PENDAHULUAN
A. Latar
Pelakanng
Tuhan menganugerahkan kemerdekaan Indonesia melalui sebuah tragedi yang tak terduga. Saat
penjajahan Jepang yang merenggut segenap kekayaan dan harga diri bangsa,
tiba-tiba Amerika Serikat membombardir salah satu kota utama negara penjajah
itu. Pada tanggal 6 Agustus 1945 kota Hiroshima luluh lantah oleh bom atom
Amerika. Setelah itu tiga hari kemudian tepatnya tanggal 9 Agustus 1945 kota
Nagasaki lah yang porak poranda oleh bom atom kedua Amerika.
Keadaan
ini membuat Jepang menyerah tanpa syarat pada Amerika dan sekutunya di perang
dunia ke II. Kesempatan ini dimanfaatkan bangsa Indonesia untuk memepersiapkan
proklamasi kemerdekaan. Dan dibentuklah BPUPKI untuk menyelenggarakan upacara
proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Setelah melewati perjuangan yang
rumit mulai dari peristiwa Rengasdengklok
sampai detik-detik proklamasi yang
akhirnya diselesaikan dengan pembacaan naskah proklamasi oleh Bung Karno akhirnya bangsa
indonesia menyatakan MERDEKA!!! Pada
tanggal 17 Agustus 1945 , dan ini artinya seluruh warga negaranya telah siap
berjuang untuk membela mati-matian bangsa ini.
Namun,
ada satu negara penjajah yang masih belum rela dengan kemerdekaan ini, yaitu
Belanda. Bahkan Belanda masih melancarkan agresi-agresinya ke wilayah
Indonesia. Pernyataan resmi Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia adalah
setelah 60 tahun proklamasi kemerdekaan Indonesia yaitu pada tanggal 16 Agustus
2005 dengan hadirnya menlu Belanda pada peringatan kemerdekaan RI.
Pada kunjungan Bernand Rudolf Bot (menlu
Belanda), dia tidak resmi mengatakan “Minta maaf”, demikian juga
menlu Indonesia (Hassan) juga tidak mengatakan “memaafkan” pada
Belanda. Sikap kedua petinggi negara tersebut hanya bertujuan untuk menjalin
rekonsiliasi antar kedua negara ke depan.
Teman-teman, kemerdekaan
Indonesia didapat tidak hanya dengan
cucuran keringat, tetapi juga tumpahan darah para pahlawan yang telah sahid.
sudah 350 tahun bangsa ini merasakan belenggu ketidak bebasan. Lalu setelah
proklamasi kemerdekaan, sekarang, kita sudah benar-benar merdeka?
Belum
sepenuhnya… Betapa mengerikannya hari ini bangsa Indonesia masih terpuruk
terkungkung kemiskinan. Masih banyak anak-anak yang menderita busung lapar,
negara agraris yang masih impor beras, utang yang menumpuk dan korupsi yang
masih membudaya di kalangan kita.
Dulu kita memang dijajah negara lain
yang menguras harta kekayaan bangsa, tetapi sekarang kita dijajah moral
bobrok yang ternyata masih banyak melekat dalam diri pemimpin bangsa
ini. Generasi muda pun menjadi tumbal akan masa depan bangsa, tetapi generasi
itu pun juga telah larut dalam budaya yang sangat kental itu, yaitu KKN.
Bagaimana
kita seharusnya menghayati kemerdekaan bangsa Indonesia ini? Saya mengajak
temman-teman untuk memproklamirkan dalam diri teman-teman untuk merdeka dari
jerat budaya korupsi, kolusi dan nepotisme. Dan perjuangan untuk itu
sangaaatlah sulit. Karena musuh kita adalah diri kita sendiri.
B. Rumusan
masalah
1.
Bagaimana usaha masyarakat indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan?
2.
Bagaimana usaha masyarakat indonesia dalam mengisi kemerdekaan?
C. Pembahasan
Masalah
1.Untuk
mengetahui usaha masyarakat indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan
2.Untuk
mengetahui usaha masyarakat indonesia dalam mengisi kemerdekaan
BAB II
PEMBAHASAN
USAHA PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN
INDONESIA
Meskipun kemerdekaan Indonesia telah di proklamasikan, ternyata bangsa
Indonesia masih mengalami berbagai macam rongrongan atau gangguan yang datang
baik dari dalam maupun dari luar. Pemerintah Belanda masih tetap ingin
menguasai wilayah Indonesia. Namun, kali ini kedatangan pasukan Belanda ke
wilayah Indonesia bersama-sama dengan pasukan Sekutu-Inggris. Kedatangannya
disambut dengan berbagai bentuk perlawanan oleh bangsa Indonesia. Sejak 1945
hingga tahun 1950 telah terjadi berbagai macam pertempuran antara pihak
Indonesia dengan pihak Belanda yang dibantu oleh pasukan Sekutu-Inggris.
A. Perjuangan bersenjata dan diplomasi
Indonesia sudah menyatakan dirinya sebagai
negara merdeka. Namun, hal itu bukan berarti keadaan dalam negeri menjadi
tenang. Kemerdekaan itu harus dipertahankan dari ancaman pihak asing. Untuk
mempertahankan kemerdekaan, Pemerintah Indonesia menempuh dua cara, yakni
perjuangan diplomasi dan perjuangan bersenjata. Perjuangan diplomasi melahirkan
beberapa perjanjian, sedangkan perjuangan bersenjata mengakibatkan terjadinya
berbagai pertempuran.
1. Pertempuran Surabaya (10 november 1945)
Pertempuran di Surabaya melawan sekutu tidak lepas kaitannya dengan
peristiwa yangmendahuluinya, yaitu usaha perebutan kekuasaan dan senjata dari
tangan Jepang yang dimulai sejak tanggal 2 september 1945. Perebutan kekuasaan
dan senjata yand dilakukan oleh para pemuda berubah mejadi situasi revolusi
yang konfrontatif antara pihak Indonesia dengan Sekutu.
