Selasa, 06 Mei 2014

Evaluasi Pendekatan Tes Bahasa




BAB I
PENDAHULUAN

  A.     Latar Belakang

Evaluasi merupakan bagian dari kegiatan kehidupan manusia sehari-hari. Disadari atau tidak, orang sering melakukan evaluasi, baik terhadap dirinya sendiri, orang lain maupun lingkungannya. Demikian pula halnya dalam dunia pendidikan, untuk mencapai tujuan pendidikan khususnya tujuan pembelajaran tersebut maka perlu adanya evaluasi.

Keberhasilan proses belajar mengajar di kelas dapat dilihat dari sejauh mana penguasaan kompetensi yang telah dikuasai oleh seluruh siswa di kelas itu. Pada dasarnya hasil belajar siswa dapat dinyatakan dalam tiga aspek, yang biasa disebut dengan domain atau ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Dalam  proses  pengajaran, tes merupakan alat yang digunakan untuk mengetahui  tercapai atau tidaknya suatu standar kompetensi yang telah dipelajari oleh siswa di   setiap pembelajaran. Hal tersebut senada dengan pendapat ahli yang mengatakan bahwa tes merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah  ditentukan.


Tes bahasa dan pengajaran bahasa merupakan dua kegiatan yang berhubungan secara erat. Yang pertama merupakan bagian dari yang kedua. Tes bahasa dirancang dan dilaksanakan untuk memperoleh informasi mengenai hal ihwal yang berkaitan dengan keefektifan pengajaran bahasa yang dilakukan.

RUMUSAN MASALAH

1.      Apa pengertian dan tujuan evaluasi ?
2.      Apa sajakah macam-macam pendekatan tes bahasa ?
3.      Bagaimana sejarah perkembangan pendekatan tes bahasa ?

TUJUAN

1.      Untuk mengetahui apakah siswa telah menguasai keterampilan atau pengetahuan dasar tertentu.
2.      Untuk mengetahui kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan siswa dalam proses belajar.
3.      Untuk merangsang peserta didik dalam menempuh proses pembelajaran






BAB II
PEMBAHASAN

1.       Pengertian Tes Bahasa

Tes bahasa merupakan bagian dari ilmu bahasa atau linguistik, yaitu ilmu yang mempelajari seluk beluk bahasa. Kajian tes bahasa dapat bersifat umum seperti yang dilakukan dalam linguistik umum yang membahas masalah-masalah umum seperti latar belakang dan sasaran kajian bahasa. Kajian bahasa dapat pula bersifat ilmiah, teoritis, dan rinci seperti yang dilakukan dalam linguistik murni atau linguistik teoretis yang menyajikan kajian-kajian tentang seluk beluk tata bahasa transformasi, atau aspek tertentu dari bahasa seperti kajian tentang makna dalam kajian semantik dan kajian dari sudut pandang psikologi dalam psikolinguistik dan lain-lain.

Tes bahasa merupakan bagian dari keseluruhan penyelenggaraan pembelajaran bahasa, khususnya sebagai bagian dari komponen ke-3, yaitu evaluasi hasil pembelajaran. Dalam kedudukan tersebut, tes bahasa mempunyai kaitan yang sangat erat dengan komponen-komponen lain dalam penyelenggaraan pembelajaran bahasa, terutama komponen pembelajaran yang mendasarinya, yaitu kegiatan pembelajaran. Hal serupa berlaku juga sebaliknya terhadap komponen kegiatan pembelajaran itu sendiri yang seharusnya amat erat kaitannya dengan komponen tujuan pembelajaran yang mendasarinya. Secara umum pandangan terhadap bahasa menentukan dan mendasari bagaimana pembelajaran bahasa diselenggarankan dan pembelajaran bahasa yang diselenggarakan menentukan tes bahasanya diselenggarakan. Dengan kata lain, pendekatan terhadap bahasa menentukan pendekatan pembelajaran bahasa, dan pendekatan pembelajaran bahasa menentukan pendekatan dalam penyelenggaraan tesnya. Dalam kajian bahasa dikenal ada berbagai cara pandang dan unsur yang dianggap penting oleh ahli yang berbeda atau tahap perkembangan ilmu pengetahuan yang berbeda. Perbedaan cara pandang tersebut dapat dikenali dan ditelusuri keberadaannya pada berbagai cabang kajian bahasa, termasuk tes bahasa, dalam bentuk

.                                Macam-Macam Pendekatan Tes Bahasa
1.            Pendekatan Tradisional

Pendekatan tradisional adalah istilah yang dipergunakan untuk mengacu pada penyelenggaraan (baca: perencanaan dan pelaksanaan) tes bahasa yang cenderung mengadopsi prinsip bahwa tes bahasa  dititikberatkan pada tes tatabahasa dan terjemahan.  Latar belakangnya  adalah adanya pengaruh mainstream pengajaran bahasa yang  dikenal dengan sebutan metode tatabahasa-terjemahan (grammar translation method).

