar Pustaka



BAB 1
PENDAHULUAN

   A.    Latar Belakang Masalah
Sangatlah menarik perjalanan politik bangsa Indonesia, sejak tahun 1950 hingga sekarang ternyata ada sejumlah faktor yang memainkan peranan secara konstan. Faktor-faktor tersebut, yang sering pula kita anggap sebagai masalah, tidak lain daripada pluralitas, orientasi politik, kepemimpinan, demokrasi, dan pembangunan politik. Keseluruhan faktor itu tercermin dengan jelas didalam dinamika kehidupan politik, sebab kesemuanya memang mewarnai bentuk, sifat dan penampilan sistem politik di Indonesia.
  Kenyataan bahwa bangsa ini masih berdiri dengan tegak, memang terkadang membuat kita lengah dan mengabaikan peranan yang dimainkan faktor-faktor itu, sehingga kita cenderung mengecilkan makna kehadirannya. Pengalaman sistem politik Indonesia didalam 10 tahun terakhir ini cukup memberi pelajaran mengenai bagaimana rawannya situasi yang diakibatkan oleh kondisi yang demikian.
  Begitu juga dengan pemilihan umum, pemilihan umum di Indonesia hingga sekarang ternyata ada yang telah memainkan peranan dan fungsi dari pemilu.
Persoalan demokrasi di Indonesia selalu hangat dibicarakan, bahkan jauh sebelum kita merdeka. Setidaknya secara formal semua pihak tidak ada yang keberatan bahwa sistem politik Indonesia mestilah demokrasi. Sebab kalau tidak, sila keempat dalam Pancasila yaitu nilai kerakyatan, akan kehilangan makna dan subtansi. Yang menjadi persoalan bukan pengakuan formalnya, tetapi perlunya bahasa yang sama dalam memahami hakikat demokrasi itu dan tentang cara operasionalnya dalam sistem kenegaraan kita. Selama 52 tahun kita merdeka, berbagai bentuk dan nama demokrasi telah kita kenal.

   B.    Rumusan Masalah
1.     Apa pengertian partai politik?
2.     Apa fungsi partai politik?
3.     Bagaimana partai politik di Indonesia?
4.     Apa pengertian pemilu?
5.     Apa fungsi pemilu?
6.     Bagaimana pemilu di Indonesia?
7.     Apa pengertian demokrasi?
8.     Apa fungsi demokrasi?
9.     Bagaimana demokrasi di Indonesia?

   C.    Tujuan
1.     Untuk mengetahui pengertian partai politik
2.     Untuk mengetahui fungsi partai politik
3.     Untuk mengetahui partai politik di Indonesia
4.     Untuk mengetahui pengertian pemilu
5.     Untuk mengetahui fungsi pemilu
6.     Untuk mengetahui pemilu di Indonesia
7.     Untuk mengetahui pengertian demokrasi
8.     Untuk mengetahui fungsi demokrasi
9.     Untuk mengetahui demokrasi di Indonesia







