PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN SHALAT
Shalat
berasal dari bahasa Arab: صلّى-يصلّى. Shalat menurut Bahasa (Etimologi) artinya adalah do’a, dzikir(ingat) kepada Allah, dapat juga
diartikan rahmat. Dan secara terminologi, para ahli fiqih mengartikan secara lahir dan hakiki. Secara
lahiriah shalat berarti beberapa ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan
takbir dan diakhiri dengan salam, yang dengannya kita beribadah kepada Allah
menurut syarat – syarat
yang telah ditentukan (Sidi
Gazalba,88)
Adapun secara hakikinya ialah “berhadapan hati (jiwa) kepada Allah, secara yang mendatangkan takut kepada-Nya serta menumbuhkan di dalam jiwa rasa kebesarannya dan kesempurnaan kekuasaan-Nya” atau “mendahirkan hajat dan keperluan kita kepada Allah yang kita sembah dengan perkataan dan pekerjaan atau dengan kedua – duanya” (Hasbi Asy-Syidiqi, 59)
Dalam pengertian lain shalat ialah salah satu sarana komunikasi antara hamba dengan Tuhannya sebagai bentuk, ibadah yang di dalamnya merupakan amalan yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbiratul ikhram dan diakhiri dengan salam, serta sesuai dengan syarat dan rukun yang telah ditentukan syara’ (Imam Bashari Assayuthi, 30)
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa shalat adalah “suatu ibadah yang terdiri atas ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan tertentu/khusus yang dibuka/dimulai dengan takbir (takbiratul ihram) diakhiri/ditutup dengan salam dengan syarat-syarat tertentu.”
Adapun secara hakikinya ialah “berhadapan hati (jiwa) kepada Allah, secara yang mendatangkan takut kepada-Nya serta menumbuhkan di dalam jiwa rasa kebesarannya dan kesempurnaan kekuasaan-Nya” atau “mendahirkan hajat dan keperluan kita kepada Allah yang kita sembah dengan perkataan dan pekerjaan atau dengan kedua – duanya” (Hasbi Asy-Syidiqi, 59)
Dalam pengertian lain shalat ialah salah satu sarana komunikasi antara hamba dengan Tuhannya sebagai bentuk, ibadah yang di dalamnya merupakan amalan yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbiratul ikhram dan diakhiri dengan salam, serta sesuai dengan syarat dan rukun yang telah ditentukan syara’ (Imam Bashari Assayuthi, 30)
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa shalat adalah “suatu ibadah yang terdiri atas ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan tertentu/khusus yang dibuka/dimulai dengan takbir (takbiratul ihram) diakhiri/ditutup dengan salam dengan syarat-syarat tertentu.”
B. DALIL PENSYARIATAN SHOLAT
1.
Dalil dari Al-Quran
Al-Baqarah: 43
وأقيموا الصّلواة وءاتوا
الزّكواة واركعوا مع الرّاكعين
Artinya: Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukulah
beserta orang – orang yang ruku
Al-Baqarah :110
Al-Baqarah :110
عند اللّه, إنّ اللّه بما تعملون بصيرتَجِدُوْهُ خَيْرٍ لأنفسكمم من مَاتُقَدِّمُوْا
ووَآتُوْالزَّكَوةَ
الصَّلَوْةَ وَاَقِيْمُوْ
Artinya : Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah
zakat dan apa – apa yang kamu usahakan dari kebaikan bagi dirimu, tentu kamu
akan dapat pahalanya pada sisi Allah sesungguhnya Allah maha melihat apa – apa
yang kamu kerjakanAl –Ankabut : 45
وَالْمُنْكَرَوأقيمو
الصّلواة إنّ الصّلواة تنهي عن الفحشآء
Artinya: Kerjakanlah shalat sesungguhnya shalat itu bisa
mencegah perbuatan keji dan munkar.
An-Nuur: 56
An-Nuur: 56
تُرْحَمُوْنَو أقيمو الصّلاة وءاتو الزّكوة وأطيعو الرّسول لعلّكم
Artinya : Dan kerjakanlah shalat, berikanlah
zakat, dan taat kepada Rasul, agar supaya kalian semua diberi rahmat.
Dan
masih banyak lagi perintah di dalam kitabullah yang mewajibkan umat Islam
melalukan shalat. Paling tidak tercatat ada 12 perintah dalam Al-Quran lafaz
"Aqiimush-shalata" yang bermakna "Dirikanlah Shalat" dengan
fi`il Amr (kata perintah) dengan perintah kepada orang banyak (khithabul Jam`i) maupun khithab hanya kepada satu orang.