Latar belakang
pertempuran Surabaya, antara lain :
1) keinginan Sekutu untuk merebut
senjata milik Jepang yang sudah dikuasai oleh para pemuda Indonesia.
2) Inggris yang mengingkari janjinya
dengan pemerintah Indonesia, dan berhasil membebaskan seorang kolonel Belanda
dari penjara dengan melakukan penyerangan.
3) Terbunuhnya Brigadir Jenderal
A.W.S Mallaby pada pertempuran 28, 29 , dan 30 oktober 1945.
4) Ultimatum Inggris yang
mengeluarkan instruksi agar pemimpin bangsa Indonesia dan semua pihak di kota
Surabaya menyerah kepada Inggris.
2. Pertempuran Ambarawa
Pertempuran di Ambarawa terjadi pada tanggal 20 november 1945 dan berakhir
pada tanggal 15 desember 1945. Pertempuran ini terjadi antara TKR bersama
rakyan Indonesia melawan pasukan Sekutu-Inggris
Latar belakang pertempuran Ambarawa, antara lain :
1) Insiden di Magelang sesudah
mendaratnya Brigade Artileri, yang kedatangannya diikuti oleh orang-orang NICA
2) pihak Sekutu yang mengingkari
janjinya terhadap persetujuan yang sebelumnya telah disetujui oleh kedua belah
pihak
3) Sekutu melakukan pengeboman
terhadap kampung-kampung yang berada di sekitar Ambarawa.
3. Pertempuran Medan
Area
Pada tanggal 9 november 1945, pasukan sekutu dibawah pimpinan Brigadir
Jenderal T.E.D Kelly mendarat di Sumatera Utara yang dikuti oleh pasukan NICA.
Brigadir ini menyatakan kepada pemerintah RI akan melaksanakan tugas
kemanusiaan, mengevakuasi tawanan dari beberapa kamp di luar kota Medan. Dengah
dalih menjaga keamanan, para bekas tawanan diaktifkan kembali dan
dipersenjatai.
Latar belakang
pertempuran Medan Area, antara lain :
1) Bekas tawanan yang menjadi arogan
dan sewenang-wenang
2) Ulah seorang penghuni hotel yang
merampas dan menginjak-injak lencana merah-putih
3) Ultimatum agar pemuda Medan menyrahkan
senjata kepada Sekutu
4. Bandung Lautan
Api
Pasukan Sekutu Inggris memasuki kota Bandung sejak pertengahan oktober
1945. Menjelang november 1945, pasukan NICA semakin merajelela di Bandung
dengan aksi terornya. Masuknya tentara sektu dimanfaatkan oleh NICA untuk
mengembalikan kekuasaanya di Indonesia. Tapi semangat juang rakyat dan para
pemuda Bandung tetap berkobar.
Latar belakang
Bandung Lautan Api, antara lain :
1) Pasukan sekutu Inggris memasuki
kota Bandung dan sikap pasukan NICA yang merajalela dengan aksi terornya
2) Perundingan antara pihak RI
dengan Sekutu/NICA, dimana Bandung dibagi dua bagian
3) Bendungan sungai Cikapundung yang
jebol dan menyebabkan banjir besar dalam kota
4) Keinginan sektu yang menuntut
pengosongan sejauh 11km dari Bandung Utara.
5. Peristiwa Merah
Putih di Manado
Peristiwa ini terjadi pada tanggal 14 februari 1946 di Manado. Para pemuda
Manado bersama laskar rakyat dari barisan pejuang melakukan perebutan kekuasaan
pemerintahan di Manado, Tomohon, dan Minahasa. Sekitar 600 orang pasukan dan pejabat
Belanda berhasil ditahan.
Adapun latar belakang dari peristiwa ini yaitu keinginan pemuda untuk merebut kembali kekuasan di seluruh Manado yang berada di tangan Belanda.
Adapun latar belakang dari peristiwa ini yaitu keinginan pemuda untuk merebut kembali kekuasan di seluruh Manado yang berada di tangan Belanda.
6. Pertempuran
Margarana (20 november 1946)
Pada tanggal 2 dan 3 maret 1946, lebih kurang 2.000 tentara Belanda
mendarat di pulau Bali. Ketika Belanda mendarat, pimpinan laskar Bali Kolonel I
Gusti Ngurah Rai, sedang menghadap ke markas tertinggi TKR di Yogyakarta.
Latar belakang
pertempuran Margarana, antara lain :
1) Kedatangan Belanda yang
memporak-porandakan pasukan Igusti Ngurah Rai
2) Tidak behasilnya Belanda yang
membujuk Pimpinan Laskar Bali untuk bekerja sama
3) Pasukan I Gusti Ngurah Rai
berhasil menyerang markas Belanda yang menyebabkan kemarahan dari pihak
Belanda.
7. Perjanjian
Linggarjati
Perlawanan hebat dari rakyat dan para pemuda Indonesia, untuk
mempertahankan kemerdekaan menyebabkan Inggris menarik suatu kesimpulan bahwa
sengketa antar Indonesia dan Belanda tidak mungkin dapat diselesaikan dengan
kekuatan senjata, melainkan dengan cara diplomasi. Untuk menyelesaikan
pertikaian Indonesia-Belanda, makap ada tanggal 10 november 1946 diadakan
perundingan di Linggarjati. Pihak Indonesia dipimpin oleh dr. Sudarsono,
jenderal Soedirman dna jenderal Oerip Soemohardjo. Sedangkan Belanda Van Mook,
serta Inggris mengirim Lord Killearn sebagai penengah. Isi persetujuan
Linggarjati, antara lain :
1) Pemerintah RI dan Belanda
bersama-sama membentuk negara federasi bernama Negara Indonesia Serikat
2) NIS tetap terikat dalam ikatan
kerja sama dengan kerajaan Belanda
3) Belanda mengakui secara de facto
RI dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura. Belanda
harus meninggalkan wilayah de facto.
