Kamis, 01 Mei 2014

IHTIRAM AL-JENAZAH


BAB I
PEDAHULUAN

   A.    Latar Belakang
Sebagai seorang muslim kita diperintahkan untuk saling menghargai dan menghormati sesama muslim. Di dalam kehidupan kita tidak dapat melakukan sesuatu tanpa orang lain, karena sesungguhnya manusia itu adalah makhluk sosial.
Sebagai seorang muslim kita tidak hanya diperintahkan untuk menghormati sesama muslim yang masih hidup saja akan tetapi juga kepada sesama muslim yang sudah meninggal. Adapun kewajiban seorang muslim terhadap muslim yang sudah meninggal yaitu Memandikan, Mengkafani, Menshalati, dan Menguburkan.


   B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari Ihtiram Al-Jenazah dan dalilnya?
2.      Hal-hal apa yang harus dilakukan setelah seseorang meninggal dunia?
3.      Apa saja kewajiban seorang muslim terhadap orang meninggal?
4.      Apa hikmah dari Ihtiram Al-Jenazah?
   C.     Tujuan
1.       Untuk mengetahui pengertian Ihtiram Al-Jenazah dan dalilnya
2.       Untuk mengetahui hal-hal yang yang harus dilakukan setelah seseorang meninggal dunia
3.       Untuk mengetahui kewajiban seorang muslim terhadap orang meninggal
4.       Untuk mengetahui hikmah dari Ihtiram Al-Jenazah


  

BAB II
IHTIRAM AL-JANAZAH
   A.    Pengertian
Ihtiram Al-Janazah artinya saling menghargai atau saling menghormati kepada sesama manusia. Sedang yang dimaksud dengan Ihtiram Al-Janazah adalah menghargai atau menghormati jenazah  dengan cara memandikan, mengkafani, menshalati dan menguburkannya. Seperti diterangkan dalam Sabda Rasulullah SAW:[1]
عَنْ ابي هرَيرَةَ قال النبي صلي الله عليه وسلم حَقُّ المُسْلمِ علي المُسْلم خَمْسُ رَدُّ السّلاَمِ وَعِيَادَةُ المَرِيْضِ وَاتِّبَاعُ الجَنَائِزِ وَاِجَابَةُ الدَّوَةِ وتَشْمِيتُ العَاطِشِ (رواه البخاري ومسلم)
“Dari Abu Hurairah. Nabi Muhammad SAW berkata, “Hak seorang Islam atas orang Islam yang lain lima, yaitu: (1) menjawab salam, (2) menjenguk orang sakit, (3) mengantarkan jenazah, (4) memenuhi undangan, (5) mendo’akan orang yang bersin.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Adapun hukum Ihtiram Al-Jenazah yaitu fardhu kifayah artinya apabila dalam suatu masyarakat hanya ada salah satu orang yang mengerjakan akan mendapat pahala, bila tidak ada, maka semua masyarakat tersebut akan mendapatkan dosa.

   B.     Hal-hal yang Harus Dilakukan Setelah Seseorang Meninggal Dunia
Jika tidak ada orang yang mengetahui adanya mayit, kecuali hanya satu orang, maka menjadi nyata bahwa kewajiban itu harus dilakukan seorang tersebut. Adapun mayit orang yang kafir baik kafir Harbi ataupun kafir Dzimmi haram untuk menshalatinya, tetapi keduanya boleh dimandikan. Diwajibkan pula untuk mengkafani dan menguburkan mayit kafir Dzimmi tetapi tidak untuk kafir Harbi dan orang murtad.[2]
Sedang hal-hal yang harus dilakukan setelah seseorang meninggal dunia antara lain:[3]
1.      Disunnahkan untuk menutup kedua matanya
2.      Disunnahkan untuk menutup seluruh tubuhnya, setelah dilepaskan dari pakaiannya yang semula
3.      Bersegera untuk mengurus jenazahnya
4.      Diperbolehkan untuk menyampaikan kepada orang lain tentang berita kematiannya
5.      Disunnahkan untuk segera menunaikan wasiatnya, karena untuk menyegerakan pahala bagi mayit
6.      Diwajibkan untuk segera dilunasi hutang-hutangnya, baik hutang kepada Allah berupa zakat, haji, nadzar, kaffarah, dan lainnya
7.      Diperbolehkan untuk membuka dan mencium wajah mayit
Diriwayatkan dari Aisyah r.a bahwasanya Rasulullah datang melayati Utsman bin Mazh’un yang telah wafat, beliau membuka petutup wajahnya dan menciumnya, kemudian beliau menangis hingga aku melihat air matanya membasahi kedua pipinya. Jadi mencium wajah mayit itu diperbolehkan sesuai dengan mahramnya.