- Dalil dari As-Sunnah
Di
dalam sunnah Raulullah SAW, ada banyak sekali perintah shalat sebagai dalil
yang kuat dan qath`i tentang kewajiban shalat. Diantaranya adalah hadits-hadits
berikut ini :
Dari Ibni Umar ra berkata bahwa Rasulullah SAW
bersabda,"Islam didirikan di atas lima hal. Syahadat bahwa tiada tuhan
kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, PENEGAKAN SHALAT,
pelaksanaan zakat, puasa di bulan Ramadhan dan haji ke Baitullah bila
mampu". (HR. Muttafaqun `alaihi).
- Dalil dari Ijma`
Bahwa seluruh umat Islam sejak zaman nabi SAW hingga hari ini telah bersepakat atas adanya kewajiban shalat dalam agama Islam. Lima kali dalam sehari semalam.
Dengan adanya dalil dari Quran, sunnah dan ijma` di atas, maka lengkaplah dalil kewajiban shalat bagi seorang muslim. Maka mengingkari kewajiban shalat termasuk keyakiann yang menyimpang dari ajaran Islam, bahkan bisa divonis kafir bila meninggalkan shalat dengan meyakini tidak adanya kewajiban shalat.
C. HUKUM ATAU MACAM-MACAM SHOLAT
Hukum salat
dapat dikategorisasikan sebagai berikut :
Fardu, Salat fardhu ialah salat yang diwajibkan untuk
mengerjakannya. Salat Fardhu terbagi lagi menjadi dua, yaitu
1.
Fardu Ain: ialah kewajiban yang diwajibkan kepada mukallaf langsung berkaitan dengan dirinya dan tidak boleh
ditinggalkan ataupun dilaksanakan oleh orang lain, seperti salat lima waktu, shalat
dan salat Jumat (fardhu 'ain untuk pria). Hal
ini didasarkan pada sabda Rasulullahsaw.:
“Allah telah mewajibkan shalat lima waktu bagi hamba-hamba-Nya, bagi siapa yang mentaatinya dan tidak mengabaikan kewajibannya juga tidak menganggapnya remeh, maka baginya ada perjanjian di sisi Allah untuk masuk surga, sedangkan bagi mereka yang tidak mentaatinya, maka tidak ada perjanjian tersebut. Jika Allah menghendaki akan menyiksanya, dan jika Allah menghendaki akan mengampuninya,” (HR Imam Ahmad: 5/315, 319, Abu Daud: 1420, dan An-Nasa’i: 1/230).
“Allah telah mewajibkan shalat lima waktu bagi hamba-hamba-Nya, bagi siapa yang mentaatinya dan tidak mengabaikan kewajibannya juga tidak menganggapnya remeh, maka baginya ada perjanjian di sisi Allah untuk masuk surga, sedangkan bagi mereka yang tidak mentaatinya, maka tidak ada perjanjian tersebut. Jika Allah menghendaki akan menyiksanya, dan jika Allah menghendaki akan mengampuninya,” (HR Imam Ahmad: 5/315, 319, Abu Daud: 1420, dan An-Nasa’i: 1/230).
2.
Fardu Kifayah: ialah kewajiban yang diwajibkan kepada mukallaf
tidak langsung berkaitan dengan dirinya. Kewajiban itu menjadi sunnah setelah
ada sebagian orang yang mengerjakannya. Akan tetapi bila tidak ada orang yang
mengerjakannya maka kita wajib mengerjakannya dan menjadi berdosa bila tidak
dikerjakan. Seperti salat jenazah.
3.
Salat sunah (salat Nafilah) adalah salat-salat yang dianjurkan
atau disunnahkan akan tetapi tidak diwajibkan. Salat nafilah terbagi lagi
menjadi dua, yaitu
a.
Nafil
Muakkad adalah salat sunah yang dianjurkan dengan penekanan yang kuat (hampir
mendekati wajib), seperti salat dua hari raya, salat sunah witir dan salat sunah thawaf.
b.
Nafil
Ghairu Muakkad adalah salat sunah yang dianjurkan tanpa penekanan yang kuat,
seperti salat sunah Rawatib dan salat sunah yang sifatnya insidentil (tergantung
waktu dan keadaan, seperti salat kusuf/khusuf hanya dikerjakan ketika terjadi
gerhana).