8. Agresi Militer
I Belanda
Pada tanggal 27 mei 1947, Belanda mengirimkan Nota Ultimatum, yang harus
dijawab dalam 14 hari yang menuntut agar segera dibentuk pemerintahan sementara
bersama dan pembentukan pasukan bersama. Namun ultimatum ini dijawab dengan penolakan
oleh Bangsa Indonesia. Sehingga, pada tanggal 21 juli 1947 Belanda melakukan
serbuan pertama ke berbagai wilayah RI. Serangan ini dikenal sebagai Agresi
Militer I Belanda. Dalam waktu singkat Belanda berhasil menguasai kota-kota,
sasaran utama Belanda ialah menguasai daerah-daerah penghasil devisa. Akibatnya
wilayah yang dikuasai RI semakin sempit dan pada umumnya adalah daerah minus.
9. Perjanjian
Renville
Sementar peperangan sedang berlangsung, Dewan Keamanan PBB, atas desakan
Australia dan India, mengeluarkan perintah peletakan senjata tanggal 1 agustus
1947, dan segera setelah itu mendirikan suatu Komisi Jasa-Jasa Baik, yang
terdiri dari wakil-wakil Australia yang dipilih oleh Indonesia, Belgia yang
dipilih oleh Belanda, dan Amerika Serikat sebagai penengah perselisihan itu.
Yang dikenal dengan Komisi Tiga Negara.
Dengan perantara KTN, pada tanggal 8 desember 1947 dimulantara RI dan
Belanda. Perundingan diadakan ditempat netral, yakni diatas kapal perang
Amerika Serikat USS enville di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta sebab RI
menolak berunding di daerah yang dikuasai Belanda. Perundingan akhirnya
menghasilkan persetujuan yang ditandatangani pada tanggal 17 juanuari 1948 yang
dikenal dengan perjanjian Renville. Persetujuan itu menmpatkan RI pada posis
yang sulit. RI terpaksa mengakui pendudukan Belanda di daerah-daerah yang
mereka rebut selama Agresi Militer I.
10. Agresi Militer II Belanda
Pihak Belanda yang masih ingin menguasai wilayah Indonesia, mencari cara
untuk mengingkari persetujuan yang sudah disepakati. Sebelum macetnya
perundingan itu sudah ada tanda-tanda bahwa pihak Belanda akan melanggar
Perjanjian Renville.
Oleh karena itu, pemerintah RI sudah
memperhitungkan bahwa sewaktu-waktu Belanda akan melakukan aksi militernya
untuk menghancurkan RI dengan kekuatan senjata.
Seperti yang
telah diduga seblumnya, akhirnya Belanda pun melakukan aksi militernya yang
kedua, yang menyebabkan berhasil di dudukinya ibukota Yogyakarta. Setelah
serbuan ke Yogya dan daerah RI yang lain. Belanda mengalami tekanan politik dan
militer. Terutama dari USA dan negara Asia yang bersimpati pada perjuangan RI.
Dari segi militer, taktik gerilya dan sistem wehrkreise yang dilaksanakan
Angkatan perang RI berhasil mengacaukan strategi dan taktik Belanda. Perjuangan
yang paling terkenal adalah Serangan Umum 1 Maret. Karena secara militer
Belanda tidak akan dapat menaklukkan RI, jalan satu-satunya untuk menyelesaikan
konflik adalah kembali ke meja perundingan.
B. Perjuangan mewujudkan kembali Negara Kesatuan Republik Indonesi (NKRI)
Meski kemerdekaan Indonesia telah diproklamasikan, Belanda tetap saja tidak
mau mengakui kelahiran negara Indonesia. Belanda masih ingin menguasai wilayah
Indonesia. Masa-masa revolusi fisik merupakan masa yang cukup berat bagi bangsa
Indonesia karena disamping harus berjuang mempertahankan kemerdekaan yang telah
diraihnya harus juga berjuang mewujudkan negara kesatuan RI. Wilayah Indonesia
telah dipecah-pecah oleh Belanda. Oleh karena itu, bangsa Indonesia berjuang
untuk merebut kembali wilayah yang menjadi miliknya melalui perjuangan
diplomasi maupun angkat senjata.
1. Perjanjian Roem Royen
Akibat dari Agresi Militer tersebut, pihak Internaisonal melakukan tekana
kepada Belanda, terutama USA yang mengancam akan menghentikan bantuannya kepada
Belanda, akhirnya dengan terpaksa Belanda bersedia untuk kembali berunding
dengan RI. Pada tanggal 27 mei 1949, RI dan Belanda menyepakati perjanjian Roem
Royen. Perjanjian ini merupakan perundingan yang membuka jalan ke arah
terlaksananya Konferensi Meja Bundar yamg menjadi cikal bakal terwujudnya NKRI.
Perundingan ini dilakukan untuk meredakan konflik Indonesia-Belanda setelah
bangsa Indonesia dengan gigih mempertahankan wilayahnya dari segala agresi
Belanda. Inti dari perjanjian ini yaitu akan dilaksanakanya KMB yang akan
membahas tentang kedaulatan bangsa Indonesia.
2. Konferensi Inter-Indonesia
Sebagai tindak lanjut dari perjanjian Roem Royen, pada tanggal 22 juni 1949
diadakan perundingan formal antara RI. Hasil konferensi Inter-Indonesia yang
disetujui bersama, antara lain :
1) NIS disetujui dengan nama RIS
2) Angkatan perang RIS adalah
angkatang perang Nasional
Selain itu, disetujui pula bahwa bendera kebangsaan adalah sang saka Merah Putih, lagu kebangsaan adalah Indonesia Raya, bahasa nasional adalah Bahasa Indonesia, dan hari nasional adalah tanggal 17 agustus.
Selain itu, disetujui pula bahwa bendera kebangsaan adalah sang saka Merah Putih, lagu kebangsaan adalah Indonesia Raya, bahasa nasional adalah Bahasa Indonesia, dan hari nasional adalah tanggal 17 agustus.
