Puji
syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan kita berbagai macam
nikmat sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu membawa
keberkahan, baik kehidupan di alam dunia ini, terlebih lagi pada kehidupan
akhirat kelak, sehingga semua cita-cita dan harapan yang ingin kita capai
menjadi lebih mudah dan penuh manfaat.
Terima kasih sebelumnya dan
sesudahnya kami ucapkan kepada dosen serta teman-teman yang telah membantu,
baik bantuan berupa moral maupun material sehingga makalah ini terselesaikan
dalam waktu yang telah ditentukan.
Kami menyadari didalam penyusunan
makalah ini masih ada kekurangan, baik dari segi tata bahasa maupun
penjelasannya. Terlebih kami adalah mahasiswa baru yang masih sedikit ilmu
untuk itu, besar harapan kami ada kritik dan saran yang dapat membangun untuk
lebih menyempurnakan makalah kami.
Harapan kami dari makalah ini adalah
semoga apa yang kami susun dapat bermanfaat baik untuk kami maupun untuk
teman-teman.
Surakarta, 26 september 2012
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Reformasi Indonesia
Berikut pemaparan faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya reformasi 1998
yang merupakan usaha menggulingkan pemerintahan Soeharto pada masa orde baru di
Indonesia:
·Krisis politik
Pemerintah
orde baru, meskipun mampu mengangkat Indonesia dari keterpurukan ekonomi dan
memberikan kemajuan, gagal dalam membina kehidupan politik yang demokratis,
terbuka, adil, dan jujur. Pemerintah bersikap otoriter, tertutup, dan personal.
Masyarakat yang memberikan kritik sangat mudah dituduh sebagai anti-pemerintah,
menghina kepala negara, anti-Pancasila, dan subversive. Akibatnya, kehidupan
berbangsa dan bernegara yang demokratis tidak pernah terwujud dan Golkar yang
menjadi partai terbesar pada masa itu diperalat oleh pemerintah orde baru untuk
mengamankan kehendak penguasa.
Praktik KKN merebak di tubuh pemerintahan dan
tidak mampu dicegah karena banyak pejabat orde baru yang berada di dalamnya.
Dan anggota MPR/DPR tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik dan benar
karena keanggotaannya ditentukan dan mendapat restu dari penguasa, sehingga
banyak anggota yang bersikap ABS daripada kritis.
Sikap yang otoriter, tertutup, tidak
demokratis, serta merebaknya KKN menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat.
Gejala ini terlihat pada pemilu 1992 ketika suara Golkar berkurang cukup
banyak. Sejak 1996, ketidakpuasan masyarakat terhadap orde baru mulai terbuka.
Muncul tokoh vokal Amien Rais serta munculnya gerakan mahasiswa semakin
memperbesar keberanian masyarakat untuk melakukan kritik terhadap pemerintahan
orba.
Masalah dwifungsi ABRI, KKN, praktik monopoli
serta 5 paket UU politik adalah masalah yang menjadi sorotan tajam para mahasiswa
pada saat itu. Apalagi setelah Soeharto terpilih lagi sebagai Presiden RI
1998-2003, suara menentangnya makin meluas dimana-mana.
Puncak perjuangan para mahasiswa terjadi
ketika berhasil menduduki gedung MPR/DPR pada bulan Mei 1998. Karena tekanan
yang luar biasa dari para mahasiswa, tanggal 21 Mei 1998 Presiden menyatakan
berhenti dan diganti oleh wakilnya BJ Habibie.
· Krisis ekonomi
Krisis
moneter yang menimpa dunia dan Asia Tenggara telah merembet ke Indonesia, sejak
Juli 1997, Indonesia mulai terkena krisis tersebut. Nilai rupiah terhadap
dollar Amerika terus menurun. Akibat krisis tersebut, banyak perusahaan
ditutup, sehingga banyak pengangguran dimana-mana, jumlah kemiskinan bertambah.
Selain itu, daya beli menjadi rendah dan sulit mencari bahan-bahan kebutuhan
pokok. Sejalan dengan itu, pemerintah melikuidasi bank-bank yang bermasalah
serta mengeluarkan KLBI (Kredit Likuiditas Bank Indonesia) untuk menyehatkan
bank-bank yang ada di bawah pembinaan BPPN.