             
BAB II
PEMBAHASAN

   A.Partai Politik
1. Pengertian
a. Secara Umum
     Suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama.
b. Menurut para ahli
Ø Carl. J. Friedrich
                    Partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya dan berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat idiil maupun materiil.
Ø R.H. Soltau
     Partai politik adalah sekelompok warga Negara yang sedikit banyak terorganisir, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan yang dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih bertujuan menguasai pemerintahan dan melaksanakan kebijaksanaan umum mereka.
Ø Sigmund Neumann
     Partai politik adalah organisasi dari aktivis-aktivis politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan dengan suatu golongan-golongan lain yang mempunyai pandangan yang berbeda.
Ø Maurice Duverger
     Partai politik adalah sekelompok manusia yang mempunyai doktrin politik yang sama.
Ø Edmund Burke
     Partai politik adalah suatu kumpulan manusia untuk memajukan keinginan-keinginan bersamanya, yaitu kepentingan nasional melalui prinsip-prinsip khusus yang sudah disepakati.
            c. Menurut Undang-Undang
Menurut pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008. Partai politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan di bentuk oleh sekelompok warga Negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan Negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Fungsi
a. Fungsi partai politik menurut Miriam Budiardjo
Ø Partai sebagai sarana komunikasi politik
     Salah satu tugas dari partai politik adalah menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga kesimpangsiuran pendapat dalam masyarakat berkurang.
Ø Partai sebagai sarana sosialisasi politik
     Dalam usaha menguasai pemerintahan melalui kemenangan dan pemilihan umum, partai politik harus memperoleh dukungan seluas mungkin. Untuk itu partai berusaha menciptakan “image” bahwa ia memperjuangkan kepentingan umum. Di samping menanamkan solidarias dengan partai, partai politik juga mendidik anggota-anggotanya menjadi manusia yang sadar akan tanggung jawabnya sebagai warga Negara dan menempatkan kepentingan sendiri di bawah kepentingan nasional.
Ø Partai sebagai sarana rekruitmen politik
     Rekruitmen politik ialah seleksi dan pemilihan atau seleksi dan pengangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah peranan dalam sisem politik pada umumnya dan politik pada khususnya. Fungsi ini semakin besar porsinya manakala partai politik itu merupakan partai tunggal seperti dalam sistem politik totaliter, atau manakala partai itu merupakan partai mayoritas dalam badan perwakilan rakyat sehingga berwenang membentuk pemerintahan dalam sistem politik demokrasi. Fungsi rekruitmen politik dilakukan dengan cara kontak pribadi, persuasi dan lain-lain. Juga kader diusahakan untuk menarik golongan muda untuk dididik menjadi kader yang di masa mendatang akan mengganti pimpinan lama.
Ø Partai sebagai sarana pengatur konflik
     Dalam suasana demokrasi, persaingan dan perbedaan pendapat dalam masyarakat merupakan soal yang wajar. Jika sampai terjadi konflik, partai politik berusaha mengatasinya.
b. Fungsi partai politik menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik pasal 11
Partai Politik berfungsi sebagai sarana:
- Pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga Negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
- Penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat.
- Penyerap, penghimpun, penyalur aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan Negara.
- Partisipasi politik warga Negara Indonesia.
- Rekruitmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.
c. Fungsi partai politik secara umum
- Sebagai sarana komunikasi politik (penyalur aspirasi dan pendapat rakyat kepada pihak pemerintah)
- Sebagai sarana sosialisasi politik (penanaman nilai dan norma terhadap masalah-masalah politik)
- Sebagai sarana rekruitmen politik (mencari dan mengajak untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai)
- Sebagai sarana pengatur konflik (turut mengatasi kesalahpahaman yang terjadi pemerintahan maupun masyarakat)