3. Konferensi Meja Bundar dan Pengakuan Kedaulatan
Konferensi Meja Bundar adalah sebuah pertemuan antar pemerintah RI dan
Belanda yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda dari 23 agustus hingga 2
november 1949, yang menghasilkan kesepakatan bahwa Belanda mengakui kedaulatan
RIS. Sesuai dengan hasil KMB, pada tanggal 27 desember 1949 berlangsung upacara
pengakuan kedaulatan oleh pemerintah Belanda kepada pemerintah RIS
4. Peran Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam penyelesaian konflik
Indonesia-Belanda
PBB turut membantu dan berusaha menyelesaikan pertikaian bersenjata anatar
Indonesia-Belanda selama masa revolusi fisik (1945-1950). Pada tanggal 24
januari 1949 Dewan Keamanan PBB bersidang dan dalam sidang tersebut Amerika
mengeluarkan resolusi yang disetujui oleh semui negara anggota, yaitu :
1) Membebaskan Presiden dan Wakil
Presidan serta pemimpin RI yang ditangkap pada 19 desenber 1948
2) Memerintahkan KTN agar memberikan
laporan lengkap mengenai situasi di Indonesia sejak 19 desember 1948.
Dengan pengakuan kedaulatan tanggal 27 desember 1949, maka berakhirlah masa
revolusi bersenjata di Indonesia dan secar de jure pihak Belanda telah mengakui
kemerdekaan Indonesia dalam bentuk RIS. Namun atas kesepakatan rakyat Indonesia
tanggal 17 agustus 1950, RIS dibubarkan dan dibentuk NKRI. Selanjutnya pada
tanggal 28 september 1950, Indonesia di terima menjadi anggota PBB yang ke-60.
Hal ini berarti bahwa kemerdekaan Indonesia secara resmi telah di akui oleh
dunia internaisonal
UPAYA MENGISI KEMERDEKAAN
A. Penataan Kehidupan Politik
a. Sistem
pemerintahan
Sejak pengakuan
kedaulatan terhadap RIS, secara resmi tanggal 27 Desember 1949 oleh Belanda.
Seharusnya Belanda tidak campur tangan lagi dalam urusan Indonesa secara
langsung. Tetapi dalam kenyataannya Belanda masih sering ikut campur urusan
dalam negeri Indonesia sehingga menyulitkan pemerintah dalam menata kehidupan
politik dan ekonomi, antara lain terhadap pemberontakan APRA, Andi Aziz dan
RMS. Itulah sebabnya RIS hanya bertahan selama 8 bulan ( 27 desember 1949 – 17
agustus 1950) akibat desakan untuk kembali dari bentuk Negara Negara bagian
kebentuk Negara kesatuan. Untuk kembali kenegara kesatuan , pada tahun 1950
dibentuk UUDS.
Dalam UUDS tahun
1950, system pemerintahan yang dianut adalah system Demokrasi Liberal dengan
cabinet Parlementer. Pada masa cabinet parlementer ini bukannya bertambah baik,
tetapi malah bertambah buruk karena terjadi pergulatan diantara partai-partai
politik. Setiap partai politik berupaya untuk merebut kedudukan tertinggin
dengan menjatuhkan lawan politiknya, sehingga cabinet dapat bertahan lama dan
selanjutnya jatuh sebelum dapat melaksanakan program partainya.
Pada masa ini terjadi
beberapa kali pergantian cabinet diantaranya :
- Kabinet
Natsir ( September 1950 – maret 1951)
Kabinet pertama NKRI tahun 1950 adalah
cabinet Natsir dengan perdana Menterinya Mohammad Natsir (Masyumi), Kabinet
mulai goyah sejak kegagalan dalam perundingan dengan Belanda mengenai Irian
Barat. Kabinet Jatuh setelah PNI mengajukan mosi tidak percaya menyangkut
pencabutan Peraturan Pemerintah No. 39/1950 tentang DPRD dan DPRDS
- Kabinet
Sukiman (April 1951 – April 1952)
Kabinet ini dipimpin oleh Sukiman
Wiryosanjoyo, sebagai perdana menteri. Kabinet merupakan koalisi PNI dan
Masyumi. Kabinet mulai goyah akibat ditandatanganinya perjanjian kesepakatan
antara Menlu Subandrio dan duta besar AS Merle Cohran tentang bantuan ekonomi
dan militer. Kabinet dicecar tuduhan melencengkan Indonesia baik dari politik
luar negeri bebas aktif. Setelah PNI dan Masyumi menarik dukungannya, cabinet
inipun jatuh.
- Kabinet
Wilopo (April 1952 – Juni 1952)
Kabinet ini dipimpin oleh Mr. Wilopo,
semasa cabinet ini, Indonesia dilanda krisis ekonomi berupa jatuhnya harga
barang-barang ekspor dan krisis politik berupa aksi ketidakpuasan dan
demonstrasi diberbagai daerah. Ketidakmampuan menyelesaikan soal tanah yang
terkenal dengan peristiwa Tanjung Morawa di Sumatera Utara (bentrokan antara
aparat kepolisian dan para petuni liar) dan peristiwa 17 oktober 1952 (gerakan
sejumlah perwira AD menekan Presiden Soekarno agar membubarkan cabinet. Pada
saat yang sama, berlangsung demonstrasi didepan istana Negara mengajukan
tuntutan yang sama. membuat cabinet Wilopo mengembalikan mandat kepada Presiden
- Kabinet
Ali sastriamijoyo I ( Juli 1953 – Juli 1955)
Dipimpin oleh Ali Sastroamijoyo,
sebagai perdana menteri. Kabinet ini merupakan koalisi PNI dan NU. Kabinet
menghadapi ujian berat berupa kemelut dalam tubuh angkatan darat. Namun cabinet
ini sempat menunjukkan prestasi berupa penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika
tahun 1955*.
Memuncaknya krisis ekonomi dan perseteruan antara PNI dan NU membuat NU menarik
dukungannya terhadap cabinet sehingga cabinet inipun akhirnya jatuh.