Dalam praktiknya, terjadi manipulasi besar-besaran dalam KLBI sehingga
pemerintah harus menanggung beban keuangan yang semakin besar. Selain itu,
kepercayaan dunia internasional semakin berkurang sejalan dengan banyaknya
perusahaan swasta yang tak mampu membayar hutang luar negeri yang telah jatuh
tempo. Untuk mengatasinya, pemerintah membentuk tim ekonomi untuk membicarakan hutang-hutang
swasta yang telah jatuh tempo. Sementara itu, beban kehidupan masyarakat makin
berat ketika pemerintah tanggal 12 Mei 1998 mengumumkan kenaikan BBM dan ongkos
angkutan. Dengan itu, barang kebutuhan ikut naik dan masyarakat semakin sulit
memenuhi kebutuhan hidup.
-Krisis sosial
Krisis
politik dan ekonomi mendorong munculnya krisis dalam bidang sosial.
Ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah serta krisis ekonomi yang ada
mendorong munculnya perilaku yang negatif dalam masyarakat. Misalnya:
perkelahian antara pelajar, budaya menghujat, narkoba, kerusuhan sosial di
Kalimantan Barat, pembantaian dengan isu dukun santet di Banyuwangi dan
Boyolali serta kerusuhan 13-14 Mei 1998 yang terjadi di Jakarta dan Solo.
Akibat kerusuhan di Jakarta dan Solo tanggal 13,
14, dan 15 Mei 1998, perekonomian kedua kota tersebut lumpuh untuk beberapa
waktu karena banyak swalayan, pertokoan, pabrik dibakar, dirusak dan dijarah
massa.
Hal tersebut menyebabkan
angka pengangguran membengkak. Beban masyarakat semakin berat serta tidak ada
kepastian tentang kapan berakhirnya krisis tersebut sehingga menyebabkan
masyarakat frustasi. Kondisi tersebut membahayakan karena mudah diadu domba,
mudah marah, dan mudah dihasut untuk melakukan tindakan anarkis.
1.2 Identifikasi Masalah
Penyelewengan kekuasaan yang terjadi di Indonesia pada masa orde baru membawa
penderitaan berkepanjangan bagi rakyat Indonesia dimana rakyat tidak
mendapatkan kebebasan untuk bersuara dan menyampaikan aspirasinya terjadi
ketika pelaksanaan pemilu. Rakyat wajib memilih partai Golkar dan apabila
berpihak pada partai tertentu maka ia akan tersingkir dari jajaran birokrasi
serta mendapakatkan perlakuan diskriminatif dari birokrasinya. Ini merupakan
suatu pembodohan politik bagi rakyat Indonesia dimana rakyat tidak mendapatkan
kebebasan untuk bersuara dan merupakan suatu pelanggaran Hak Asasi Manusia yang
dilakukan oleh penguasa negara.
Pada masa orde baru terjadi pula pelanggaran Hak Asasi Manusia dimana banyak rakyat dan
mahasiswa yang terbunuh oleh aparat negara dalam aksi demonstrasi ketika
menyampaikan aspirasi mereka. Hal ini menjadi topik pembahsan yang hangat pada
saat ini karena tidak ada sanksi yang tegas terhadap aparat yang telah
melanggar hukum.
Maraknya kasus penggunaan kekuasaan yang sewenang-wenang pada masa orde baru
menambah daftar hitam birokrasi yang ada dinegri ini yang dapat kita jadikan
topik pembahasan untuk dicari jalan keluarnya.
1.3 Tujuan
Penting
bagi kita mempelajari dan mengetahui latar belakang terjadinya reformasi serta
mempelajari susunan-susunan masa revolusi pasca kemerdekaan Republik Indonesia.
Karena
banyaknya terjadi penyimpangan-penyimpangan penggunaan kekuasaan pada masa-masa
tersebut sangat penting bagi kita untuk membahas dan mencari solusi
bersama-sama dengan melihat dari sisi silam latar belakang negara.
Sebagai generasi muda kita harus mampu menciptakan pemikiran-pemikiran baru
yang berguna sehinga dapat bermanfaat bagi kemajuan negara kedepanya.
Penyelewengan-penyelewengan kekuasaan tidak hanya terjadi dimasa silam, saat
ini pun kerap terdengar berbagai kasus korupsi, kolusi dan nepotisme yang
dilakukan segelintir aparat pemerintahan disinilah peranan kita sebagai
generasi penerus bangsa untuk menciptakan gagasan-gagasan baru dalam mencari
solusi menghapus setiap tindakan penyelewengan-penyelewengan kekuasaan yang
terjadi.
