BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG MASALAH
Syarath
berarti sesuatu yang diperlukan untuk adanya sesuatu yang lain. Dengan kata
lain, syarath adalah suatu sifat yang
keberadaannya sangat menentukan keberadaan hukum syari’ dan ketiadaan sifat itu
membawa kepada ketiadaan hukum, tetapi ia berada di luar hukum syari’ tersebut
dan keberadaannya tidak selalu menyebabkan adanya hukum.
Dalam
makalah ini akan dibahas mengenai pengertian syarath, perbedaan syarath dan
rukn,hubungan antara syarath dan sabab,dan macam-macam syarath.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1. Apa
pengertian Syarath?
2. Apa
perbedaan Syarath dan Rukn?
3. Bagaimana
hubungan antara Syarath dan Sabab?
4. Apa
macam-macam Syarath?
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengertian Syarath
2. Untuk
memahami perbedaan Syarath dan Rukn
3. Untuk
mengetahui hubungan Syarath dan Sabab
4.
Untuk mengetahui
macam-macam Syarath
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Syarath
Dari
segi etimologi, syarath berarti ‘alamah atau pertanda. Sedangkan dari segi
terminologi, adalah:
مَا
يَتَوَقَّفَ وُجُودُ الْحُكْمِ وُجُوْدًا شَرْعِيًّا عَلَى وُجُودِهِ، وَيَكُوْنُ
خَارِجًا عَنْ حَقِيْقَتِهِ، وَيَلْزَمُ مِنْ عَدَمِهِ عَدَمُ الْحُكْمِ
Artinya: “
sesuatu yang bergantung kepada adanya hukum, diamana jika ia tidak ada, maka
hukumpun tidak ada, tetapi tidak berarti jika hukum tidak ada, sesuatu itupun
menjadi tidak ada juga.”
Dengan kata lain, syarath adalah suatu sifat yang
keberadaannya sangat menentukan keberadaan hukum syara’ dan ketiadaan sifat itu
membawa kepada ketiadaan hukum, tetapi ia berada di luar hukum syara’ tersebut
dan keberadaannya tidak selalu menyebabkan adanya hukum. Misalnya, saksi adalah
syarat sah dalam pernikahan. Pernikahan tanpa saksi tidaklah sah. Tetapi, saksi
bukanlah bagian dari pernikahan, karena saksi bisa tetap ada tanpa adanya
pernikahan.
B.
Perbedaan
Syarath dan Rukn
Rukn adalah
sifat yang keberadaannya hukum bergantung dan sifat yang termasuk ke dalam
hukum itu sendiri. Misalnya, takbiratul
ihram adalah salah satu rukun shalat, dan ia berada dalam shalat itu
sendiri. Tidak ada rukun maka hukum menjadi tidak sah. Adapun syarath adalah sifat yang keberadaannya
hukum tersebut bergantung, tetapi ia berada di luar hukum tersebut. Misalnya,
wudhu’ merupakan syarath sah shalat,
tetapi wudhu itu berada di luar shalat dan adanya wudhu tidak mesti adanya
shalat. Dari segi ini terdapat persamaan antara rukn dan syarath, yaitu
keduanya sama-sama menentukan keberadaan dan keabsahan sutu hukum.
Akan
tetapi, terdapat pula perbedaan mendasar diantara keduanya, yaitu rukn
merupakan bagian dari hukum, sedangkan syarath bukan dari bagian hukum; ia berada di luar hukum.
C.
Hubungan
antara Sabab dengan Syarath
Syarath merupakan
penyempurna bagi sebab, apabila sebab dan syarat tidak terpenuhi, maka hukum
tidak ada. Oleh karena itu, sebab mesti ada dalam hukum, syarat-syaratnya
terpenuhi, dan tidak ada halangan dalam pemberlakuan hukum. Misalnya,
pembunuhan sebagai sebab dikenakan hukum
qishash, jika syaratnya terpenuhi, yaitu disengaja dan dilakukan dengan
rasa permusuhan, maka pelaku dari pembunuhan tersebut wajib untuk di qishash.