3. Partai politik di Indonesia
      Partai politik di Indonesia adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Masa penjajahan Belanda
        Masa ini disebut sebagai periode pertama lahirnya partai politik di Indoneisa (waktu itu Hindia Belanda). Lahirnya partai menandai adanya kesadaran nasional. Pada masa itu semua organisasi baik yang bertujuan sosial seperti Budi Utomo dan Muhammadiyah, ataupun yang berazaskan politik agama dan sekuler seperti Serikat Islam, PNI dan Partai Katolik, ikut memainkan peranan dalam pergerakan nasional untuk Indonesia merdeka.
        Kehadiran partai politik pada masa permulaan merupakan menifestasi kesadaran nasional untuk mencapai kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Setelah didirikan Dewan Rakyat, gerakan ini oleh beberapa   partai diteruskan di dalam badan ini. Pada tahun 1939 terdapat beberapa fraksi di dalam Dewan Rakat, yaitu Fraksi Nasional di bawah pimpinan M. Husni Thamin, PPBB (Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumi Putera) di bawah pimpinan Prawoto dan Indonesische Nationale Groep di bawah pimpinan Muhammad Yamin.
        Di luar dewan rakyat ada usaha untuk mengadakan gabungan partai politik dan menjadikannya semacam dewan perwakilan rakyat. Pada tahun 1939 dibentuk KRI (Komite Rakyat Indoneisa) yang terdiri dari GAPI (Gabungan Politik Indonesia) yang merupakan gabungan dari partai-partai yang beraliran nasional, MIAI (Majelis Islamil A”laa Indonesia) yang merupakan gabungan partai-partai yang beraliran Islam yang terbentuk tahun 1937, dan MRI (Majelis Rakyat Indonesia) yang merupakan gabungan         organisasi buruh.
                         Pada tahun 1939 di Hindia Belanda telah terdapat beberapa fraksi dalam volksraad yaitu Fraksi Nasional, Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumi-Putera, dan Indonesische Nationale Groep. Sedangkan di luar volksraad ada usaha untuk mengadakan gabungan dari Partai-Partai Politik dan menjadikannya semacam dewan perwakilan nasional yang disebut Komite Rakyat Indonesia (K.R.I). Di dalam K.R.I terdapat Gabungan Politik Indonesia (GAPI), Majelisul Islami A'laa Indonesia (MIAI) dan Majelis Rakyat Indonesia (MRI). Fraksi-fraksi tersebut di atas adalah merupakan partai politik – partai politik yang pertama kali terbentuk di Indonesia.
Masa pendudukan Jepang
        Pada masa ini, semua kegiatan partai politik dilarang, hanya golongan Islam yang diberi kebebasan untuk membentuk partai Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Partai Masyumi) yang lebih banyak bergerak di bidang   sosial.
                 Masa pasca proklamasi kemerdekaan
                         Beberapa bulan setelah proklamsi kemerdekaan, terbuka kesempatan yang besar untuk mendirikan partai politik, sehingga bermunculanlah parti-partai politik Indonesia. Dengan demikian kita kembali kepada pola sistem banyak partai.
        Pemilu 1955 memunculkan 4 partai politik besar, yaitu : Masyumi, PNI, NU dan PKI. Masa tahun 1950 sampai 1959 ini sering disebut sebagai masa kejayaan partai politik, karena partai politik memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara melalui sistem parlementer. Sistem banyak partai ternyata tidak dapat berjalan baik. Partai politik tidak dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, sehingga kabinet jatuh bangun   dan tidak dapat melaksanakan program kerjanya. Sebagai akibatnya pembangunan tidak dapat berjalan dengan baik pula. Masa demokrasi parlementer diakhiri dengan Dekrit 5 Juli 1959, yang mewakili masa-masa demokrasi terpimpin.
                         Pada masa demokrasi terpimpin ini peranan partai politik mulai dikurangi, sedangkan di pihak lain, peranan presiden sangat kuat. Partai politik pada saat ini dikenal dengan NASAKOM (Nasional, Agama dan Komunis) yang diwakili oleh NU, PNI dan PKI. Pada masa Demokrasi Terpimpin ini nampak sekali bahwa PKI memainkan peranan bertambah kuat, terutama melalui G 30 S/PKI (akhir September 1965).
        Setelah itu Indonesia memasuki masa Orde Baru dan partai-partai dapat bergerak lebih leluasa dibanding dengan masa Demokrasi terpimpin. Suatu catatan pada masa ini adalah munculnya organisasi kekuatan politik     baru yaitu Golongan Karya (Golkar). Pada pemilihan umum thun 1971, Golkar muncul sebagai pemenang partai diikuti oleh 3 partai politik besar yaitu NU, Parmusi (Persatuan Muslim Indonesia) serta PNI.
        Pada tahun 1973 terjadi penyederhanaan partai melalui fusi partai politik. Empat partai politik Islam, yaitu : NU, Parmusi, Partai Sarikat Islam dan Perti bergabung menjadi Partai Persatu Pembangunan (PPP). Lima partai lain yaitu PNI, Partai Kristen Indonesia, Partai Katolik, Partai Murba dan Partai IPKI (ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia) bergabung menjadi Partai Demokrasi Indonesia. Maka pada tahun 1977 hanya terdapat 3 organisasi kekuatan politik Indonesia dan terus berlangsung hinga pada pemilu 1997.
                         Setelah gelombang reformasi terjadi di Indonesia yang ditandai dengan tumbangnya rezim Suharto, maka pemilu dengan sistem multi partai kembali terjadi di Indonesia. Dan terus berlanjut hingga pemilu 2014 nanti.
        Setelah merdeka, Indonesia menganut sistem Multi Partai sehingga terbentuk banyak sekali Partai Politik. Memasuki masa Orde Baru (1965 -1998), Partai Politik di Indonesia hanya berjumlah 3 partai yaitu Partai Persatuan Pembangunan, Golongan Karya, dan Partai Demokrasi Indonesia. Di masa Reformasi, Indonesia kembali menganut sistem multi partai.
        Pada 2012, DPR melakukan revisi atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.
                 Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Partai Politik di Indonesia sejak masa kemerdekaan adalah:
1.   Maklumat X Wakil Presiden Muhammad Hatta (1955).
2.   Undang-Undang Nomor 7 Pnps Tahun 1959 tentang Syarat-Syarat dan Penyederhanaan Kepartaian.
3.   Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1960 tentang Pengakuan, Pengawasan, dan Pembubaran Partai-Partai.
4.   Undang-Undang Nomor 3 tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya.
5.   Undang-Undang Nomor 3 tahun 1985 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya.
6.   Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik.
7.   Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik.
8.   Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (berlaku saat ini).

