BAB
I
PEDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sebagai seorang muslim kita diperintahkan untuk
saling menghargai dan menghormati sesama muslim. Di dalam kehidupan kita tidak
dapat melakukan sesuatu tanpa orang lain, karena sesungguhnya manusia itu
adalah makhluk sosial.
Sebagai seorang muslim kita tidak hanya
diperintahkan untuk menghormati sesama muslim yang masih hidup saja akan tetapi
juga kepada sesama muslim yang sudah meninggal. Adapun kewajiban seorang muslim
terhadap muslim yang sudah meninggal yaitu Memandikan, Mengkafani, Menshalati,
dan Menguburkan.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian dari Ihtiram Al-Jenazah dan dalilnya?
2. Hal-hal
apa yang harus dilakukan setelah seseorang meninggal dunia?
3. Apa
saja kewajiban seorang muslim terhadap orang meninggal?
4. Apa
hikmah dari Ihtiram Al-Jenazah?
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengertian Ihtiram Al-Jenazah dan dalilnya
2. Untuk
mengetahui hal-hal yang yang harus dilakukan setelah seseorang meninggal dunia
3. Untuk
mengetahui kewajiban seorang muslim terhadap orang meninggal
4. Untuk
mengetahui hikmah dari Ihtiram Al-Jenazah
BAB
II
IHTIRAM
AL-JANAZAH
A. Pengertian
Ihtiram Al-Janazah artinya saling menghargai atau
saling menghormati kepada sesama manusia. Sedang yang dimaksud dengan Ihtiram
Al-Janazah adalah menghargai atau menghormati jenazah dengan cara memandikan, mengkafani,
menshalati dan menguburkannya. Seperti diterangkan dalam Sabda Rasulullah SAW:[1]
عَنْ ابي هرَيرَةَ قال النبي صلي
الله عليه وسلم حَقُّ المُسْلمِ علي المُسْلم خَمْسُ رَدُّ السّلاَمِ وَعِيَادَةُ
المَرِيْضِ وَاتِّبَاعُ الجَنَائِزِ وَاِجَابَةُ الدَّوَةِ وتَشْمِيتُ العَاطِشِ
(رواه البخاري ومسلم)
“Dari
Abu Hurairah. Nabi Muhammad SAW berkata, “Hak seorang Islam atas orang Islam
yang lain lima, yaitu: (1) menjawab salam, (2) menjenguk orang sakit, (3)
mengantarkan jenazah, (4) memenuhi undangan, (5) mendo’akan orang yang bersin.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Adapun hukum Ihtiram Al-Jenazah yaitu fardhu kifayah
artinya apabila dalam suatu masyarakat hanya ada salah satu orang yang
mengerjakan akan mendapat pahala, bila tidak ada, maka semua masyarakat
tersebut akan mendapatkan dosa.
B. Hal-hal
yang Harus Dilakukan Setelah Seseorang Meninggal Dunia
Jika tidak ada orang yang mengetahui adanya mayit,
kecuali hanya satu orang, maka menjadi nyata bahwa kewajiban itu harus
dilakukan seorang tersebut. Adapun mayit orang yang kafir baik kafir Harbi
ataupun kafir Dzimmi haram untuk menshalatinya, tetapi keduanya boleh
dimandikan. Diwajibkan pula untuk mengkafani dan menguburkan mayit kafir Dzimmi
tetapi tidak untuk kafir Harbi dan orang murtad.[2]
Sedang
hal-hal yang harus dilakukan setelah seseorang meninggal dunia antara lain:[3]
1. Disunnahkan
untuk menutup kedua matanya
2. Disunnahkan
untuk menutup seluruh tubuhnya, setelah dilepaskan dari pakaiannya yang semula
3. Bersegera
untuk mengurus jenazahnya
4. Diperbolehkan
untuk menyampaikan kepada orang lain tentang berita kematiannya
5. Disunnahkan
untuk segera menunaikan wasiatnya, karena untuk menyegerakan pahala bagi mayit
6. Diwajibkan
untuk segera dilunasi hutang-hutangnya, baik hutang kepada Allah berupa zakat,
haji, nadzar, kaffarah, dan lainnya
7. Diperbolehkan
untuk membuka dan mencium wajah mayit
Diriwayatkan
dari Aisyah r.a bahwasanya Rasulullah datang melayati Utsman bin Mazh’un yang
telah wafat, beliau membuka petutup wajahnya dan menciumnya, kemudian beliau
menangis hingga aku melihat air matanya membasahi kedua pipinya. Jadi mencium
wajah mayit itu diperbolehkan sesuai dengan mahramnya.