1.4 Konsep Teori
Pendapat Karl D Jackson, birokrasi Indonesia merupakan
beuracratic polity. Model ini merupakan birokrasi dimana menjadi akumulasi dari
kekuasaan dan menyingkirkan peran masyarakat dari politik dan pemerintahan.
Hans Dieter
Evers.
Birokrasi Parkinson merujuk pada pertumbuhan jumlah anggota serta pemekaran
structural dalam birokrasi yang tidak terkendali. Birokrasi Orwel merujuk pada
pola birokratisasi yang merupakan proses perluasan kekuasaan pemerintah yang
dimaksudkan sebagai pengontrol kegiatan ekonomi, politik dan social dengan
menggunakan regulasi yang bila perlu ada suatu pemaksaan.
Pada masa
reformasi terjad kebijakan yang dikenal dengan kebijakan Zero Growth
yang menyebabkan jumlah anggota birokrasi makin membengkak. Hal ini menjadikan
birokrasi tidak efisien karena jumlah pekerja dengan pekerjaannya tidak
sebanding.
Kata reform
menurut Oxford Advanded Learners Dictionary (1978) adalah “make
become better by removing or putting right what is bed or wrong”. Rumusan
tersebut menggambarkan bahwa pada dasarnya reformasi adalah mengubah atau
membuat sesuatu menjadi lebih baik dari sesuatu yang sudah ada.
Reformasi birokrasi berdasarkan teori Max Weber
adalah upaya-upaya strategis dalam menata kembali birokrasi yang sedang
berjalan sesuai prinsip-prinsip span of control, division of labor, line and
staff, ru;e and regulation, and professional staff (Setiyono, 2004).
Reformasi birokrasi dalam sector public menurut Mark
Schacter (2000) dalam papernya Public Sector Reform In Developing
Countries, mengatakan: “public sector reform is about strengthening the way tha
the public sector is managed. The pubic sector may over
extended-attempting to do too much with few resources.it may be poorly
organized; it decision making process may be irrational; staff may be
mismanaged; accountability may be weak; public program may be poorly
design and public services poorly delivered. Public sector reform is the
attampt to fix these problems.” Dari pedapat tersebut Schacter tersebut jelas
bawa tujuan reformasi birokrasi antara lain adalah untuk menyelesaikan berbagai
permasalahan yang muncul dalam penyelenggaraan pemerintahanan khususnya sektor
public.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Reformasi
Reformasi tahun 1998 menjadi tonggak sejarah bagi Indonesia
yang berhasil mendorong perubahan tata pemerintahan di negeri ini. Gerakan
reformasi berhasil melakukan perubahan dengan jalan menumbangkan rezim Soeharto
yang berkuasa selama 32 tahun lebih. Reformasi menuntut perubahan di berbagai
lini kehidupan, baik sosial, ekonomi, politik, hukum termasuk dalam konteks
pemerintahan. Perubahan ini sebagai konsekuensi dari harapan akan cita-cita
untuk membawa Indonesia keluar dari masalah.
Reformasi 1998 juga membawa konsekuensi untuk melakukan
reformasi pada birokrasi. Ini tidak bisa dilepaskan dari kondisi birokrasi
pemerintahan yang mengalami penyakit bureaumania yang ditandai dengan
kecenderungan inefisiensi, penyalahgunaan wewenang, korupsi, kolusi dan
nepotisme serta dijadikan alat oleh pemerintahan orde baru untuk mempertahankan
kekuasaan yang ada. Mengutip pendapat Karl D Jackson, birokrasi
Indonesia merupakan beuracratic polity. Model ini merupakan birokrasi dimana
menjadi akumulasi dari kekuasaan dan menyingkirkan peran masyarakat dari
politik dan pemerintahan.
Birokrasi pada masa Orde Baru juga mengalami apa yang
disebut sebagai parkinsonisasi dan orwelisasi seperti yang dikatakan Hans
Dieter Evers. Birokrasi Parkinson merujuk pada pertumbuhan jumlah anggota
serta pemekaran structural dalam birokrasi yang tidak terkendali. Birokrasi
Orwel merujuk pada pola birokratisasi yang merupakan proses perluasan kekuasaan
pemerintah yang dimaksudkan sebagai pengontrol kegiatan ekonomi, politik dan
social dengan menggunakan regulasi yang bila perlu ada suatu pemaksaan.