   C.     Kewajiban Kaum Muslimin Terhadap Jenazah
Kewajiban kaum muslimin terhadap jenazah terdiri dari empat macam, yaitu:[4]
1.      Memandikan Mayit
Memandikan mayit paling sedikit adalah menyiram air satu kali yang dapat merata keseluruh badannya. Mayit dimandikan dengan jumlah ganjil yakni tiga atau lima atau lebih banyak dari itu. Di dalam permulaan memandikan mayit hendaknya dicampuri dengan daun Bidara dan daun Khathmy.[5]
Diterangkan Mushannif, bahwa ada dua mayit yang tidak boleh dimandikan dan dishalati, yaitu:[6]
a.       Mayit orang yang mati syahid di dalam pertempuran dengan orang-orang musyrik, baik yang membunuh itu benar-benar orang kafir atau orang muslim yang salah dalam membunuh, atau juga karena senjatanya membalik pada dirinya sendiri atau jatuh dari kendaraannya.
b.      Bayi yang gugur (dalam kandungan) yang belum dapat bersuara dengan menjerit-jerit.
Aturan yang harus diperhatikan dalam memandikan mayit, yaitu:[7]
a)      Mayat laki-laki dimandikan oleh laki-laki dan sebaliknya perempuan dengan perempuan kecuali muhrimna yang laki-laki
b)      Sebaiknya orang yang memandikan keluarganya yang terdekat
c)      Suami boleh memandikan istrinya dan sebaliknya
d)     Yang memandikan tidak boleh menceritakan tentang cacat tubuh mayit itu andaikata ia tercacat
Cara-cara memandikan mayit, yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:[8]
a.       Dibersihkan terlebih dahulu segala najis yang ada pada badannya
b.      Meratakan air ke seluruh tubuhnya dan seaiknya tiga kali atau lebih jika dianggap perlu
c.       Siraman yang pertama dibersihkan dengan sabun, kedua dengan air yang bersih, ketiga dengan air yang bercampur dengan kapur barus
d.      Mendahulukan anggota wudzu


2.      Mengkafani
Ketika mengkafani mayit orang yang sedang ihram, kepalanya tidak boleh ditutupi baik laki-laki ataupun perempuan. Kain kafan untuk mengkafani mayit laki-lakiatau perempuan adalah 3 lapis kain putih, itu belum termasuk baju kurung dan sorban.jika menghendaki mayit laki-laki dibungkus 5 lapis, maka 3 lapis kain putih ditambah baju kurung dan sorban. Atau mayit perempuan yang dibungkus 5 lapis, maka perinciannya adalah 1 kain yang biasa dipakai rangkapan di waktu shalat, 1 kain tutup kepala diwaktu shalat, 1kain baju kurung, dan 2 lapis kain putih.[9]
Kain yang digunakan untuk kafan ialah kain yang halal dipakainya sewaktu hidupnya dan disunnatkan dengan kain yang berwarna putih dan baru serta diberi wangi-wangian. Dalam Hadits disebutkan:[10]
Dari Ibnu Abbas ra. bahwasanya Rasulullah SAW. bersabda: “pakaian diantara kainmu yang putih adalah sebaik-baik kain, dan kafanilah mayitmu dengan kain yang putih”. (HR.Abu Dawud dan Turmudzi)