- Kabinet
Burhanuddin Harahap (Agustus 1955 – Maret 1956)
Kabinet ini dipimpin Burhanuddin
Harahap sebagai perdana menteri. Prestasi yang menonjol dari kabinet ini adalah
penyelenggaraan Pemilu I yang amat demokratis. Selain itu, kabinet menunjukkan
keunggulan Indonesia dalam diplomasi perjuangan Irian Barat dengan pembubaran
Uni Indonesia-Belanda. Namun Pemilu I tidak menghasilkan dukungan yang cukup
terhadap cabinet ini sehingga jatuh.
- Kabinet
Ali Sostroamijoyo II (Maret 1956 – maret 1957)
Kabinet ini dipimpin oleh Ali
Sostroamijoyo sebagai perdana menteri. Kabinet koalisi PNI, Masyumi dan NU
merupakan cabinet yang pertama sesudah Pemilu. Kabinet menghadapi pergolakan
didaerah yang semakin menguat, berupa pembentukan dewan militer di Sumatera dan
Sulawesi. Mundurnya sejumlah menteri asal Masyumi membuat cabinet jatuh.
- Kabinet
Karya atau Juanda (April 1957 – Juli 1959)
Kabinet dipimpin oleh Juanda sebagai
perdana menteri. Kabinet terdiri atas para pakar dibidangnya sehingga disebut zaken
cabinet. Kabinet memiliki program bernama Panca Karya sehingga
memperoleh sebutan cabinet Karya. Kabinet menjadi demisioner saat presiden
mencanangkan dekrit pada bulan juli 1959.
b. Sistem kepartaian
Muncul dan
berkembangnya partai di dalam suatu Negara merupakan suatu cirri utama bahwa
Negara tersebut menganut paham demokrasi . Begitu pula dengan Indonesia yang
baru berdiri, ingin menyatakan bahwa Indonesia menganut paham demokrasi.
Untuk lebih
menegaskan bahwa Indonesia menganut paham demokrasi, maka dikeluarkanlah
Maklumat Wakil Presiden no. X tanggal 16 oktober 1945. Kemudian disusul lagi
oleh Maklumat pemerintah tanggal 3 november 1945 yang menyatakan bahwa
Indonesia menganut system multi partai. Keadaan seperti ini mengakibatkan
munculnya partai-partai politik. Dari tahun 1945 – 1950, telah berdiri dengan
resmi 25 partai politik. Menjelang Pemilu 1955 telah ada 70 partai politik yang
ikut ambil bagian dalam Pemilu, tetapi setelah penyeleksian akhirnya yang
berhak ikut Pemilu I hanya 27 partai.
Diantara partai
politik yang ikut ambil bagian dalam Pemilu I terdapat 4 partai politik yang
memperoleh suara terbanyak, yaitu PNI, NU, Masyumi dan PKI.
Akan tetapi system
multi partai hanya berlangsung hingga dikeluarkannya Dekrit presiden 5 juli
1959. Hal ini disebabkan mekanisme politik sama sekali tidak berfungsi. Oleh
karena itu, pada masa-masa selanjutnya diadakan penyederhanaan system
kepartaian melalui penetapan presiden (penpres) No. 7 / 1959 dan peraturan
presiden (perpres) No. 13 / 1960 yang mengatur tentang pengakuan, pengawasan
dan pembubaran partai – partai politik.
Pada tanggal 17
agustus 1960, PSI dan Masyumi dibubarkan. Tokoh kedua partai tersebut dianggap
oleh pemerintah dalam pemberontakan PRRI/Permesta. Dalam rangka penyederhanaan
partai ini pula, tanggal 14 april 1961 pemerintah mengeluarkan pengumuman
pemerintah yang berisi tentang pengakuan hanya kepada partai-partai:
1. PNI 4. PSII 7.
Perti
2. NU 5. Parkindo 8.
Murba
3. PKI 6. Partai
katolik 9. Partindo
Partai Murba kemudian
dibubarkan oleh pemerintah tanggal 21 september 1961. Murba dianggap oleh PKI
sebagai kelompok komnis yang menyimpang.
Pengurangan jumlah
partai politik ternyata tidak mengurangi pertentangan ideology dalam
masyarakat. Untuk mengatasi hal tesebut, pada tanggal 12 Desember 1964
diselenggarakan pertemua partai-partai politik di Bogor.pertemuan tersebut
menghasilkan suatu dokumen yang dikenal Deklarasi Bogor. Deklarasi tersebut
menegaskan perlunya dipupuk persatuan nasional yang berporos pasa NASAKOM.
Keberadaan poros nasakom tersebut memperlihatkan adanya pengaruh PKI yang
kemudian semakin berkembang sampai akhir tahun 1965.
Pada tanggal 12 maret
1966, PKI dibubarkan oleh pengemban Supersemar, Soeharto. Pembubaran tersebut
berkaitan dengan keterlibatan PKI dalam gerakan 30 september tahun 1965.
Setelah PKI
dibubarkan di usahakan pembinaan partai-partai politik. Pada bulan oktober
1966, partai Murba direhabilitasi. Pada tanggal 20 februari 1968, berdasarkan
keputusan Presiden No. 70 tahun 1968, didirikan Partai Muslimin Indonesia
(Parmusi). Partai ini merupakan gabungan dari sejumloah organisasi
kemasyarakatan islam yang ada seperti Muhammadiyah, PUI dan Ali Wasliyah.
Pada masa orde baru
ini pula, telah dilakukan kebijakan dalam system kepartaian. Kebijakan tersebut
menyangkut upaya pengelompokan partai politik. Upaya itu ditempuh guna
mengantisipasi berbagai persolan yang pernah terjadi pada masa orde lama. Pada
tanggal 27 Februari 1970, presiden soeharto berkonsultasi dengan partai politik
mengenai gagasan pengelompokan partai. Presiden Soehato mengatakan bahwa
pengelompokan partai bertujuan untuk memanfaatkan suara-suara yang tercecer.