Dari model yang diutarakan di atas dapat dikatakan bahwa
birokrasi yang berkembang di Indonesia adalah birokrasi yang berbelit-belit,
tidak efisein dan mempunyai pegawai birokrat yang makin membengkak. Selain
birokrasi masih menempatkan dirinya sebagai penguasa daripada menjadi pelayan
masyarakat sehingga ia justru lebih mendekatkan diri kepada pemerintah daripada
ke masyarakat.
Birokrasi di zaman orde baru juga ditandai dengan beberapa
ciri-ciri seperti pegawai negeri yang menjadi pengurus partai selain Golkar,
maka dia akan tersingkirkan dari jajaran birokrasi. Selain itu, orang atau
sekelompok orang yang tidak berpihak pada Golkar, maka bisa dipastikan akan
mendapat perlakuan diskriminatif dalam birokrasi. Keberpihakan birokrasi
terhadap suatu partai, tentu saja dalam hal ini Golkar, akan mengurangi
profesionalisme dari birokrasi tersebut. Dalam zaman orde baru juga ada suatu
kebijakan yang disebut zero growth. Adanya kebijakan zero growth yang
menyebabkan jumlah anggota birokrasi makin membengkak. Hal ini menjadikan
birokrasi tidak efisien karena jumlah pekerja dengan pekerjaannya tidak
sebanding.
Persoalan yang menghinggapi birokrasi membuat reformasi
birokrasi menjadi isyu yang sangat kencang untuk direalisasikan. Pasalnya
birokrasi pemerintah telah memberikan sumbangan yang tidak sedikit terhadap
keterpurukan bangsa. Reformasi merupakan upaya-upaya untuk melakukan perbaikan
terhadap kondisi buruknya birokrasi Indonesia sebagai bagian dari usaha
perbaikan kehidupan bangsa. Meskipun sudah melakukan reformasi di tahun 1998
ternyata untuk melakukan suatu perubahan dalam berbirokrasi atau reformasi
birokrasi bukanlah hal yang mudah. Pemerintahan yang muncul pasca reformasi
juga tidak menjamin keberlangsungan reformasi birokrasi bisa terealisasi dengan
baik. Meski sudah berganti pemerintahan beberapa kali kondisi birokrasi masih
belum seperti yang diharapkan.
Kata reformasi berasal dari kata Inggris reform yang
artinya perbaikan atau pembaharuan. Hakikatnya, reformasi merupakan bagian dari
dinamika masyarakat, dalam arti bahwa perkembangan akan menyebabkan tuntutan
terhadap pembaharuan dan perubahan untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan
perkembangan tersebut. Reformasi juga bermakna sebagai suatu perubahan
tanpa merusak (to change without destroying) atau perubahan dengan memelihara
(to change while preserving). Dalam hal ini, proses reformasi bukanlah
proses perubahan yang radikal dan berlangsung dalam jangka wkatu singkat,
tetapi merupakan proses perubahan yang terencana dan bertahap.
Kata reform menurut Oxford Advanded Learners
Dictionary (1978) adalah “make become better by removing or putting right
what is bed or wrong”. Rumusan tersebut menggambarkan bahwa pada dasarnya
reformasi adalah mengubah atau membuat sesuatu menjadi lebih baik dari
sesuatu yang sudah ada.
Reformasi birokrasi berdasarkan teori Max Weber
adalah upaya-upaya strategis dalam menata kembali birokrasi yang sedang
berjalan sesuai prinsip-prinsip span of control, division of labor, line and
staff, ru;e and regulation, and professional staff (Setiyono, 2004).
Reformasi birokrasi dalam sector public menurut Mark
Schacter (2000) dalam papernya Public Sector Reform In Developing
Countries, mengatakan: “public sector reform is about strengthening the way tha
the public sector is managed. The pubic sector may over extended-attempting
to do too much with few resources.it may be poorly organized; it decision
making process may be irrational; staff may be mismanaged; accountability may
be weak; public program may be poorly design and public services poorly
delivered. Public sector reform is the attampt to fix these problems.” Dari
pedapat tersebut Schacter tersebut jelas bawa tujuan reformasi birokrasi antara
lain adalah untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang muncul dalam
penyelenggaraan pemerintahanan khususnya sektor public.
Sementara itu, Michael Dugget, Director General IIAS
mendefinisikan reformasi birokrasi sebagai Proses yang dilakukan secara
kontinue untuk mendesain ulang birokrasi yang berada di lingkungan pemerintah
dan partai politik sehingga dapat berdaya guna dan berhasil guna baik ditinjau
dari segi hukum maupun politik”.