3.      Menshalati
Syarat menshalatkan mayit:[11]
a.       Syarat-syarat shalat yang juga menjadi syarat shalat mayit,seperti menutup aurat, suci badan dan pakaian, menghadap kiblat
b.      Dilakukan sesudah mayit dimandikan dan dikafani
c.       Letak mayit di sebelah kiblat orang yang menshalatkan, kecuali kalau shalat itu dilaksanakan di atas kubur atau shalat ghaib
Rukun shalat jenazah:[12]
a)      Niat untuk shalat jenazah
b)      Takbiratul ihram yang terdiri dari 4 takbir
c)      Membaca al-fatihah setelah takbir yang pertama
d)     Membaca shalawat setelah takbir yang kedua
e)      Membaca do’a untuk mayit setelah takbir ketiga
f)       Memberi salam setelah membaca do’a yang kedua
Shalat jenazah tidak dengan ruku’ dan sujud serta tidak dengan adzan dan iqamat. Shalat jenazah dapat dilakukan atas seorang mayit atau beberapa orang mayit sekaligus. Seorang mayit boleh juga dilakukan berulan kali shalat. Misalnya mayit sudah dishalatkan oleh sebagian orang, kemudian datanglah beberapa orang untuk menshalatkannya dan seterusnya. Jika shlat dilakukan dengan berjama’ah, maka imam berdiri menghadap kiblat, sedang makmum berbaris di belakangnya. Jika mayit laki-laki maka imam berdiri menghadap dekat dengan kepalanya, dan jika mayit perempuan, maka imam menghadap dekat perutnya.[13]
4.      Menguburkan
Dalam mengubur mayit perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:[14]
a.       Pembuatan liang kubur sekurang-kurangnya jangan sampai bau busuk mayit dapat keluar,dan jangan sampai dapat dibongkar oleh binatang
b.      Wajib membaringkan mayit di atas lambung kanan
c.       Menghadapkan muka ke kiblat. Muka dan ujung kaki jenazah itu harus mengenai tanah dan perlu dilepaskan kain kafan yang membalut muka dan telapak kakinya serta melepaskan semua ikatan tali-talipada tubuh jenazah
d.      Tidak diperbolehkan mengubur pada waktu malam, kecuali dalam keadaan darurat
Dalam mengubur mayit lebih diutamakan di dalam lubang landak jika memang tanahnya keras. Tinggi lubangnya adalah kira-kira setinggi orang yang berdiri ditambah lambaian tangan, maka mayit dimsukkan dan dibaringkan menghadap kiblat dari arah kanan. Apabila mayit membelakangi kiblat, maka hendaknya dibongkar lagi dan dihadapkan ke kiblat selama keadaan mayit belum berubah. Juga makruh hukumnya bila bagian atas kuburan di buat cungkup.[15]
   D.    Hikmah Ihtiram Al-Janazah
Ihtiram Al-Janazah memiliki banyak hikmah, diantaranya diterangkan dalam Hadits Nabi Muhammad saw.:[16]
قَالَ رسولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم مَنْ حَفَرَ قَبْرًا بَنَى اللهُ لَهُ بَيْتًا في الجَنَّةِ, وَمَنْ غَسَلَ مَيِّتًا خَرَجَ مِنْ ذُنُو بِهِ كيَوْمَ وَلَدَتْهُ اُمُّهُ,  وَمَنْ كَفَنَ مَيِّتًا كَسَاهُ اللهُ مِنْ حُلَلِ الجَنَّةِ, و من عَزَّى حَزِينًا البَسَهُ اللهُ الَّتَقْوَى وَصلَّى عَلَى رُوحِهِ فِي الارْوَاحِ, ومنْ عَزَّى مُصَابًا كَسَاهُ اللهُ حُلَّتَيْنِ مِنْ حُلَلِ الجَنَّةِ لاَ تَقُوْمُ لَهُمَا الدُّنْيَا وَمَنِ اتَّبَعَ جَنَازَةً حَتَّى يَقْضِيَ دَفْنُهَا كَتَبَ اللهُ لَهُ ثَلاَثَةَ فَرَاريْطِ القِيْرَاطُ مِنْهَا اَعْظَمُ مِنْ جَبَلِ اُحُدٍ, وَمَنْ كَفَلَ يَتِيْمًا اوارْمَلَةً اَظَلَّهُ اللهُ في ظِلِّهِ وَادْخَلَهُ الجَنَّةَ.
1.      Orang yang menggali kubur untuk mayit maka ia akan dibangunkan Allah rumah di surga
2.      Orang yang memandikan mayit maka ia akan terlepas dari dosa-dosanya seperti saat ia baru dilahirkan
3.      Orang yang mengkafani mayit maka ia akan dekat dengan Allah dan dijadikan sebagai perhiasan di surga
4.      Orang yang ta’ziah maka akan diampuni dosa-dosanya, Allah akan mendekatkan dua perhiasan di surga
5.      Orang yang mengantarkan mayit sampai pada kuburnya maka Allah akan menuliskan untuknya tiga Qirad (ukuran) yang tiap satu Qirad itu lebih besar dari gunung uhud
6.      Orang yang menanggung atau menghidupi anak atim dan janda maka ia akan ditempatkan di surga dan mendapat perlindungan





