D. TATA CARA SHOLAT
1. Berdiri ketika shalat wajib, bagi yang mampu
Tidak sah shalat fardhu seorang hamba yang dikerjakan sambil
duduk dalam kondisi mampu berdiri. Berdasarkan firman Allah Ta’ala:
“Berdirilah untuk Allah (dalam
shalatmu) dengan khusyuk,” (Al-Baqarah: 238).
Dan
sabda Rasulullah kepada Imran bin Hushain:
“Kerjakanlah shalat dengan berdiri, jika kamu tidak mampu,
maka kerjakanlah dengan posisi duduk, jika tidak mampu juga, maka kerjakanlah
dengan posisi berbaring,” (HR Bukhari: 1117, dan Abu Daud: 952).
2. Niat
Yaitu
ketetapan hati untuk melaksanakan shalat tertentu. Berdasarkan sabda
Rasulullah:
“Sesungguhnya segala amalan itu (tergantung)
dengan niat...” (Baca “Penjelasan
Hadist Setiap Amal Tergantung dengan Niatnya”
oleh Sheikh Muhammad Shalih Al-Utsaimin).
3. Takbiratul Ihram sambil mengangkat kedua tangan
Yaitu mengucapkan lafadz “Allahu Akbar” dan mengangkat tangan. Cara mengangkat kedua tangan boleh ke ujung-ujung telinga, atau sejajar
dengan dua bahu, karena kedua-duanya diterima oleh rasul. Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah:
“Kuncinya shalat adalah bersuci, pembukaannya
adalah takbir (mengucapkan Allahu Akbar), dan penutupnya adalah taslim
(mengucapkan salam),” (HR Abu Daud:
31, Kitab Ath-Taharah, dan At-Tirmidzi: 238).
4. Membaca Surat Al-Fatihah
Berdasarkan
sabda Nabi Muhammad saw. :
“Tidak sah shalat seseorang yang tidak
membaca surat Al-Fatihah,” (HR Bukhari:
1/192).
Kesimpulannya, menurut sunnah basmallah adalah
di-siir-kan, sesekali kita jaharkan untuk memberi pengertian
bahwa kita membacanya.
Namun, membaca Al-Fatihah itu tidak berlaku bagi seorang
makmum di balakang imam yang membaca Al-Fatihah dengan jahr (keras, nyaring),
karena kewajibannya adalah mendengarkan bacaan imam.
Berdasarkan
firman Allah Ta’ala:
“Dan apabila dibacakan Al-Quran,
dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat
rahmat,” (QS Al-A’raf: 204).
Dan
sabda Rasulullah:
“Apabila imam bertakbir, maka ikutlah
bertakbir, dan apabila dia membaca maka diamlah (perhatikanlah),” (HR Imam Ahmad: 2/438).
Apabila imam membacanya dengan Siir (pelan), maka makmum
wajib membacanya (secara siir atau pelan) juga.
5. Rukuk
Menurut syara’, ruku’
ialah menunduk seukuran yang memungkin seorang mustahalli meletakkan telapak
tangannya pada lututnya. Ini adalah umuran minimal. Sedang ruku’ yang paling
sempurna ialah menunduk sehingga punggung menjadi rata.
6. Bangun dari rukuk (I’tidal)
I’tidal ialah berdri tegal yang
memisahkan antara ruku’ dan sujud.
Berdasarkan
sabda Nabi Muhammad saw:
“Kemudian rukuklah sampai kamu tuma’ninah
dalam rukuk, kemudian bangunlah dari rukuk sampai kamu berdiri tegak lurus,”
(HR Bukhari: 8/69, 169).
7. Sujud
Menurut syara’, definisi ialah
menempelnya kening orang shalat pada tempat sujud.
8. Bangun dari Sujud atau Duduk diantara dua sujud
Berdasarkan
sabda Nabi Muhammad saw. kepada orang yang shalatnya tidak benar:
“Kemudian bersujudlah sampai kamu tuman’ninah
dalam sujudmu, kemudian bangunlah dari sujud sampai kamu tuma’ninah dalam
keadaan duduk,” (HR Bukhari: 8/69,
169).
9. Duduk Yang Terakhir
Yang dimaksud ialah duduk pada akhir rakaat yang terakhir dari shalat itu, yang dipungkasi dengan salam.
Yang dimaksud ialah duduk pada akhir rakaat yang terakhir dari shalat itu, yang dipungkasi dengan salam.