Sekarang ini banyak sekali paradigma baru yang berkembang
dalam sektor publik terutama dalam penyelenggaraan negara atau pemerintahan.
Reformasi birokrasi dimaksudkan dalam kerangka mewujudkan penyelenggaraan dan
pemerintahan yang baik (good governance) yang mempunyai tujuan utama memberikan
pelayanan yang lebih baik/prima kepada masyarakat (excellent services for civil
society).
Reformasi birokrasi bisa dikatakan reforming on being reformed;
perjuangan untuk menegakan hukum dan konstitusi; a change for better in morals,
habits, methods; langkah-langkah pembaharuan sektor publik (public sector
reform) dalam upaya mewujudkan tata pemerintahan yang baik (good governance)
dan pemerintahan yang bersih (clean government) sebagai wahana untuk
mewujudkan masyarakat madani.
Reformasi birokrasi dimaksudkan agar birokrasi pemerintah
selalu bisa menjalankan kerjanya dengan baik untuk melayani masyarakat sesuai
dengan prinsip-prinsip manajemen modern. Ini mengandung maksud adanya proses
atau rangkaian kegiatan dan tindakan yang sungguh-sungguh dan rasional,
sehingga ada konsep dan sistem yang jelas berlangsung terus menerus secara
berkelanjutan dalam enam pekerjaan meliputi evaluasi, penataan, penertiban,
perbaikan, penyempurnaan, pembaharuan. Objeknya adalah pada semua sektor
penyelenggara negara bidang pemerintahan (kelembagaan, SDM aparatur,
ketatalaksanaan, akuntabilitas, pelayanan publik.
2.2 Peristiwa Reformasi
Berikut adalah pemaparan peristiwa reformasi yang mengakhiri
kekuasaan Soeharto di Indonesia:
5
Maret 1998
Dua
puluh mahasiswa Universitas Indonesia mendatangi Gedung DPR/MPR untuk
menyatakan penolakan terhadap pidato pertanggungjawaban presiden yang
disampaikan pada Sidang Umum MPR dan menyerahkan agenda reformasi nasional.
Mereka diterima dan didukung oleh Fraksi ABRI.
11 Maret 1998
Soeharto
dan BJ Habibie disumpah menjadi Presiden dan Wakil Presiden
14 Maret 1998
Soeharto
mengumumkan kabinet baru yang dinamai Kabinet Pembangunan VII.
15
April 1998
Soeharto
meminta mahasiswa mengakhiri protes dan kembali ke kampus karena sepanjang
bulan ini mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi swasta dan negeri melakukan
unjuk rasa menuntut dilakukannya reformasi politik.
18
April 1998
Menteri
Pertahanan dan Keamanan/Panglima ABRI Jendral Purn. Wiranto dan 14 menteri
Kabinet Pembangunan VII mengadakan dialog dengan mahasiswa di Pekan Raya
Jakarta namun cukup banyak perwakilan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi
yang menolak dialog tersebut.
1 Mei 1998
Soeharto
melalui Menteri Dalam Negeri Hartono dan Menteri Penerangan Alwi Dachlan
mengatakan bahwa reformasi baru bisa dimulai tahun 2003.
2 Mei 1998
Pernyataan
itu diralat dan kemudian dinyatakan bahwa Soeharto mengatakan reformasi bisa
dilakukan sejak sekarang (tahun 1998).
4
Mei 1998
Mahasiswa
di Medan, Bandung dan Yogyakarta menyambut kenaikan harga bahan bakar minyak (2
Mei 1998) dengan demonstrasi besar-besaran. Demonstrasi itu berubah menjadi
kerusuhan saat para demonstran terlibat bentrok dengan petugas keamanan. Di
Universitas Pasundan Bandung, misalnya, 16 mahasiswa luka akibat bentrokan
tersebut.
5
Mei 1998
Demonstrasi
mahasiswa besar - besaran terjadi di Medan yang berujung pada kerusuhan.
9 Mei 1998
9 Mei 1998
Soeharto
berangkat ke Kairo, Mesir untuk menghadiri pertemuan KTT G -15. Ini merupakan
lawatan terakhirnya keluar negeri sebagai Presiden RI.
12 Mei 1998
Aparat
keamanan menembak empat mahasiswa Trisakti yang berdemonstrasi secara damai.
Keempat mahasiswa tersebut ditembak saat berada di halaman kampus.
13 Mei 1998
13 Mei 1998
Mahasiswa
dari berbagai perguruan tinggi di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi datang
ke Kampus Trisakti untuk menyatakan duka cita. Kegiatan itu diwarnai kerusuhan.