C. Kewajiban
Kaum Muslimin Terhadap Jenazah
Kewajiban
kaum muslimin terhadap jenazah terdiri dari empat macam, yaitu:[4]
1. Memandikan
Mayit
Memandikan
mayit paling sedikit adalah menyiram air satu kali yang dapat merata keseluruh
badannya. Mayit dimandikan dengan jumlah ganjil yakni tiga atau lima atau lebih
banyak dari itu. Di dalam permulaan memandikan mayit hendaknya dicampuri dengan
daun Bidara dan daun Khathmy.[5]
Diterangkan
Mushannif, bahwa ada dua mayit yang tidak boleh dimandikan dan dishalati, yaitu:[6]
a. Mayit
orang yang mati syahid di dalam pertempuran dengan orang-orang musyrik, baik
yang membunuh itu benar-benar orang kafir atau orang muslim yang salah dalam
membunuh, atau juga karena senjatanya membalik pada dirinya sendiri atau jatuh
dari kendaraannya.
b. Bayi
yang gugur (dalam kandungan) yang belum dapat bersuara dengan menjerit-jerit.
Aturan yang harus
diperhatikan dalam memandikan mayit, yaitu:[7]
a) Mayat
laki-laki dimandikan oleh laki-laki dan sebaliknya perempuan dengan perempuan
kecuali muhrimna yang laki-laki
b) Sebaiknya
orang yang memandikan keluarganya yang terdekat
c) Suami
boleh memandikan istrinya dan sebaliknya
d) Yang
memandikan tidak boleh menceritakan tentang cacat tubuh mayit itu andaikata ia
tercacat
Cara-cara memandikan
mayit, yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:[8]
a. Dibersihkan
terlebih dahulu segala najis yang ada pada badannya
b. Meratakan
air ke seluruh tubuhnya dan seaiknya tiga kali atau lebih jika dianggap perlu
c. Siraman
yang pertama dibersihkan dengan sabun, kedua dengan air yang bersih, ketiga
dengan air yang bercampur dengan kapur barus
d. Mendahulukan
anggota wudzu
2. Mengkafani
Ketika
mengkafani mayit orang yang sedang ihram, kepalanya tidak boleh ditutupi baik
laki-laki ataupun perempuan. Kain kafan untuk mengkafani mayit laki-lakiatau
perempuan adalah 3 lapis kain putih, itu belum termasuk baju kurung dan
sorban.jika menghendaki mayit laki-laki dibungkus 5 lapis, maka 3 lapis kain
putih ditambah baju kurung dan sorban. Atau mayit perempuan yang dibungkus 5
lapis, maka perinciannya adalah 1 kain yang biasa dipakai rangkapan di waktu
shalat, 1 kain tutup kepala diwaktu shalat, 1kain baju kurung, dan 2 lapis kain
putih.[9]
Kain
yang digunakan untuk kafan ialah kain yang halal dipakainya sewaktu hidupnya
dan disunnatkan dengan kain yang berwarna putih dan baru serta diberi
wangi-wangian. Dalam Hadits disebutkan:[10]
“Dari
Ibnu Abbas ra. bahwasanya Rasulullah SAW. bersabda: “pakaian diantara kainmu
yang putih adalah sebaik-baik kain, dan kafanilah mayitmu dengan kain yang
putih”. (HR.Abu Dawud dan Turmudzi)
3. Menshalati
Syarat menshalatkan
mayit:[11]
a. Syarat-syarat
shalat yang juga menjadi syarat shalat mayit,seperti menutup aurat, suci badan
dan pakaian, menghadap kiblat
b. Dilakukan
sesudah mayit dimandikan dan dikafani
c. Letak
mayit di sebelah kiblat orang yang menshalatkan, kecuali kalau shalat itu
dilaksanakan di atas kubur atau shalat ghaib
Rukun
shalat jenazah:[12]
a) Niat
untuk shalat jenazah
b) Takbiratul
ihram yang terdiri dari 4 takbir
c) Membaca
al-fatihah setelah takbir yang pertama
d) Membaca
shalawat setelah takbir yang kedua
e) Membaca
do’a untuk mayit setelah takbir ketiga
f) Memberi
salam setelah membaca do’a yang kedua
Shalat jenazah tidak dengan ruku’ dan
sujud serta tidak dengan adzan dan iqamat. Shalat jenazah dapat dilakukan atas
seorang mayit atau beberapa orang mayit sekaligus. Seorang mayit boleh juga
dilakukan berulan kali shalat. Misalnya mayit sudah dishalatkan oleh sebagian
orang, kemudian datanglah beberapa orang untuk menshalatkannya dan seterusnya.