10. Tuman’ninah ketika Rukuk, Sujud,
Berdiri, dan Duduk
Berdasarkan sabda Nabi Muhammad saw. kepada orang yang
shalatnya tidak benar. Beliau menyebutkan hal itu kepadanya dalam hal rukuk,
sujud, dan duduk di antara dua sujud, sedangkan beliau menyebutkan i’tidal (tegak
lurus) kepadanya dalam hal berdiri. Atau bisa diperjelas dengan menegakkan punggung
ketika mengangkat kepala dari keduanya. Seseorang yang rukuk itu sejak ia
menundukkan diri sampai tegak. Sujudnya adalah sejak ia turun dari berdiri,atau
dari duduk, hingga sampai kembali tegak.
Hakikat tuma’ninah adalah seseorang yang melakukan rukuk,
sujud, duduk diantara dua sujud, dan berdiri setelah semua anggota badannya
tegak lurus, itu berdiam kira-kira seukuran lama membaca, “Subhana Rabbiyal Adziim” (Mahasuci Rabbku yang Mahaagung). Sebanyak
satu kali bacaan. Adapun jika lebih dari satu kali, maka itu adalah sunnah. Dijelaskan juga dalam sebuah hadis
mengenai ketuma'ninahan :
"Shalat tidaklah
sempurna sampai salah seorang di antara kalian menyempurnakan wudhu, kemudian
bertakbir, lalu melakukan ruku’ dengan meletakkan telapak tangan di lutut
sampai persendian yang ada dalam keadaan thuma’ninah dan tenang.” HR. Ad-Darimi
no. 1329. Syaikh Husain Salim Asad mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih.
11. Tasyahud Pada Duduk Terakhir
Tasyahud termasuk rukun
shalat, karena ada sebuah hadits riwayat al-Bukhari (5806), dan Muslim (402)
dan lainnya dari Ibnu Mas’ud RA, dia berkata: “Dulu, apabila kamu shalat
bersama Nabi SAW, kami mengucapkan –sedang menurut al-Baihaqi (2/138), dan
ad-Daruquthni (1/350), kami mengucapkan sebelum kami diwajibkan membaca
tasyahud. Dan pada rakaat terakhir menurut jumhur ulama’
disunnahkan membaca ta’awudz.
12. Salam
Seseorang dianggap selesai mengerjakan shalat setelah
mengucapkan salam dan dia tidak mengucapkan salam kecuali dalam kondisi duduk.
Berdasarkan sabda Nabi Muhammad saw. “Dan penutupnya adalah
taslim (mengucapkan salam).
13. Tertib sesuai urutan rukun shalat
Tidak boleh membaca Al-Fatihah sebelum melakukan takbiratul
ihram, dan tidak boleh bersujud sebelum melakukan rukuk karena gerakan shalat
telah ditentukan Rasulullah dan telah diajarkan kepada para sahabat. Beliau
bersabda:
“Shalatlah
kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat,” (HR Bukhari: 1/68, 8/11). Maka tidak sah mendahulukan dan mengakhirkan urutan gerakan
shalat.
E. TUJUAN
DARI PELAKSANAAN SHOLAT
Adapun melaksanakan sholat tidak hanya sebagai
rutinitas, melainkan memiliki maksud atau tujuan yang ingin dicapai,
antaralain:
1.
Agar tergolong orang yang bertaqwa, sesuai dalil Q.s Al-Baqarah: 2-3
2.
Untuk mencegah timbulnya perbuatan keji dan munkar, sesuai dalil Q.s:
Al-Ankabut: 45
3.
Agar bias meraih keberuntungan yang besar, yakni surga, dalilnya Q.s
Al-Mu’min:1-2
4.
Agar terhindar dari neraka dengan segala kepedihannya
5.
Agar terhindar dari predikat kafir
6.
Agar segala amal kebaikannya diterima Allah swt., hal ini karena Allah
tidak sudi menerima amal sholeh dari orang yang meninggalkan sholat.
7.
Dengan sholat, kita bias berkomunikasi langsung dengan Allah
F. KEDUDUKAN
ISLAM
Kedudukan
shalat dalam islam itu memiliki kedudukan yang mulia. Dalil-dalil yang
diutarakan kali ini sudah menunjukkan kedudukan dan mulianya ibadah shalat.
- Shalat adalah tiang Islam. Seseorang
tidaklah tegak kecuali dengan shalat, yang namanya tiang suatu bangunanjika
ambruk, maka ambruk pula bangunannya. Dalam hadits Mu’adz disebutkan :
“Pokok perkara adalah Islam, tiangnya
adalah shalat,dan puncak perkaranya adalah jihad”. (HR. Tirmidzi no. 2616,
hadis ini hasan menurut Al Hafizh Abu Thohir)
2. Shalat
adalah amalan yang pertama kali akan dihisab.