14 Mei 1998
Soeharto
seperti dikutip koran, mengatakan bersedia mengundurkan diri jika rakyat
menginginkan. Ia mengatakan itu di depan masyarakat Indonesia di Kairo.
Sementara itu kerusuhan dan penjarahan terjadi di beberapa pusat perbelanjaan
di Jabotabek seperti Supermarket Hero, Super Indo, Makro, Goro, Ramayana dan
Borobudur. Beberapa dari bangunan pusat perbelanjaan itu dirusak dan dibakar.
Sekitar 500 orang meninggal dunia akibat kebakaran yang terjadi selama
kerusuhan terjadi.
15 Mei 1998
Soeharto
tiba di Indonesia setelah memperpendek kunjungannya di Kairo. Ia membantah
telah mengatakan bersedia mengundurkan diri. Suasana Jakarta masih mencekam.
Toko-toko banyak ditutup. Sebagian warga pun masih takut keluar rumah.
16 Mei 1998
Warga
asing berbondong-bondong kembali ke negeri mereka. Suasana di Jabotabek masih
mencekam.
19
Mei 1998
Soeharto
memanggil sembilan tokoh Islam seperti Nurcholis Madjid,
Abdurrahman
Wahid, Malik Fajar, dan KH Ali Yafie. Dalam pertemuan yang berlangsung selama
hampir 2,5 jam (molor dari rencana semula yang hanya 30 menit) itu para tokoh
membeberkan situasi terakhir, dimana eleman masyarakat dan mahasiswa tetap
menginginkan Soeharto mundur.
Permintaan
tersebut ditolak Soeharto. Ia lalu mengajukan pembentukan Komite Reformasi.
Pada saat itu Soeharto menegaskan bahwa ia tak mau dipilih lagi menjadi
presiden. Namun hal itu tidak mampu meredam aksi massa, mahasiswa yang datang
ke Gedung MPR untuk berunjukrasa semakin banyak. Sementara itu Amien Rais
mengajak massa mendatangi Lapangan Monumen Nasional untuk memperingati Hari
Kebangkitan Nasional.
20 Mei 1998
Jalur
jalan menuju Lapangan Monumen Nasional diblokade petugas dengan pagar kawat
berduri untuk mencegah massa masuk ke komplek Monumen Nasional namun pengerahan
massa tak jadi dilakukan. Pada dinihari Amien Rais meminta massa tak datang ke
Lapangan Monumen Nasional karena ia khawatir kegiatan itu akan menelan korban
jiwa. Sementara ribuan mahasiswa tetap bertahan dan semakin banyak berdatangan
ke gedung MPR / DPR. Mereka terus mendesak agar Soeharto mundur.
21
Mei 1998
Di
Istana Merdeka, Kamis, pukul 09.05 Soeharto mengumumkan mundur dari kursi
Presiden dan BJ. Habibie disumpah menjadi Presiden RI ketiga.
2.3 Masa Reformasi
1.
Pada awal reformasi Indonesia di pimpin oleh B.J habibi dengan beberapa
kebijakanya yaitu:
·
Membentuk Kabinet Reformasi Pembangunan Dibentuk tanggal 22 Mei 1998, dengan
jumlah menteri 16 orang yang merupakan perwakilan dari Golkar, PPP, dan PDI.
-Reformasi dalam bidang politik
Habibie
berusaha menciptakan politik yang transparan, mengadakan pemilu yang bebas,
rahasia, jujur, adil,
-Kebebasan
menyampaikan pendapat.Kebebasan menyampaikan pendapat diberikan asal tetap
berpedoman pada aturan yang ada yaitu UU No.9 tahun 1998 tentang kemerdekaan
menyampaikan pendapat di muka umum.
·
Refomasi dalam bidang hukum
Target
reformasinya yaitu subtansi hukum, aparatur penegak hukum yang bersih dan
berwibawa, dan instansi peradilan yang independen.
·
Mengatasi masalah dwifungsi ABRI
Jendral
TNI Wiranto mengatakan bahwa ABRI akan mengadakan reposisi secara bertahap
sesuai dengan tuntutan masyarakat, secara bertahap akan mundur dari area
politik dan akan memusatkan perhatian pada pertahanan negara. Anggota yang
masih menduduki jabatan birokrasi diperintahkan untuk memilih kembali kesatuan
ABRI atau pensiun dari militer untuk berkarier di sipil. Dari hal tersebut,
keanggotaan ABRI dalam DPR/MPR makin berkurang dan akhirnya ditiadakan.