Jika shlat dilakukan dengan berjama’ah, maka imam berdiri menghadap kiblat,
sedang makmum berbaris di belakangnya. Jika mayit laki-laki maka imam berdiri
menghadap dekat dengan kepalanya, dan jika mayit perempuan, maka imam menghadap
dekat perutnya.[13]
4. Menguburkan
Dalam mengubur mayit
perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:[14]
a. Pembuatan
liang kubur sekurang-kurangnya jangan sampai bau busuk mayit dapat keluar,dan
jangan sampai dapat dibongkar oleh binatang
b. Wajib
membaringkan mayit di atas lambung kanan
c. Menghadapkan
muka ke kiblat. Muka dan ujung kaki jenazah itu harus mengenai tanah dan perlu
dilepaskan kain kafan yang membalut muka dan telapak kakinya serta melepaskan
semua ikatan tali-talipada tubuh jenazah
d. Tidak
diperbolehkan mengubur pada waktu malam, kecuali dalam keadaan darurat
Dalam mengubur mayit lebih diutamakan di
dalam lubang landak jika memang tanahnya keras. Tinggi lubangnya adalah kira-kira
setinggi orang yang berdiri ditambah lambaian tangan, maka mayit dimsukkan dan
dibaringkan menghadap kiblat dari arah kanan. Apabila mayit membelakangi
kiblat, maka hendaknya dibongkar lagi dan dihadapkan ke kiblat selama keadaan
mayit belum berubah. Juga makruh hukumnya bila bagian atas kuburan di buat
cungkup.[15]
D. Hikmah
Ihtiram Al-Janazah
Ihtiram Al-Janazah memiliki banyak hikmah, diantaranya
diterangkan dalam Hadits Nabi Muhammad saw.:[16]
قَالَ رسولُ
اللهِ صلى الله عليه وسلم مَنْ حَفَرَ قَبْرًا بَنَى اللهُ لَهُ بَيْتًا في
الجَنَّةِ, وَمَنْ غَسَلَ مَيِّتًا خَرَجَ مِنْ ذُنُو بِهِ كيَوْمَ وَلَدَتْهُ
اُمُّهُ, وَمَنْ كَفَنَ مَيِّتًا كَسَاهُ
اللهُ مِنْ حُلَلِ الجَنَّةِ, و من عَزَّى حَزِينًا البَسَهُ اللهُ الَّتَقْوَى
وَصلَّى عَلَى رُوحِهِ فِي الارْوَاحِ, ومنْ عَزَّى مُصَابًا كَسَاهُ اللهُ
حُلَّتَيْنِ مِنْ حُلَلِ الجَنَّةِ لاَ تَقُوْمُ لَهُمَا الدُّنْيَا وَمَنِ
اتَّبَعَ جَنَازَةً حَتَّى يَقْضِيَ دَفْنُهَا كَتَبَ اللهُ لَهُ ثَلاَثَةَ
فَرَاريْطِ القِيْرَاطُ مِنْهَا اَعْظَمُ مِنْ جَبَلِ اُحُدٍ, وَمَنْ كَفَلَ
يَتِيْمًا اوارْمَلَةً اَظَلَّهُ اللهُ في ظِلِّهِ وَادْخَلَهُ الجَنَّةَ.