BAB III
KESIMPULAN
           
Seorang muslim terhadap muslim yang lain diperintahkan untuk saling menghormati. Tidak hanya kepada makhluk yang masih hidup melainkan juga kepada yang sudah meninggal. Kewajiban seorang muslim terhadap muslim yang sudah meninggal yaitu Memandikan, Mengkafani, Menshalati, dan Menguburkan. Di dalam mengerjakan kewajiban tersebut, tedapat tata cara beserta hikmah yang dapat diambil sebagai pahala terhadap orang muslim yang menjalankan.


DAFTAR PUSTAKA

Imron Abu Amar. 1982. Fathul Qarib Terjemah. Kudus. Menara Kudus
Muh. Husain Mathar, Muh. Thahir Ad-dibagh, dkk. Targhib Wa Tarhib. Surabaya. Al-Miftah
Moh Rifa’i. 1979. Fiqih Islam. Semarang. PT. Karya Toha Putra
Sulaiman Rasjid. 2012. Fiqh Islam. Bandung. Sinar Baru Algensindo
Rohmad Abdul Jabbar. 1276. Mabadi’ Al-Fiqh. Jidah. Sinqapurah.











[1] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, cet. 54,(Bandung, Sinar Baru Algensindo, 2012), Hlm. 160
[2] Imron Abu Amar, Fat-Hul Qarib Terjemah, (Kudus, Menara Kudus, 1982), Hlm. 146
[3] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, cet. 54,(Bandung, Sinar Baru Algensindo, 2012), Hlm. 162-163
[4] Ibid. Hlm. 164
[5] Imron Abu Amar, Fat-Hul Qarib Terjemah, (Kudus, Menara Kudus, 1982), Hlm.148
[6]  Rohmad Abdul Jabbar, Mabadi’ Al-Fiqh, (Jidah, Sinqapurah, 1276 H), Hlm. 32
[7] Moh. Rifa’I, Fiqh Islam, (Semarang, PT. Karya Toha Putra, 1978), Hlm. 291-292
[8] Ibid. Hlm. 289
[9] Imron Abu Amar, Fat-Hul Qarib Terjemah, (Kudus, Menara Kudus, 1982), Hlm.148-149
[10]  Moh. Rifa’I, Fiqh Islam, (Semarang, PT. Karya Toha Putra, 1978), Hlm. 293
[11] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, cet. 54,(Bandung, Sinar Baru Algensindo, 2012), Hlm. 171
[12] Rohmad Abdul Jabbar, Mabadi’ Al-Fiqh, (Jidah, Sinqapurah, 1276 H), Hlm. 31
[13] Moh. Rifa’I, Fiqh Islam, (Semarang, PT. Karya Toha Putra, 1978), Hlm. 296
[14] Ibid. Hlm. 306-307
[15] Imron Abu Amar, Fat-Hul Qarib Terjemah, (Kudus, Menara Kudus, 1982), Hlm.154
[16] Muh. Husain Mathar, Muh. Thahir Ad-dibagh, dkk. Targhib Wa Tarhib, ( Surabaya,  Al-Miftah), hlm. 34

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan Komentar anda di sini