Mengadakan sidang istimewa
Sidang
tanggal 10-13 November 1998 yang diadakan MPR berhasil menetapkan 12 ketetapan.
Mengadakan pemilu tahun 1999
Pelaksanaan
pemilu dilakukan dengan asas LUBER (langsung, bebas, rahasia) dan
JURDIL
(jujur dan adil).
2.
Masa pemerintahan Abdurrahman Wahid ( Gus Dur ) :
Kebijakan-kebijakan
pada masa Gus Dur:
·
Meneruskan kehidupan yang demokratis seperti pemerintahan sebelumnya
(memberikan kebebasan berpendapat di kalangan masyarakat minoritas, kebebasan
beragama, memperbolehkan kembali penyelenggaraan budaya tiong hua).
· Merestrukturisasi lembaga pemerintahan seperti menghapus departemen yang dianggapnya tidak efesien (menghilangkan departemen penerangan dan sosial untuk mengurangi pengeluaran anggaran, membentuk Dewan Keamanan Ekonomi.
3.
Masa
pemerintahan Megawati Soekarno Putri:
Kebijakan-kebijakan pada masa Megawati:
Kebijakan-kebijakan pada masa Megawati:
·
Memilih dan Menetapkan Ditempuh dengan meningkatkan kerukunan antar elemen
bangsa dan menjaga persatuan dan kesatuan. Upaya ini terganggu karena peristiwa
Bom Bali yang mengakibatkan kepercayaan dunia internasional berkurang.
·
Membangun tatanan politik yang baru
Diwujudkan
dengan dikeluarkannya UU tentang pemilu, susunan dan kedudukan MPR/DPR, dan
pemilihan presiden dan wapres.
· Menjaga keutuhan NKRI
Setiap
usaha yang mengancam keutuhan NKRI ditindak tegas seperti kasus Aceh, Ambon,
Papua, Poso. Hal tersebut diberikan perhatian khusus karena peristiwa lepasnya
Timor Timur dari RI.
· Melanjutkan amandemen UUD 1945
Dilakukan
agar lebih sesuai dengan dinamika dan perkembangan zaman.
· Meluruskan otonomi daerah
Keluarnya
UU tentang otonomi daerah dan melakukan pembinaan terhadap daerah-daerah.
4. Masa
pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono:
Kebijakan-kebijakan pada masa SBY:
· Anggaran pendidikan ditingkatkan menjadi 20% dari keseluruhan APBN.
· Konversi minyak tanah ke gas.
· Memberikan BLT (Bantuan Langsung Tunai).
· Pembayaran utang secara bertahap kepada badan PBB.
· Buy back saham BUMN
· Pelayanan UKM (Usaha Kecil Menengah) bagi rakyat kecil.
· Subsidi BBM.
· Memudahkan investor asing untuk berinvestasi di Indonesia.
· Meningkatkan sektor pariswisata dengan mencanangkan "Visit Indonesia 2008".
· Pemberian bibit unggul pada petani.
· Pemberantasan korupsi melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).
Kebijakan-kebijakan pada masa SBY:
· Anggaran pendidikan ditingkatkan menjadi 20% dari keseluruhan APBN.
· Konversi minyak tanah ke gas.
· Memberikan BLT (Bantuan Langsung Tunai).
· Pembayaran utang secara bertahap kepada badan PBB.
· Buy back saham BUMN
· Pelayanan UKM (Usaha Kecil Menengah) bagi rakyat kecil.
· Subsidi BBM.
· Memudahkan investor asing untuk berinvestasi di Indonesia.
· Meningkatkan sektor pariswisata dengan mencanangkan "Visit Indonesia 2008".
· Pemberian bibit unggul pada petani.
· Pemberantasan korupsi melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).
2.4 Keterkaitan Reformasi dengan UU Pemda 2010
Dalam era reformasi pemerintah telah membuat dua kebijakan tentang otonomi
daerah.
Pertama
adalah UU no. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan UU no. 25 tahun1999
tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.
Kedua
adalah UU no. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan UU no. 33 tahun
2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.
Dalam perkembangany UU no. 22 dinilai dari segi kebijakanya dan segi
implementasinya terdapat sejumlah kelemahan disini pemerintah dikatakan
setengah hati dalam memberikan kebijakan terhadap daerah tampak jelas dalam
pasal 7 (1) UU no. 22 tahun 1999 “Kewenangan daerah mencakup dalam
seluruh bidang pemerintahan kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negri,
pertahanan dan keamanan, keadilan moneter dan fiscal, agama serta kwenangan
bidang lain.