1. Orang
yang menggali kubur untuk mayit maka ia akan dibangunkan Allah rumah di surga
2. Orang
yang memandikan mayit maka ia akan terlepas dari dosa-dosanya seperti saat ia
baru dilahirkan
3. Orang
yang mengkafani mayit maka ia akan dekat dengan Allah dan dijadikan sebagai
perhiasan di surga
4. Orang
yang ta’ziah maka akan diampuni dosa-dosanya, Allah akan mendekatkan dua perhiasan di surga
5. Orang
yang mengantarkan mayit sampai pada kuburnya maka Allah akan menuliskan
untuknya tiga Qirad (ukuran) yang tiap satu Qirad itu lebih besar dari gunung
uhud
6. Orang
yang menanggung atau menghidupi anak atim dan janda maka ia akan ditempatkan di
surga dan mendapat perlindungan
BAB
III
KESIMPULAN
Seorang
muslim terhadap muslim yang lain diperintahkan untuk saling menghormati. Tidak
hanya kepada makhluk yang masih hidup melainkan juga kepada yang sudah
meninggal. Kewajiban seorang muslim terhadap muslim yang sudah meninggal yaitu
Memandikan, Mengkafani, Menshalati, dan Menguburkan. Di dalam mengerjakan
kewajiban tersebut, tedapat tata cara beserta hikmah yang dapat diambil sebagai
pahala terhadap orang muslim yang menjalankan.
DAFTAR
PUSTAKA
Imron Abu Amar. 1982. Fathul
Qarib Terjemah. Kudus. Menara Kudus
Muh. Husain Mathar,
Muh. Thahir Ad-dibagh, dkk. Targhib Wa Tarhib. Surabaya. Al-Miftah
Moh Rifa’i. 1979. Fiqih
Islam. Semarang. PT. Karya Toha Putra
Sulaiman Rasjid. 2012. Fiqh
Islam. Bandung. Sinar Baru Algensindo
Rohmad Abdul Jabbar.
1276. Mabadi’ Al-Fiqh. Jidah. Sinqapurah.
[1] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, cet.
54,(Bandung, Sinar Baru Algensindo, 2012), Hlm. 160
[3] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, cet.
54,(Bandung, Sinar Baru Algensindo, 2012), Hlm. 162-163
[4] Ibid. Hlm. 164
[5] Imron Abu Amar, Fat-Hul
Qarib Terjemah, (Kudus, Menara Kudus, 1982), Hlm.148
[6] Rohmad
Abdul Jabbar, Mabadi’ Al-Fiqh, (Jidah, Sinqapurah, 1276 H), Hlm. 32
[7] Moh. Rifa’I, Fiqh Islam,
(Semarang, PT. Karya Toha Putra, 1978), Hlm. 291-292
[8] Ibid. Hlm. 289
[9] Imron Abu Amar, Fat-Hul
Qarib Terjemah, (Kudus, Menara Kudus, 1982), Hlm.148-149
[10] Moh.
Rifa’I, Fiqh Islam, (Semarang, PT. Karya Toha Putra, 1978), Hlm. 293
[11] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, cet.
54,(Bandung, Sinar Baru Algensindo, 2012), Hlm. 171
[13] Moh. Rifa’I, Fiqh Islam, (Semarang, PT. Karya
Toha Putra, 1978), Hlm. 296
[14] Ibid. Hlm. 306-307
[15] Imron Abu Amar, Fat-Hul
Qarib Terjemah, (Kudus, Menara Kudus, 1982), Hlm.154
[16] Muh. Husain
Mathar, Muh. Thahir Ad-dibagh, dkk. Targhib Wa Tarhib, (
Surabaya, Al-Miftah), hlm. 34
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan Komentar anda di sini