Dari
Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya
amal hamba yang pertama kali akan dihisab pada hari kiamat adalah shalatnya.
Apabila shalatnya baik, dia akan mendapatkan keberuntungan dan keselamatan.
Apabila shalatnya rusak, dia akan menyesal dan merugi. Jika ada yang kurang
dari shalat wajibnya, Allah Tabaroka wa Ta’ala mengatakan, ’Lihatlah apakah
pada hamba tersebut memiliki amalan shalat sunnah?’ Maka shalat sunnah tersebut
akan menyempurnakan shalat wajibnya yang kurang. Begitu juga amalan lainnya
seperti itu.”
Dalam riwayat lainnya, ”Kemudian zakat akan (diperhitungkan) seperti itu.
Kemudian amalan lainnya akan dihisab seperti itu pula.” (HR. Abu Daud no. 864,
Ahmad 2: 425, Hakim 1: 262, Baihaqi, 2: 386. Al Hakim mengatakan bahwa sanad
hadits ini shahih dan tidak dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim, penilaian
shahih ini disepakati oleh Adz Dzahabi)
3. Perkara terakhir yang hilang dari manusia adalah shalat.. Dari Abu Umamah Al Bahili, ia berkata, Rasulullah saw
“Tali ikatan Islam akan putus seutas demi seutas.
Setiap kali terputus, manusia bergantung pada tali berikutnya. Yang paling awal
terputus adalah hukumnya, dan yang terakhir adalah shalat.” (HR. Ahmad 5: 251.
Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid)
Hadits ini jelas menyatakan bahwa ketika tali Islam
yang pertama sudah putus dalam diri seseorang, yaitu ia tidak berhukum pada
hukum Islam, ia masih bisa disebut Islam. Di sini Nabi tidak mengatakan bahwa
ketika tali pertama putus, maka kafirlah ia. Bahkan masih ada tali-tali yang
lain hingga yang terakhir adalah shalatnya.
Dari Zaid bin Tsabit, Nabi saw bersabda,
“Yang pertama kali diangkat dari diri seseorang
adalah amanat dan yang terakhir tersisa adalah shalat.” (HR. Al Hakim At
Tirmidzi dan disebutkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Al Jami’, 2: 353).
4.
Shalat
adalah akhir wasiat Nabi saw.
Ummu Salamah ra mengatakan bahwa di antara wasiat
terakhir Rasulullah saw
“Jagalah shalat, jagalah shalat dan budak-budak
kalian” (HR. Ahmad 6: 290. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits
ini shahih dilihat dari jalur lainnya).
5. Allah memuji orang yang mengerjakan shalat.
Allah Ta’ala berfirman,
وَاذْكُرْ
فِي الْكِتَابِ إِسْمَاعِيلَ إِنَّهُ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُولًا
نَبِيًّا (54) وَكَانَ يَأْمُرُ أَهْلَهُ بِالصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ وَكَانَ
عِنْدَ رَبِّهِ مَرْضِيًّا (55
“Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah
Ismail (yang tersebut) di dalam Al Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang yang
benar janjinya, dan dia adalah seorang rasul dan nabi. Dan ia menyuruh
keluarganya untuk shalat dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang
diridhai di sisi Rabbnya. ” (QS. Maryam: 54-55).
6.
Allah
mencela orang yang melalaikan dan malas-malasan dalam menunaikan shalat.
Allah Ta’ala berfirman,
“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang
jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka
kelak akan menemui kesesatan.” (QS. Maryam: 59).
7. Rukun Islam yang paling utama setelah dua kalimat syahadat
adalah shalat.
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar ra, Rasulullah saw:
“Islam dibangun atas lima perkara, yaitu : (1)
bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar untuk diibadahi kecuali Allah
dan bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan-Nya, (2) mendirikan shalat, (3)
menunaikan zakat, (4) naik haji ke Baitullah (bagi yang mampu, -pen), (5)
berpuasa di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari no. 8 dan Muslim no. 16)
8. Shalat diwajibkan tanpa perantara Jibril ‘alaihis salam.
Tetapi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri yang langsung
mendapatkan perintah shalat ketika beliau melakukan Isra’ dan Mi’raj.