Metode ini, seperti yang dikemukakan oleh Richards dan Rogers (1988:3-4), memiliki prinsip-prinsip pengajaran antara lain:
a.      mempelajari bahasa asing adalah mempelajari   bahasa dengan tujuan agar dapat membaca kesusasteraannya.
b.      membaca dan menulis adalah fokus utama pengajaran, ketepatan dalam penerjemahan sangat ditekankan.
c.       tatabahasa harus diajarkan secara deduktif, yakni beranjak dari kaidah-kaidah lalu menuju pada contoh-contoh ilustrasinya.

Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, maka pendekatan  tes bahasa yang berkembang pada saat itu  mengisyaratkan pemakaian karya sastra. Karya sastra dalam hal ini dianggap merupakan pemakaian bahasa yang ideal dari penuturnya sehingga  evaluasi terhadap penguasaan bahasa seseorang dengan menggunakan tes bahasa dilakukan dengan menggunakan teks karya sastra. Kemudian bentuk tes bahasa yang dikembangkan adalah  penerjemahan dan atau penulisan esai. Dalam perkembangannya, tes bahasa dengan prinsip-prinsip, model, dan karakter seperti ini disebut pendekatan esai dan  terjemahan.
            b)                          
2.            Pendekatan Diskret

Dalam pendekatan ini, istilah diskret oleh Savignon (1983) digunakan untuk menggambarkan dua  aspek yang berbeda dalam tes bahasa, yakni isi atau tugas, dan model jawaban dan penyekoran jawaban.

Dari segi isi atau tugas, tes dengan pendekatan ini menyangkut satu aspek kebahasaan saja pada satu kesempatan pengetesan, misalnya aspek fonologi, morfologi, sintaksis, atau kosa-kata saja. Tiap satu butir soal hanya dimaksudkan untuk mengukur satu aspek kebahasaan saja.  Dari segi model jawaban, tes dengan pendekatan ini berupa penjodohan (matching), benar-salah (true-flase), pilihan ganda (multiple choiche), atau mengisi kotak kosong yang disediakan dengan jawaban yang sudah tersedia pada kolom lain. Dari segi penyekoran jawaban, model jawaban yang seperti itu sangat memudahkan guru atau korektor dalam memberikan penilaian. Penyekoran berdasarkan model jawaban seperti itu memiliki reliabilitas yang sangat tinggi. Dengan bantuan komputer misalnya, penyekoran jawaban hampir 100% tidak diragukan lagi keakuratannya.

Pendekatan diskret ini secara jelas mengadopsi prinsip-prinsip umum dalam  strukturalisme, behaviorisme, dan audiolingualisme. Dari strukturalisme, prinsip yang diambil adalah  (1) bahasa itu tuturan lisan dan bukan tulisan, dan  (2) bahasa itu merupakan suatu sistem. Pertama, prinsip bahwa bahasa itu tuturan lisan telah menyadarkan para ahli tes bahasa bahwa tuturan lisan adalah bahasa yang pertama dan utama dari manusia. Karya sastra yang selama ini diagung-agungkan sebagai satu-satunya sumber pengetesan bahasa akhirnya disadari hanyalah rekonstruksi dari pemakaian bahasa yang sesungguhnya. Keyakinan baru akan prinsip ini kemudian membongkar kebiasaan lama pengetesan bahasa yang melulu hanya menggunakan karya sastra semata. Kedua, prinsip bahwa bahasa itu merupakan sistem menunjukkan bahwa bahasa dipandang memiliki sub-sub unit  yang saling berhubungan membentuk suatu struktur, mulai dari tingkat bunyi, kata, dan kalimat. 

Bentuk tes diskret kebahasaan yang dapat dikembangkan :
  a.      Pertama adalah tes bunyi bahasa. Tes bunyi bahasa dapat berupa: mengenal bunyi bahasa, membedakan bunyi bahasa, melafalkan bunyi bahasa, melafalkan kata-kata, melafalkan pasangan kata, melafalkan rangkaian kalimat, dan membaca teks.
  b.      Kedua adalah tes kosa kata. Tes ini bertujuan untuk mengungkapkan penguasaan kosa kata testi, baik secara pasif reseptif maupun aktif produktif.  Tes ini meliputi, menunjukkan benda berdasarkan kata yang disebutkan, memperagakan berdasarkan kata yang disebutkan, memberikan padanan kata, memberikan sinonim kata, memberikan lawan kata, dan melengkapi kalimat.
  c.       Ketiga adalah tes tatabahasa. Tes ini meliputi pembentukan kata, pembentukan frasa, dan pembentukan kalimat. Variasi bentuk tes ini antara lain:
-          Pada pembentukan kata: menunjukkan asal kata, membentuk kata turunan, menyesuaikan bentuk kata.
-          Pada pembentukan frasa: menyusun kata-kata, melengkapi kata menjadi frasa, membentuk frasa, menjelaskan makna frasa.
-          pembentukan kalimat: mengenal kalimat, membentuk kalimat, menyusun kalimat, dan mengubah kalimat.