Disamping itu, pengelompokan partai politik berarti upaya penyederhanaan partai
sesuai dengan dengan ketetapan MPRS No. XXII / MPRS / 1966. Gagasan tersebut
pada intinya pengelompokan partai kedalam kelompok-kelompok berikut.
- Kelompok
material – spiritual, yang terdiri dari PNI, Murba, IPKI, Partai Katolik
dan Partindo. Kelompok ini menekankan pembangunan yang bersifat material,
tetapi tanpa mengabaikan aspek spiritualnya.
- Kelompok
spiritual – material, yang terdiri dari NU, Parmusi, PSII dan Perti.
Kelompok ini menekankan pembangunan yang bersifat spiritual tetapi tanpa
mengabaikan aspek material.
Pada tanggal 5
januari 1973, keempat partai islam, yaitu NU, PSII, Perti dan Parmusi berfusi
dalam satu partai politik yang bernama Partai persatuan pembangunan (PPP). Enam
hari kemudian, yaitu tanggal 11 januari 1973, partai yang tergabung dalam
kelompok material-spiritual mendirikan Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Pengelompokan ini
dituangkan dalam UU no. 3 tahun 1975 tentang partai politik dan golongan Karya
(Golkar). Dengan demikian, sejak pemilu 1977, hanya terdapat 3 organisasi
politik, yaitu PPP, PDI dan Golkar. UU tentang Parpol dan Golkar kemudian
diperkuat lagi dengan UU no.3 tahun 1985.
- Pemilihan
umum (PEMILU)
Pada awal
kemerdekaan, upaya untuk menyelenggarakan pemilu dimaksudkan untuk
memperjuangkan Republik Indonesia agar diakui dan dihormati oleh seluruh dunia.
Bagi bangsa Indonesia sendiri, Pemilu dijadikan sarana untuk menggalang
kekuatan rakyat dalam mempertahankan kemerdekaan Negara yang baru
diproklamasikan.
Pemilu I setelah Indonesia
merdeka baru dapat terlaksana pada tahun 1955, yaitu pada masa cabinet
Burhanuddin Harahap. Pemilu I bertujuan untuk memilih anggota DPR dan anggota
konstituante. Pemilihan anggota DPR diselenggarakan tanggal 29 september 1955.
pelantikan anggota DPR dilaksanakan tanggal 20 maret 1956. sedangkan pemilihan
anggota konstituante diselenggarakan tanggal 15 desember 1955 dan dilantik
tanggal 10 november 1956.
Dalam pemilu I ini
telah muncul empat partai besar, yaitu Masyumi, yang memperoleh 60 kursi di
DPR, PNI (58 kursi), NU (47 kursi) dan PKI (32 kursi).
Pada masa Orde Baru
pemilu mulai dilaksanakan pada tahun 1971. Sembilan partai politik dan golongan
karya turut serta dalam pemilu ini. Kesembilan partai politik itu adalah Partai
Katolik, Partai Kristen Indonesia, Partai Murba, Ikatan pendukung Kemerdekaan
Indonesia (IPKI), PNI, NU, PSII, Parmusi dan Perti. Dari sepuluh organisasi
peserta pemilu, delapan diantaranya adalah organisasi politik/partai yang sudah
ada (berdiri sebelum masa orde baru), sedangkan dua lainnya adalah partai
politik yang baru, yaitu Permusi dan IPKI.
Dalam Pemilu tahun
1971, partai-partai politik mendapat 124 kursi di DPR, sedangkan Golongan Karya
mendapat 236 kursi.
Pada tahun 1977,
diadakan pemilu yang ketiga. Pemilu kali ini diikuti oleh 3 organisasi social
politik, yaitu PPP, Golkar dan PDI. Hasil pemilu pada masa itu, Golkar mendapat
257 kursi, sedang partai politik yang lainnya mendapat 128 kursi. Setelah
pemilu 1977, pada masa Orde baru berturut-turut dilaksanakan pemilu tahun 1982,
1987, 1992 dan 1997, dengan azaz Jurdil. Tetapi dikarenakan Presiden Soeharto
mengundurkan diri tahun 1998, maka Pemilu kemudian dilaksanakan tahun 1999 yang
diikuti 48 peserta partai politik dan terakhir dilaksanakan tahun 2003 dengan
jumlah peserta 24 partai politik dengan azaz Luber dan Jurdil.
B. Penataan Kehidupan Ekonomi
1. Nasionalisasi De Javanche Bank
menjadi Bank Indonesia
Pada tanggal 15
Agustus 1950, Konstitusi RIS diubah menjadi UUDS 1950. Bentuk Negara Serikat
berubah menjadi bentuk Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Perubahan
pada konstitusi ini tidak banyak berpengaruh pada bidang keuangan, karena
pasal-pasal yang menyangkut bidang keuangan dan status kepemilikan bank
sirkulasi sama dengan pasal-pasal yang tercantum dalam Kondtitusi RIS. Dengan
demikian, perubahan dari bentuk Negara federal menjadi Negara kesatuan tidak
mempengaruhi kedudukan yuridis De Javanche Bank. Dengan tidak berubahnya bentuk
yuridis tersebut, maka fungsinyapun tetap seperti sediakala. Demikian juga
kepemimpinannya, hamper seluruhnya masih dijabat oleh orang-orang Belanda.
Keadaan seperti ini jelas menyebabkan kedudukan pemerintah Republik Indonesia
menjadi sangat lemah. Disatu pihak, pemerintah sudah memiliki dan diperlengkapi
dengan ssuatu bank sirkulasi. Namun dipihak lain, bank tersebut tidak dikelola
oleh orang-orang Indonesia, melainkan orang-orang Belanda.
Kelemahan ini
bersumber pada hasil persetujuan KMB yang memuat ketentuan :
- Suatu
Peraturan Pemerintah Indonesia, sepanjang menyangkut De Javanche Bank,
terlebih dahulu harus dikonsultasikan dengan pemerintah Belanda, termasuk
pula terhadap perubahan personalia direksi bank bersangkutan.