UU tersebut membawa dampak seperti kelembagaan pemerintah cenderung dominan
dipegang oleh DPRD, penyediaan layanan umum di setiap daerah belum memadai,
munculnya sistem-sistem kerajaan didaerah, primodialisme daam pengangkatan
kepala daerah maupun birokrasi, terdapat konflik dalam perebutan sumber daya
daerah.
Lalu munculah UU no.32 guna merevisi UU no.22 yang memiliki letak perbedaan
dalm kewenanganya dimana pemerintahan daerah diikutsertakan dalam urusan
pemerintahan pusat.
Pada tahun 2010 UU no. 32 tahun 2004 direvisi lagi dan digantikan dengan UU
pemda 2010 yang rincianya terbagi menjadi tiga yaitu:
tentang
UU Pemerintahan Daerah, UU Pemilu Kepala Daerah, dan tentang UU tentang Desa.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Reformasi
telah menghantarkan bangsa Indonesia pada perubahan besar-basaran disegala
bidang antara lain politik, social, budaya, ekonomi, dll.
Dibidang
hukum misalnya pemerintah berusaha menciptakan substansi negara yang bersih dan
berwibawa serta menindak tegas para aparat negara yang korupsi.
Dibidang politik menciptakan berusaha menciptakan politik yang transparan,
mengadakan pemilu yang bebas, rahasia, jujur, adil. Kebebasan menyampaikan
pendapat.Kebebasan menyampaikan pendapat diberikan asal tetap berpedoman pada
aturan yang ada yaitu UU No.9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan
pendapat di muka umum.
Dibidang social adanya kebebasan berpendapat bagi seluruh mayarakat Indonesia
dan kebabasan dalam penyelengaraan budaya bahkan pada tahun 1999 telah
diberlakukan Undang-Undang 40 Tahun 1999 tentang Pers pasal 4 didalam ayat
1 disebutkan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara
dimana pers bertujuan sebagai pemberi informasi dan penyalur komunikasi antara
pemerintah dan masyarakat.
Dibidang ekonomi menjalin hubungan yang luas dengan negara
luar maka terbentuklah “ ASIA Free Trade Area” dan era Global pada tahun 2010
dimana antar ngara bebas melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia dan sebaliknya
diharapkan menciptakan pangsa yang lebih luas sehingga meningkatkan pendapatan
perekonomian dan kemajuan teknologi dikawasan Asia.
3.2 Saran dan Kritik
Dengan adanya jaminan dalam melakukan kebebasan
berpendapat diharapkankan masyarakat Indonesia mampu menyampaikan hal-hal yang
menjadi aspirasi demi penemuan solusi dan terciptanya cita-cita negara berupa
keadaan negara demokrasi dan stabil disegala bidang sehingga mampu
bersaing dengan negara-negara maju lainya.
Kebebasan berpendapat juga ditandai dengan kebebasan pers yang bertujuan
sebagai penyambung lidah antara pemerintah dan masyarakat diharapkan agar peran
pers ini tidak dislahgunakan dengan penyampaian informasi-informasi yang
berlebihan dan tidak bertanggungjawab seehingga memicu terjadinya
kesalahpahaman.
Adanya “Asian Free Trade Area” yang membawa negara pada persaingan keras antara
pasar lokal dan internasioinal yang pesat diharapkan mampu menjadi tolak ukur
bagi negara kita dalam bersaing merebut pangsa pasar dunia jangan sampai produk
dalam negri menjadi tersingkir dengan jalan meningkatkan produk dalam
negri dan sebagai masyarakat Indonesia kita harus mencintai produk-produk
didalam negri sehingga menciptakan daya jual terhadap pangsa pasar yang
internasional.
Pada era Global ini teknologi berkembang secara pesat dimana informasi dengan
mudah di akses oleh siapapun. Diharapkan masyarakat mampu mengendalikan diri
dalam keadaan yang selalu dinamis dan harus selalu ingat akan jati diri kita
yaitu bangsa Indonesia bertumpah darah satau tumpah darah Indoenesia jangan
sampai karena perubahan pesat tersebut kita tidak mampu memanegemen diri kita
sehingga terjerumus kedalam hal-hal negatif akibat dampak dari kemajuan dunia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan Komentar anda di sini