   B.Pemilu
1. Pengertian
      a. Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999
                  Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang 1945.
            b. Pengertian Pemilu secara Umum
            Pemilu adalah suatu proses di mana para pemilih memilih orang-orang  untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan yang disini             beraneka-ragam, mulai dari Presiden, wakil rakyat di pelbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa. Pada konteks yang lebih luas, Pemilu dapat juga berarti proses mengisi jabatan-jabatan seperti ketua OSIS atau           ketua kelas, walaupun untuk ini kata 'pemilihan' lebih               sering digunakan. Sistem pemilu asas yang digunakan adalah asas luber dan jurdil. Para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan kepada merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program-programnya pada masa kampanye. Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari pemungutan suara.           Setelah pemungutan suara dilakukan, proses penghitungan dimulai. Pemenang Pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih.

2. Fungsi

                        Fungsi Pemilihan Umum Pada pemerintahan yang demokratis, pemilihan      umum merupakan pesta demokrasi. Secara umum fungsi pemilihan umum    adalah :
·        Melaksanakan kedaulatan rakyat
·        Sebagai perwujudan hak asas politik rakyat
·        Untuk memilih wakil-wakil rakyat yang duduk di lembaga legislatif serta        memilih Presiden dan wakil Presiden
·        Melaksanakan pergantian personel pemerintahan secara aman, damai, dan             tertib
·        Menjamin kesinambungan pembangunan nasional.
           
3. Pemilihan Umum di Indonesia                                                               
                        Pada awalnya ditujukan untuk memilih anggota lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD Provonsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Setelah amandemen keempat UUD 1945 pada 2002 pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, yang semula dilakukan oleh MPR, disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat sehingga pilpres pun dimasukkan ke dalam rezim pemilu. Pilpres sebagai bagian dari pemilu diadakan pertama kali pada Pemilu 2004. Pada 2007, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) juga dimasukkan sebagai bagian dari rezim pemilu. Di tengah masyarakat, istilah "pemilu" lebih sering merujuk kepada pemilu legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden yang diadakan setiap 5 tahun sekali.
Sejarah
      Pemilihan umum diadakan sebanyak 10 kali yaitu tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004 dan 2009.
Asas Pemilihan Umum di Indonesia
      Pemilihan umum di Indonesia menganut asas "Luber" yang merupakan singkatan dari "Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia". Asal "Luber" sudah ada sejak zaman Orde Baru. Langsung berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya secara langsung dan tidak boleh diwakilkan. Umum berarti pemilihan umum dapat diikuti seluruh warga negara yang sudah memiliki hak menggunakan suara. Bebas berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya tanpa ada paksaan dari pihak manapun, kemudian Rahasia berarti suara yang diberikan oleh pemilih bersifat rahasia hanya diketahui oleh si pemilih itu sendiri.
      Kemudian di era reformasi berkembang pula asas "Jurdil" yang merupakan singkatan dari "Jujur dan Adil". Asas jujur mengandung arti bahwa pemilihan umum harus dilaksanakan sesuai dengan aturan untuk memastikan bahwa setiap warga negara yang memiliki hak dapat memilih sesuai dengan kehendaknya dan setiap suara pemilih memiliki nilai yang sama untuk menentukan wakil rakyat yang akan terpilih. Asas adil adalah perlakuan yang sama terhadap peserta pemilu dan pemilih, tanpa ada pengistimewaan ataupun diskriminasi terhadap peserta atau pemilih tertentu. Asas jujur dan adil mengikat tidak hanya kepada pemilih ataupun peserta pemilu, tetapi juga penyelenggara pemilu.