- Konsultasi
dengan pemerintah Belanda tersebut diwajibkan pula untuk kredit-kredit
yang akan diberikan oleh de Javanche Bank kepada pemerintah Indonesia.
Ketentuan ini sangat
menghambat pemerintah Indonesia dalam menjalankan kebijakan moneter dan ekonomi
yang dikehendakinya. Oleh karena itu tidak heran kalau terdapat desakan-desakan
agar De Javanche Bank dinasionalisasikan dan menjadi milik pemerintah
Indonesia.
Dalam keterangan
pemerintah tanggal 28 Mei 1951didepan DPR, dikemukakan rencana pemerintah
mengenai nasionalisasi De Javanche Bank menjadi Bank Indonesia. Pada tanggal 19
Juni 1951, dibentuk Panitia Nasionalisasi De Javanche Bank berdasarkan
keputusan Pemerintah No.118 tanggal 2 Juni 1951.
Tugas panitia
tersebut adlah mengajukan usul mengenai nasionalisasi, rencana UU
nasionalisasi, serta merencanakan UU yang baru mengenai bank sentral. Panitia
diberi wewenang mengadakan perundingan-perundinan mengenai nasionalisasi
tersebutsebagai tindakan-tindakan persiapan. Kemudian Pemerintah mengangkat Mr.
Syafruddin Prawiranegara sebagai presiden De Javanche Bank berdasarkan
keputusan Presiden RI No. 123 tanggal 12 Juli 1951. sebelumnya pemerintah telah
memberhentikan Dr. Houwink (warga Belanda) sebagai Presiden De Javanche Bank
berdasarkan keputusan Presiden RI No. 122 tanggal 12 Juli 1951.
Atas saran Panitia
Nasionalisasi, pada tanggal 3 agustus 1951 pemerintah mengumumkan bahwa
pemerintah bersedia membeli surat-surat yang ada pada pemegang saham ataupun
sertifikat dari saham-saham De Javanche Bank dengan kurs 120 persen mata uang
Nederland atau harga lawan dalam satuan mata uang dari tempat mereka tingal.
Dengan pengertian bahwa pemegang surat-surat yang mempunyai kewarganegaraan
Indonesia dan menjadi penduduk Indonesia akan menerima pembayaran dalam rupiah
dengan kurs 360 persen.
Jangka waktu
pembayaran secara sukarela tersebut berakhir pada akhir bulan September 1951
dan kemudian diperpanjang lagi sampai 15 oktober 1951. Namun dalam
kenyataannya, sahm-saham yang diajukan itu melewati batas waktu yang
ditentukan.
Penyerahan itu
berjalan dengan lancar dan saham-saham serta sertifikat yang ditawarkan secara
sukarela itu dapat mencapai jumlah Rp 8,95 juta (nominal).
Pada tanggal 15
desember 1951 diumumkan UU No. 24 taqhun 1951 tentang nasionalisasi De Javanche
Bank N.V. menjadi Bank Indonesia yang berfungsi sebagai
bank sentral dan bank Sirkulasi.
UU tersebut diperkuat
lagi dengan dikeluarkannya UU No. 11/1953 dan lembaran Negara No. 40. dengan UU
dan lembaran Negara tersebut dikeluarkan UU Pokok Indonesia yang mulai berlaku
tanggal 1 juli 1953. dengan dikeluarkannya UU pokok bank Indonesia itu, semakin
kukuhlah Bank Indonesia sebagai Bank milik pemerintah RI. Dalam UU pokok BI
tersebut, modal BI ditetapkan sebanyak Rp. 25 juta dan bertindak sebagai bank sentral
dan bank sirkulasi. Kegiatan-kegiatan De Javanche Bank sebagai bank biasa dan
dagang diseraqhkan kepada bank-bank lain yang ditunjuk dengan Undang-Undang.
Jabatan presiden diganti dengan gubernur. Menteri keuangan, perekonomian dan
gubernur Bank Indonesia adalah dewan moneter yang membawahi direksi.
Kebijaksanaan moneter ditentukan oleh Dewan, sedangkan Direksi Bank bertindak
sebagai pelaksana. Dewan komisaris ditiadakan dan diganti dengan dewan
penasehat yang memberikan nasehat kepada dewan moneter.
Dalam masa system
ekonomi terpimpin, semua bank-bank yang dikuasai oleh Negara disatukan dengan
nama Bank Negara Indonesia, ditambah dengan nomor unit. Pada bulan agustus
1965, Bank Indonesia menjadi Bank Negara Indonesia Unit I.
2. Sistem ekonomi Gerakan Benteng
Selain
menasionalisasi De Javanche Bank menjadi Bank Indonesia, pemerintah juga
berupaya menciptakan system perekonomian Indonesia yang mengarah pada
pembangunan perekonomian masyarakat dan bangsa Indonesia.
Perkembangan dan
pembangunan ekonomi ini mendapat perhatian dari Dr. Sumitro Djojohadikusumo.
Tokoh ini berpendapat bahwa pembangunan ekonomi Indonesia pada hakekatnya
adalah pembangunan ekonomi baru. Dalam melaksanakan pembangunan ekonomi baru,
yang perlu dilakukan adalah mengubah struktur ekonomi dari system ekonomi
colonial kedalam system ekonomi nasional.
Sumitro mencoba
mempraktekkan pemikiran itu pada sector perdagangan. Dalam pemikiran tersebut
terkandung tujuan memberikan kesempatan kepada para pengusaha pribumi untuk
berpartisipasi dalam membangun perekonomian nasional. Sumitro juga berpendapat
bahwa pemerintah hendaknya membantu dan membimbing para pengusaha itu. Bantuan
dan bimbingan itu dapat dalam bentuk pemberian kredit atau bimbingan kongkret.