3.            Pendekatan Integratif

Menurut Carroll (1961) disebut  pendekatan integratif. Jika dalam pendekatan diskret, aspek-aspek kebahasaan dan kemampuan berbahasa itu diperlakukan secara terpisah, maka dalam pendekatan integratif aspek-aspek bahasa dan kemampuan berbahasa itu dicakup secara bersamaan.

Menurut Oller (1979) jika dalam tes diskret hanya diujikan satu aspek kebahasaan saja pada satu waktu, maka dalam tes integratif berusaha diukur beberapa aspek kebahasaan secara bersamaan.  Prinsip ini sesuai dengan pandangan  psikologi Gestalt yang intinya “bahwa tingkah laku itu dipelajari sebagai kesatuan yang tidak terpisahkan atau “gestalts”.

Berdasarkan pandangan ini, maka tes integratif tidak secara khusus mengeteskan salah satu aspek kebahasaan seperti fonologi, morfologi, sintaksis, atau kosa kata, atau salah satu dari kemampuan berbahasa  seperti membaca, menulis, berbicara, atau menyimak, melainkan sebuah tes dalam satu waktu meliputi beberapa aspek kebahasaan dan kemampuan berbahasa sekaligus.

Mengubah bentuk suatu kalimat menjadi bentuk kalimat yang lain, misalnya, tidak saja menuntut kemampuan testi tentang pengetahuan struktur kalimat, melainkan juga memerlukan penguasaan perubahan bentuk kata, dan bahkan makna kata yang merupakan bagian dari penguasaan kosa kata.

4.      Pendekatan Pragmatik

Pendekatan pragmatic pada awalnya digunakan dalam kaitannya dengan teori tentang kemampuan memahami berdasarkan kemampuan tata bahasa pragmatik (pragmatic expectancy grammar).  Kemampuan itu merupakan kemampuan untuk memahami teks atau wacana, tidak hanya dalam konteks linguistic melainkan juga dengan memanfaatkan kemampuan pemahaman unsur-unsur ekstra linguistic (seluk beluk bidang yang dibahas dalam teks bacaan.

5.      Pendekatan Komunikatif

Tes bahasa komunikatif  adalah tes yang melibatkan konsep kompetensi komunikatif. Kompetensi komunikatif adalah suatu kompetensi yang melihat kemampuan pelajar tidak hanya kemampuan membentuk kalimat yang benar tetapi juga menggunakannya secara tepat.

Tes bahasa secara komunikatif bertujuan untuk mengukur bagaimana orang yang diuji mampu menggunakan bahasa di dalam situasi kehidupan nyata. 






BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Dari uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :
Evaluasi merupakan satu hal yang penting untuk dilaksanakan dalam proses pembelajaran, agar tujuan yang hendak dicapai dapat berjalan dengan baik.
Macam-macam pendekatan tes bahasa
-Pendekatan Tradisional
-Pendekatan Diskret
-Pendekatan Integratif
-Pendekatan Pragmatik
-Pendekatan Komunikatif
Sejarah perkembangan tes bahasa terjadi tidak secara kronologis maupun periodic, karena munculnya pendekatan tes bahasa yang baru terkadang muncul secara bersamaan.






DAFTAR PUSTAKA
  Ø  Acep Hermawan. 2011. Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab. PT. Remaja Rosdakarya : Bandung.
  Ø  Anas Sudijono. 1996. Pengantar Evaluasi Pendidikan. PT. Raja Grafindo Persada : Jakarta.
  Ø  Slameto. 2001. Evaluasi Pendidikan. PT. Bumi Aksara : Jakarta.
  Ø http://perseba.blogspot.com/2009/11/pendekatan-tes-bahasa.html diambil pada tanggal 01 April 2012.
  Ø  http://sejarah_tesbahasa.com. diambil pada tanggal 01 April 2012.
  Ø  http://www.acam-macam_pendekatan_bahasa.com. diambil pada tanggal 01 April 2012.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan Komentar anda di sini