Bung Karno Pada pemilu 1955

   C.  Demokrasi

1.         Pengertian
a.     Secara Etimologi
     “Demokrasi” terdiri dari dua kata yang berasal dari bahasa Yunani yaitu “demos” yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat dan “cratein” atau “cratos” yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. Jadi “demos-cratein” atau “demos-cratos” (demokrasi) adalah kekuasaan atau kedaulatan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan rakyat, rakya berkuasa, pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat.
b.     Secara Terminologi
     Demokrasi adalah rakyat sebagai pemegang kekuasaan, pembuat dan penentu keputusan dan kebijakan tertinggi dalam penyelenggaraan Negara dan pemerintahan serta pengontrol terhadap pelaksanaan kebijakannya baik yang dilakukan secara langsung oleh rakyat atau mewakilinya melalui lembaga perwakilan.
c.      Menurut para ahli
Ø Josefh A. Schmeter
                   Demokrasi adalah suatu perencanaan institusional untuk mencapai keputusan politik dimana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan dengan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat.
Ø Sidney Hook
            Demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana keputusan-keputusan pemerintah yang penting secara langsung atau tidak langsung didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa.
Ø Philippe C. Schmitter dan Terry Lynn Karl
            Demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan dimana pemerintah dimintai tanggung jawab atas tindakan-tindakan mereka di wilayah publik oleh warga Negara, yang bertindak secara tidak langsung melalui kompetisi dan kerjasama dengan para wakil mereka yang telah terpilih.
Ø Henry B. Mayo
                  Demokrasi adalah sistem politik yang menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi  secara efekif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.

2.        Fungsi

Demokrasi dapat menyelesaikan berbagai perselisihan di Indonesia dan di luar Indonesia secara damai.
Demokrasi dapat menyelenggarakan pergantian pemimpin secara adil makmur dan teratur.
Demokrasi dapat juga mengakui dan menganggap adanya kebudayaan dan keaneka ragaman.
Demokrasi dapat menegakkan keadilan dan menjamin kemakmuran disetip Negara yaitu di luar negeri dan di dalam negeri.