Bantuan dan bimbingan itu diberikan kepada pengusaha Indonesia yang pada
umumnya tidak memiliki modal yangcukup. Apabila usaha ini berhasil, para
pengusaha Indonesia dapat berkembang maju. Dengan demikian, upaya mengubah
struktur ekonomi colonial akan mudah tercapai.
Program system
ekonomi dari gagasan Soemitro ini dituangkan dalam program cabinet Natsir
(September 1950 – April 1951), ketika ia menjabat sebagai menteri perdagangan.
Program ekonomi Sumitro ini dikenal dengan Program Ekonomi Gerakan
Benteng (Program Benteng). Program Benteng dimulai pada bulan April
1950 dan berlangsung selama tiga tahun ( 1950 – 1953). Lebih kurang 70%
pengusaha pribumi Indonesia mendapat bantuan kredit dari program benteng ini.
Program Benteng ini
pada dasarnya mempunyai tujuan sebagai beikut:
- Menumbuhkan
dan membina wiraswastawan Indonesia (pribumi) sambil menumbuhkan
nasionalisme ekonomi atau Indonesianisasi
- Mendorong
para importer nasional agar mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan
impor asing
- Membatasi
impor barang-barang tertentu dan memberikan lisensi impor hanya kepada
importer Indonesia
- Memberikan
bantuan dalam bentuk kredit keuangan kepada para pengusaha Indonesia.
Sasaran utama program
ini adlah pembentukan modal yang cukup besar melalui kegiatan
transaksi-transaksi impor yang sangat menguntungkan untuk memungkinkan
dimulainya usaha mendirikasn industri-industri kecil-kecilan.
Akan tetapi, program
tersebut tidak berhasil mencapai tujuan, karena para pengusah pribumi terlalu
tergantung pada pemerintah. Mereka kurang bisa mandiri untuk mengembangkan usahanya.
Bahkan, ada pengusaha yang menyalahgunakan kebijaksanaan pemerintah tersebut
dengan mencari keuntungan secara cepat dari kredit yang mereka peroleh.
Ketika Mr. Iskaq
Tjokroadisuryo menjabat sebagai menteri perekonomian dibawah cabinet Ali, ia
melanjutkan upaya-upaya untuk mengangkat peran para pengusaha pribumi. Bahkan
iskaq, lebih mengutamakan kebijaksanaan Indonesianisasi, yaitu mendorong timbul
dan berkembangnya pengusaha-pengusaha swasta nasional pribumi dalam usaha
merombak ekonomi colonial menjadi ekonomi nasional. Langkajh-langkah yang
diambil, antara lain mewajibkan perusahaan-perusahaan asing yang beroperasi di
Indonesia memberikan latihan-latihan dan tanggung jawab kepada tenaga-tenaga
Indonesia agar dapat menduduki jabatan-jabatan staf, mendirikan perusahaan
Negara, menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha swasta nasional, serta
memberikan perlindungan agar mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan asing
yang ada
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sejarah mencatat bahwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
dibacakan oleh Ir. Soekarno didampingi oleh Drs. Mohammad Hatta di Jalan
Pegangsaan Timur 56, Jakarta Pusat. Proklamasi itu dilakukan segera setelah
bangsa Indonesia mendengar Jepang akan segera menyerah kepada Amerika Serikat
dan sekutunya. Jepang berencana untuk menyerah setelah bom atom ke-2 dijatuhkan
di Jepang pada tanggal 9 Agustus 1945. Tanpa menunggu lebih lama, masa
kejatuhan Jepang langsung dimanfaatkan oleh bangsa Indonesia untuk memproklamasikan
kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.
Sama seperti mengejar kesuksesan,
diperlukan tindakan cepat dalam
melakukan segala sesuatu. Karenanya, tingkatkan kemampuan, gigih, sigap
dan peka terhadap perubahan. Sehingga Anda terbiasa membaca perubahan dan dengan
cepat mengubahnya menjadi kesempatan emas. Terlebih di era digital seperti
sekarang memungkinkan Anda untuk bertindak lebih cepat, sehingga kesempatan
Anda meraih kesuksesan akan semakin terbuka lebar.
Ada beberapa perbuatan yang
sering kita saksikan di setiap bulan Agustus yang bertentangan dengan makna
syukur, diantaranya; lomba goyang yang diiringi musik antara dua orang yang
berlawanan jenis kedua kening mereka dirapatkan dan tengahnya diletakkan bola
kecil, puncak peringatan agustusan dengan diringi musik dan tidak jarang disaat
itu minuman memabukkan berkeliaran dari satu tangan ke tangan yang lain.
-Naudzubillah- orang mensyukuri nikmat Allah dengan berbuat maksiat kepada-Nya.
Perumpamaan mereka tak ubahnya seperti kaum yang disinyalir Allah dalam
firman-Nya,
Katakanlah : "Siapakah yang dapat menyelamatkan kamu dari bencana
di darat dan di laut, yang kamu berdoa kepada-Nya dengan berendah diri dan
dengan suara yang lembut, dengan mengatakan : "Sesungguhnya jika Dia
menyelamatkan kami dari bencana ini, tentulah kami menjadi orang-orang yang
bersyukur". Katakanlah : "Allah menyelamatkan kamu dari bencana itu
dan dari segala macam kesusahan kemudian kamu kembali mempersekutukannya"
Sebagai generasi
yang menghargai jasa para pendahulu, maka spirit perjuangan mereka, semangat
pengorbanan jiwa dan raga mereka, harus senantiasa kita warisi. Yaitu semangat
pelayanan kepada publik, semangat berkorban untuk kebaikan dan semangat
kompetisi dalam pembangunan. Itu direfleksikan dalam bentuk pembangunan moral
lewat pelaksanaan ibadah, penguatan ikatan sosial dengan cara menunaikan zakat,
dan penegakan hukum dengan adil, belajar, terjun kedunia sosial, berpolitik
yang jujur, menggeluti olah raga, wirausaha dan melakukan hal-hal yang fositif.
thanks infonya gan semoga bermanfaat ^^
BalasHapusmakasih yaa gan.. ijin copas
BalasHapus