D.
Macam-macam
Syarath
Para
ulama’ ushul fiqih berpendapat bahwa syarath
dapat dilihat dari berbagai segi, yaitu:
1. Dari
segi kaitannya denagan sabab dan musabab terbagi 2 yaitu:
a. Al-syarat
al-mukammil li al-saba/ اَلشَّرْطُ اَلْمُكَمِل لِلسَبَبِ
(syarath sebagai penyempurna sebab), seperti haul dalam kewajiban zakat pada harta yang telah mencapai satu
nisab. Nisab adalah sebab wajibnya zakat, dan harta satu nisab itu tidak bisa dikenakan
zakat, kecuali telah haul. Dengan
demikian, haul adalah syarath penyempurna bagi nisab.
b.
Al-syarath
al-mukammil li al-misabbab/ اَلمُكَمِل لِلمُسَبَبِاَلشَّرْطُ
(syarat sebagai penyempurna musabbab),
seperti bersuci dan menutup aurat adalah syarath bagi penyempurna shalat dan
kemampuan menyerahkan barang sebagai penyempurna bagi akad jual beli. Ketiadaan
syarat-syarat ini menyebabkan ketiadaan hukum (musabbab).
2.
Dari segi
hubungan Syarath dan Masyruth terbagi 3 yaitu:
a. Syarath ‘aqli
(اَلشَّرْطُ الْعَقْلِي ) seperti kehidupan
menjadi syarat untuk mengetahui. Adanya kefahaman menjadi syarat untuk taklif
atau bebam hukum.
b. Syarath ‘adi (
اَلشَّرْطُ الْعَادِي), adalah syarath yang
didasarkan atas kebiasaan yang berlaku seperti bersentuhannya api dengan barang
yang dapat ternakar menjadi syarat terjadinya kebakaran.
c. Syarath syar’i (اَلشَّرْطُ
الشَّرْعِيَّةِ), adalah syarat yang
berdasarksan atas hukum syara’ , seperti bersuci menjadi syarat untuk shalat.
3. Dari
segi persyaratan terbagi menjadi 2 yaitu:
a. Syarath syar’iah
( الشرط الشرعيَّة), yaitu syarat yang
ditetapkan oleh Allah terhadap berbagai hukum, seperti dalam bidang hukum,
mu’amalah, dan pelaksanaan hukum.
b. Syarath ja’liyah
(الشرط الجعليَّة), yaitu syarat yang
dibuat oleh para mukallaf, seperti membawa barang yang telah dibeli ke rumah
pembeli sebagai syarat yang disepakati penjual dan pembeli ketika akad jual
beli berlangsung. Syarat bentuk kedua ini harus sejalan dengan syara’ dan
sejalan dengan kebiasaan akad yang dilakukan. Apabila syarat tersebut
bertentangan dengan syara’ atau tidak sejalan dengan kebiasaan akad, maka
syarat tersebut batal.
BAB
III
KESIMPULAN
Syarath
merupakan suatu sifat yang keberadaannya sangat menentukan keberadaan hukum
syara’ dan ketiadaan sifat itu membawa kepada ketiadaan hukum, tetapi ia berada
di luar hukum syara’ tersebut dan keberadaannya tidak selalu menyebabkan adanya
hukum. Syarath mempunyai beberapa bagian-bagian yang dibagi lagi menjadi beberapa
jenis. Dalam pembahasan syarath, kita
dapat mengetahui persamaan dan perbedaan antara syarath dan rukn juga
hubungan antara sabab dan syarath.
DAFTAR PUSTAKA
Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqh,
Jakarta: Amzah, 2011
H. Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh,
Jakarta: Logos, 1997
Haroen, Nasrun, Ushul Fiqh, Jakarta:
Logos, 1996
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan Komentar anda di sini