3.        Demokrasi di Indonesia

a.     Masa Orde Lama
·        Masa 1945-1959 (Demokrasi Liberal)
Demokrasi di Indonesia pada masa 1945-1959 adalah demokrasi liberal. Sistem pemerintahan yang diterapkan pada masa tersebut adalah sistem parlementer. Sistem demokrasi yang mulai berlaku sebulan sesudah kemerdekaan di proklamirkan dan kemudian diperkuat dalam UUD 1945 dan 1950, ternyata kurang cocok untuk Indonesia, meskipun dapat berjalan memuaskan dalam beberapa Negara Asia lain. Persatuan yang dapat digalang selama menghadapi musuh bersama menjadi kendor dan tidak dapat dibina menjadi kekuatan konstruktif sesudah kemerdekaan. Karena lemahnya benih-benih demokrasi sistem parlementer memberi peluang untuk dominasi partai-partai politik dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Undang-undang dasar 1950 menetapkan berlakunya sistem parlementer dimana eksekutif terdiri dari presiden sebagai kepala Negara konstitusionil (constitutional head) beserta menteri-menterinya yang mempunyai tanggung jawab politik. Karena fragmentasi partai-partai politik setiap kabinet berdasarkan koalisi yang berkisar pada satu atau dua partai besar dengan beberapa partai kecil. Koalisi ternyata kurang mantap dan partai-partai dalam koalisi tidak segan-segan menarik dukungannya sewaktu-waktu, sehingga kabinet sering jatuh karena keretakan dalam koalisi sendiri.
Di samping itu ternyata ada beberapa kekuatan sosial dan politik yang tidak memperoleh saluran dan tempat yang realistis dalam konstelasi politik, padahal merupakan kekuatan yang paling penting, yaitu seorang presiden yang tidak mau bertindak sebagai “rubberstamp president” (presiden yang membubuhi capnya) belaka dan tentara yang karena lahir dalam revolusi merasa bertanggung jawab untuk turut menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh  masyarakat Indonesia pada umumnya.
Faktor-faktor semacan ini ditambah dengan tidak mampunya anggota-anggota partai-partai yang tergabung dalam Konstituante untuk mencapai konsensus mengenai dasar Negara untuk undang-undang dasar baru, mendorong Ir. Soekarno sebagai presiden untuk mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli yang menentukan berlakunya kembali Undang Undang Dasar 1945.
·        Masa 1959-1965 (Demokrasi Terpimpin)
Ciri pada masa ini ialah dominasi dari presiden, terbatasnya peranan partai politik, berkembangnya pengaruh komunis dan meluasnya peranan ABRI sebagai unsur social politik. Dekrit Presiden 5 Juli dapat di pandang sebagai suatu usaha untuk mencari jalan keluar dari kemacetan politik melalui pembentukan kepemimpinan yang kuat. Undang-Undang Dasar 1945 membuka kesempatan bagi seorang presiden untuk bertahan selama sekurang-kurangnya lima tahun. Akan tetapi ketetapan MPRS No. III/1963 yang mengangkat Ir. Soekarno sebagai presiden seumur hidup telah membatalkan pembatasan waktu lima tahun. (Undang-Undang Dasar memungkinkan seorang presiden untuk dipilih kembali) yang ditentukan oleh Undang-Undang Dasar.
b.     Masa Orde Baru (Demokrasi Pancasila)
Landasan formil dari periode ini adalah pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 serta ketetapan MPRS. Semangat yang mendasari kelahiran periode ini adalah ingin mengembalikan dan memurnikan pelaksanaan pemerintahan yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Karena sebelum periode ini telah terjadi penyelewengan dan pengingkaran terhadap kedua landasan formal dan yuridis dalam kehidupan kenegaraan. Dalam usaha untuk meluruskan kembali penyelewengan terhadap Undang-Undang Dasar yang telah terjadi dalam masa Demokrasi Terpimpin, kita telah mengadakan tindakan korekif. Ketetapan MPRS No. III/1963 yang menetapkan masa jabatan seumur hidup untuk Ir. Soekarno telah dibatalkan dan jabatan presiden kembali menjadi jabatan efektif setiap lima tahun. Ketetapan MPRS No. XIX/1966 telah menentukan ditinjaunya kembali produk-produk legislaif dari masa Demokrasi Terpimpin dan atas dasar itu Undang-Undang No. 19/1964 telah diganti dengan satu undang-undang baru (No. 14/1970) yang menetapkan kembali azas “kebebasan badan-badan pengadilan” Dewan Perwakilan Rakyat-Gotong Royong diberi beberapa hak kontrol, disamping ia tetap mempunyai fungsi untuk membantu pemerintah. Pimpinannya tidak lagi mempunyai status sebagai menteri.
Begitu pula tata tertib DPR yang memberi wewenang kepada presiden untuk memutuskan permasalahan yang tidak dapat dicapai mufakat antara anggota badan legislatif dihapuskan. Golongan Karya, di mana anggota ABRI memerankan peranan penting, diberi landasan konsitusionil yang lebih formil. Selain itu beberapa hak asasi diusahakan supaya diselenggarakan secara lebih penuh dengan memberi kebebasan lebih luas kepada pers untuk menyatakan pendapat dan kepada partai-partai politik diberi hak untuk bergerak dan menyusun kekuatannya, terutama menjelang pemilihan umum 1971. Dengan demikian diharapkan terbinanya partisipasi politik dari golongan-golongan dalam masyarakat. Disamping itu diadakan program pembangunan ekonomi secara teratur dan terencana.
Pada periode ini praktik demokrasi di Indonesia senantiasa mengacu pada nilai-nilai pancasila dan UUD 1945. Karena itu Demokrasi pada masa ini disebut dengan demokrasi pancasila.
Namun demikian “Demokrasi Pancasila” dalam rezim orde baru hanya sebagai retorika dan gagasan belum sampai pada tataran praksis atau penerapan. Karena dalam praktik kenegaraan dan pemerintahan, rezim ini sangat tidak memberi ruang bagi kehidupan demokrasi.

1 komentar:

  1. makasih artikelnya bagus gan.... numpang di http://kalinz.blogspot..com atau http://lins9ul@gmail.com

    BalasHapus

Tinggalkan Komentar anda di sini