9. Awalnya shalat diwajibkan sebanyak 50 shalat. Ini
menunjukkan bahwa Allah amat menyukai ibadah shalat tersebut. Kemudian Allah
memperingan bagi hamba-Nya hingga menjadi 5 waktu dalam sehari semalam. Akan
tetapi, tetap saja shalat tersebut dihitung dalam timbangan sebanyak 50 shalat,
walaupun dalam amalan hanyalah 5 waktu. Ini sudah menunjukkan mulianya
kedudukan shalat.
10. Allah membuka amalan seorang muslim dengan shalat dan mengakhirinya pula dengan shalat. Ini juga yang menunjukkan ditekankannya amalan shalat.
HIKMAH ATAU KEUTAMAAN SHOLAT
Sholat memiliki banyak keutamaan dan hikmah, di antaranya:
1. Sholat
merupakan rukun Islam yang kedua dan merupakan rukun Islam yang terpenting
setelah dua kalimat syahadat
2. Sholat
merupakan media penghubung antara seorang hamba dengan Tuhannya, sebagaimana
sabda Nabi Muhammad saw.:
رَبَّهُإنّ أحدكم إذا صلّى يناجى
“Sesungguhnya seorang dari kamu jika sedang sholat, berarti
ia sedang bermunajat (berbisik-bisik) dengan Tuhannya”. (HR. Bukhari I/198
no.508, dari Anas bin Malik r.a.)
3. Sholat adalah penolong dalam segala
urusan penting. sebagaimana firman Allah ta’ala:
وَالصَّلاَةِواستعينو باالصّبر
“Jadikanlah sabar dan sholat
sebagai penolongmu”. (QS. Al Baqarah : 45)
4. Sholat
adalah pencegah dari perbuatan maksiat dan kemungkaran, Sebagaimana firman
Allah ta’ala:
وأقيمو
الصّلواة إنّ الصّلواة تنهي عن الفحشآء والمنكار
“Dan dirikanlah sholat karena
sesungguhnya sholat itu mencegah dari perbuatan keji dan munkar”. (QS. Al
Ankabut : 45)
5. Sholat adalah cahaya bagi orang-orang yang beriman yang
memancar dari dalam hatinya dan menyinari ketika di padang Mahsyar pada hari
kiamat.
6. Sholat adalah kebahagiaan jiwa orang-orang yang beriman serta penyejuk
hatinya.
7. Sholat adalah penghapus dosa-dosa dan pelebur segala
kesalahan.
8. Sholat merupakan tiang agama, barangsiapa yang menegakkannya
maka ia telah menegakkan agama.
9. Sholat merupakan pembeda antara orang yang beriman dengan
orang yang kafir dan musyrik.
10. Sholat merupakan sebaik-baik amalan.
11. Sholat adalah perkara pertama yang akan dihisab
(diperhitungkan) pada setiap hamba.
BAB III
KESIMPULAN
Secara bahasa, shalat
itu bermakna doa,
sedang secara istilah shalat merupakan ibadah kepada Tuhan, berupa
perkataan denga perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam
menurut syarat dan rukun yang telah ditentukan syara”. Dan hukumnya sholat itu ada 3, yaitu
fardhu 'ain, misalnya shalat wajib lima waktu dan shlat jum'at bagi laki-laki;
fardu kifayah, misalnya shalat jenazah; sunnah, misalnya witir, tahajud,
dhuha,dll.
Dalam
melaksanakan shalat harus sesuai tata cara yang telah disyariatkan dalam sumber
ajaran islam. Dan sholat merupakan suatu ibadah yang tidak sekedar kegiatan
ibadah namun juga memiliki tujuan yang pasti tidak sekedar sebuah rutinitas. Dalam sholat juga memiliki hikmah dan makna yang agung.
DAFTAR PUSTAKA
Sheikh
Abu Bakar Jabir Al-Jazairiy , Minhajul Muslim, madinah, maktabah at taufiiqiyyah: madinah
munawwarah: 1964
Asas agama Islam, Bulan Bintang, 1976
Prof.DR. Teungku Muh. Hasbi as-Shiddieqy, Kuliah
Ibadah(ibadah ditinjau dari segi hukum dan hikmah), Semarang: pustaka rizki
putra, 2010
Jefry Noer, Shalat Benar, Jakarta: Prenada
Media, 2006
Muhammad Abduh Tuasikal, Mengenal Bid’ah Lebih Dekat, Yogyakarta: Pustaka Muslim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan Komentar anda di sini